Black Horses masih konsisten dengan geberan rock bernuansa era 70-an, namun kali ini disuguhkan dengan konsep berbeda. Khususnya di lirik. Tidak seperti karya-karya mereka sebelumnya, dimana kali ini unit rock asal Jakarta ini melafalkan lagunya dalam Bahasa Indonesia.
Perubahan ini tidak gampang, butuh penyesuaian. Karena menurut pengakuan mereka kepada MUSIKERAS, faktor kebiasaan, preferensi gaya bahasa serta cara nilai-nilai yang bisa disusupkan pada estetika penulisan menjadi tantangan besar.
“(Tapi) Buat kami, tantangan tersebut beriringan dengan tanggung jawab terhadap kami sendiri dan pendengar. Kami merasa lebih bisa menyampaikan pesan-pesan dalam lagu ke pendengar dengan bahasa Ibu. Masalah makna? Tetap ada di tangan mereka masing-masing.”
Tapi “Tirani Tua” sendiri bukan sekadar perubahan bahasa. Lagu ini juga bercerita tentang ketahanan hidup. Tentang menjaga kewarasan atas kondisi yang terjadi di Indonesia dengan cara bersenang-senang.
Lewat lagu tersebut, band yang kini dihuni formasi vokalis Dimas Oscario, gitaris Kevin Indriawan, bassis Lucky Azary dan dramer Julian Aditya Karnajaya ini menandai fase baru Black Horses yang lebih jujur, lebih dekat dengan akar, dan tidak takut meledakkan batas.
“Karena tidak ada pilihan lain selain terus menerobos segala kemungkinan, menguatkan mental, beraktualisasi sebebas-bebasnya, dan tetap marah pada tirani yang dilanggengkan oleh mereka yang tak pernah benar-benar peduli,” seru Oscario, meyakinkan.
Kali ini, metode pembuatan lagu “Tirani Tua” disebut Black Horses tidak berbeda jauh dibanding lagu-lagu sebelumnya. Mereka mengawalinya dengan melakukan jamming sambil direkam dan rampung dalam 1-2 jam.

“Materinya kami dengar kembali setelahnya untuk dievaluasi dan dikembangkan.”
Tanpa sadar, lanjut pihak band lagi, “Tirani Tua” telah menjadi bentuk revival Black Horses terhadap gaya khas Indo rock era 70-an yang begitu dinamis. “Kami menemukan keriangan, kemarahan, dan balada di saat yang bersamaan. Tentunya hal ini selaras dengan sentuhan kami yang groovy,” ucap mereka mengungkapkan.
Pengaruh rock ’70-an yang semakin mendarah-daging di tubuh para personel Black Horses turut mempengaruhi proses penggodokan musik di “Tirani Tua”. Kini, mereka merasa tak perlu lagi secara spesifik mengacu ke band manapun untuk mencari-cari atau menggali inspirasi.
“Tidak ada spesifik acuan band, musisi, atau grup musik manapun saat membuat ‘Tirani Tua’. (Lagu itu) datang di saat kami sedang ‘bermain-main’ dengan serius.”
Mungkin pada saat itu, mereka tak menyadari ada pengaruh yang merasuki ketika sedang asik berbincang sambil mendengar kembali lagu-lagu rock Indonesia era 70-an, bersamaan dengan musik-musik era lain.
“Referensi terkadang datang tanpa sadar dan kebebasan itu yang membuat karya tersebut lahir,” seru mereka beralasan.
Sejak 16 Mei 2025 lalu, “Tirani Tua” sudah bisa didengarkan di berbagai platform digital. Lagu ini sekaligus menjadi menu pemanasan menuju perilisan album mini (EP) Black Horses, dimana keseluruhan liriknya menggunakan Bahasa Indonesia.
Jika tak ada kendala, EP tersebut diharapkan bisa diluncurkan via label Firefly Records pada Agustus 2025 mendatang. (mdy/MK01)