Ini dia album yang paling ditunggu-tunggu publik metal sedunia saat ini, akhirnya dilepasliarkan secara resmi pada 14 Oktober lalu, via label independen Century Media Records. Karya rekaman kolektif dari Lorna Shore tersebut bertajuk “Pain Remains”, memuat 10 komposisi gelap yang mengedepankan mantra musikal berwujud symphonic/blackened deathcore yang mencekam.

Sekitar setahun lebih sebelumnya, gejala yang membuat band asal New Jersey, AS ini menjadi pusat perhatian para metalhead modern global adalah tiga karya lagu mereka yang termuat di album mini (EP) “…And I Return to Nothingness” yang dirilis pada 13 Agustus 2021 lalu. Terkhusus komposisi “To the Hellfire” yang berhasil mengharu-biru skena metal, memadukan aransemen ekstrim nan rapat dengan olah suara dari vokalis barunya, Will Ramos yang berhasil menggiring Lorna Shore ke level yang lebih tinggi, dengan tumpahan elemen teknikal, lebih eksploratif dan sekaligus emosional.

Lorna Shore yang juga dihuni Michael Yager (bass), Adam De Micco (gitar), Austin Archey (dram) dan Andrew O’Connor (gitar) ini menyebut “Pain Remains” sebagai babak baru dalam perjalanan karir mereka. “Ini adalah rekaman tersulit dalam karir kami yang pernah kami tulis,” kata gitaris Adam De Micco, via siaran pers resminya.

Kesulitan yang dimaksud, lebih menekankan pada eksistensi Lorna Shore yang kini bukan lagi band yang dipandang sebelah mata. Seluruh perhatian dunia terarah ke mereka sekarang, sejak EP “…And I Return to Nothingness” serta rilisan tunggal “To the Hellfire” melesat jauh ke permukaan.

.

.

“Kami tahu, kami harus mengalahkan diri kami sendiri. Itu adalah jenis tekanan yang berbeda. Untuk saya. Kami harus memastikan bahwa kami tidak akan terlihat seperti nyala api yang berkedip-kedip. Tantangan terbesar bagi saya adalah menjadi musuh bagi diri saya sendiri. Mengatasi keraguan diri saya sendiri dan perasaan harga diri.”

Tentang “Pain Remains” sendiri, Adam menyebutnya sebagai perwujudan ide dan visi Lorna Shore selama bertahun-tahun. “Kami tidak pernah ingin dibatasi atau memenuhi harapan seseorang tentang apa yang seharusnya kami lakukan.”

“Pain Remains” sendiri digarap Lorna Shore di Random Awesome! Studios, yang berlokasi di Bay City, Michigan bersama produser Josh Schroeder. Sejauh ini sudah melepas beberapa rilisan tunggal saat periode pemanasan menuju peluncuran resmi albumnya, yaitu “Sun//Eater”, “Into the Earth”, “Cursed to Die” serta trilogi deathcore bertempo medium pelan berjudul “Pain Remains I: Dancing Like Flames”, “Pain Remains II: After All I’ve Done, I’ll Disappear” dan “Pain Remains III: In a Sea of Fire”.

Sejak terbentuk pada 2010 silam, Lorna Shore sebenarnya sudah merilis tiga album studio penuh, yaitu “Psalms” (2015) dan “Flesh Coffin” (2017) yang masih diperkuat vokalis Tom Barber (kini di Chelsea Grin dan Darko US), serta “Immortal” (2020) yang menghadirkan vokalis CJ McCreery. Will Ramos (sebelumnya menghuni band Monument of a Memory dan A Wake in Providence) mulai bergabung saat Lorna Shore menjalani tur Eropa untuk mempromosikan album “Immortal”, menggantikan posisi CJ yang dipecat pada 23 Desember 2019. 

Singkat cerita, popularitas Lorna Shore lantas meroket tajam ketika mereka memperdengarkan lagu “To the Hellfire” pada 11 Juni 2021, di tengah deraan pandemi yang melumpuhkan panggung-panggung musik secara global. Hingga hari ini, lagu itu sudah ditonton sebanyak lebih dari 11 juta kali di kanal YouTube, dan lebih dari 22 juta kali didengarkan di platform digital streaming Spotify. (*)

Kredit foto: Mike Elliot

.

.