CURBANCLE, Duka dalam Geberan Rock Dopamin Tinggi

Usai memperdengarkan keliaran rock bertensi dopamin tinggi untuk pertama kalinya lewat lagu rilisan tunggal debut bertajuk “Hope” pada 12 Oktober 2020, akhirnya Curbancle kembali merangsek. Kali ini langsung dalam format album mini (EP) yang diberi judul “Five Stage Of Grief”. Tema lagu-lagunya disari dari penjelasan di buku ilmiah seorang psikiater berdarah Amerika-Swiss, Dr. Elisabeth Kubler Ross yang bertitel “On Death and Dying”, terbitan 1969 silam.

Dijabarkan di buku tersebut, bahwa ada lima tahap dalam kesedihan (five stage of grief), mulai dari penyangkalan (denial), kemarahan (anger), penawaran (bargaining), depresi (depression) hingga penerimaan (acceptance). Makanya, kebanyakan individu yang sedang dalam kesedihan selalu mengalami fase naik turunnya emosi (emotional rollercoaster), sebagaimana tahap-tahap yang dijelaskan oleh Dr. Elisabeth Kubler Ross. 

Setiap individu manusia pasti pernah merasakan kesedihan. Sedih karena kehidupan romansa, karir, finansial, keluarga, pertemanan, atau kehilangan sesuatu dan seseorang yang berharga. Kekurangan hormon dopamin yang dihasilkan oleh otak juga dapat berakibat munculnya perasaan sedih, pesimistis dan depresif.

Berdasarkan aspek-aspek itulah, Curbancle yang diperkuat formasi Asep Maulana aka Jack Gartpit (vokal/gitar), Panca AlFitrah aka PancaBara (gitar), Gilang Kautsar (bass) dan Aldi Juliansyah aka Mehawnk (dram) meracik struktur musik dan lagu-lagunya yang kental akan kekasaran paham stoner/Seattle sound.

“Konsep yang kami ejawantahkan adalah dari ‘Five Stages of Grief’ itu sendiri, dimana progresi dan playability dari track-track yang dibawakan menyesuaikan dengan penjelasan beliau (Dr. Elisabeth Kubler Ross) mengenai fase-fase dari Five Stages of Grief. Memang klise, namun dengan penyampaian, pembawaan dan perspektif kami sebagai musisi. Dan juga kami mengawinkan playability, sound dan progresi dari kedua genre musik – stoner dan Seattle sound – dalam karya kami. Karena sebagaimana kita ketahui, Seattle Sound dan California Desert Scene – yang kemudian melahirkan Stoner Rock – adalah dua scene yang berbeda,” urai pihak Curbancle kepada MUSIKERAS, menjabarkan konsep keseluruhan yang diterapkan di EP.

Terapannya sendiri menganut pada struktur alternative-rock era 90-an, khususnya Seattle Sound dengan noise rock dan riff-riff berat dalam stoner- doom dan sludge. Sound gitar yang kotor dan fuzzy, riff-riff gitar yang berat dan terdistorsi, berjalan beriringan dengan balutan modulasi yang menghasilkan suara ambience dan noise

Bagi Curbancle yang telah menggeliat sejak 2018 di skena rock di Bandung, menggeber kombinasi stoner dengan Seattle sound memberikan kenikmatan tersendiri bagi mereka. Lewat paham tersebut, mereka bisa menyalurkan banyak energi, baik dalam sound maupun playability. “Keduanya bisa mejadi media kami untuk mengejawantahkan mood dan energi kami dalan berkarya,” seru mereka menegaskan.

Gitar, bass dan noise di EP “Five Stage Of Grief” direkam Curbancle secara mandiri, dengan memaksimalkan perangkat rekaman rumahan dengan bantuan operator Tufiq Nur M. (Mad Clatter, Unknown Pleasure, Morahum). Sementara untuk vokal dan dram direkam di Funhouse Studio Project, Bandung bersama operator Edo Jatmika. Lalu terakhir, finalisasi mixing-mastering dipercayakan kepada Azah Sastra (Sarimanah, Humiliation). 

Ilustrasi sampul EP tersebut dieksekusi sendiri oleh Asep Maulana, vokalis dan gitaris Curbancle. Di situ ia menggambarkan keadaan seseorang yang telah mengalami kesedihan beserta tahapan-tahapannya. Dimulai dari rasa lelah akan keadaan, merasa depresi, marah sampai akhirnya melahirkan versi terbaru dari dirinya setelah menerima keadaan dan kesedihannya. Desainnya dibuat dengan visualisasi yang sedikit sadis dengan balutan trypophobia sebagai karakter gambar. Pewarnaan desain sampul juga dibantu oleh Muhammad Aulia Rahman.

Untuk pengerjaan lirik, judul dan susunan lagu di EP digarap oleh Mehawnk, dimana cerita, alur dan tema di setiap lagunya menyesuaikan dengan “Five Stage Of Grief” karya Dr. Elisabeth Kubler Ross tadi, dengan judul dan sudut pandang yang berbeda-beda di setiap lagunya.

Dari lima lagu yang termuat di EP, yaitu “Prophet”, “Deranged”,  Depression”, “Accepted” dan “Cursed”, para personel Curbancle sepakat menyebut lagu “Prophet” sebagai komposisi yang tersulit eksekusi teknisnya.

“Karena materinya cukup rapat dan progresi kord juga temponya berpindah dengan cukup signifikan. ‘Prophet’ juga menjadi track yang cukup teknikal dari segi vokal, permainan gitar, bass dan dramnya. Tidak ‘sejorok’ track lain yang ada di EP kami. Tapi bukan berarti kami memainkan track lainnya dengan sembarangan juga. Hanya saja di ‘Prophet’ ini, permainan kami lebih hati-hati dibandingkan lainnya.”

EP “Five Stage Of Grief” sudah dirilis pada 22 September 2023 lalu via berbagai platform digital. (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
exentrix
Read More

EXENTRIX: Ajak Kembalikan Rock yang Teknikal

Walau kini hanya diperkuat dua personel, namun Exentrix masih menyimpan energi rock yang meledak-ledak, seperti yang tersalurkan di karya terbarunya.