Beberapa hari sebelum maestro gitar rock Steve Vai merilis album “Inviolate” pada 28 Januari 2022, ia dan produsen gitar Ibanez mengumumkan secara resmi lahirnya The Hydra, sebuah gitar yang didesain khusus atas pengajuan konsep dari sang virtuoso sendiri. Lalu performa Steve Vai memainkan – atau mungkin bisa juga disebut ‘mengoperasikan’ – gitar tersebut ditunjukkan di video musik lagu “Teeth of the Hydra” pada awal April tahun lalu.

Nah, bisa dibilang inilah salah satu highlight yang ditunggu-tunggu di konser bertajuk “Inviolate Tour 2023” yang digelar di Basket Hall, GBK Senayan Jakarta, 26 Oktober 2023 lalu. Penampakan sosok The Hydra secara nyata, dan melihat langsung dari dekat bagaimana Steve Vai membuatnya terlihat benar-benar berfungsi sebagai instrumen.

“Saya merasa instrumen ini memiliki potensi untuk menjadi sejarah,” kata Vai lewat siaran pers resmi The Hydra. “Unik dalam berbagai hal dan konstruksinya menginspirasi. Dan ada sebuah lagu yang ditulis di dalamnya, yang menghormati potensi instrumen tersebut.”

Tentu saja lagu yang dimaksud adalah “Teeth of the Hydra”. Sesaat sebelum lagu itu dikumandangkan, panggung digelapkan lalu perlahan muncullah sosok siluet The Hydra yang terlihat ‘mengerikan’, seiring sang pemilik menyibak kain penutupnya secara perlahan.

Terekat tiga neck di gitar yang bentuknya terinspirasi dari makhluk air mitologi Yunani tersebut. Dua di antaranya disemati tujuh serta 12 senar, sementara satu lagi yang dipasangi empat senar bass berskala 3/4, berbagi dengan ‘lahan’ fretless di bagian atasnya. Tidak hanya itu, di badan The Hydra juga terentang 13 senar harpa yang melayang. Sementara untuk penyuplai suara, dilengkapi pickup single-coil, humbucking, piezo, MIDI, sustainer serta tungkai tremolo tipe floating dan hardtail plus phase splitters untuk memperkaya eksplorasi nadanya.

Dan sesuai ekspektasi, Steve Vai malam itu memang mengeksekusi komposisi “Teeth of the Hydra” dengan sangat menawan, dan sekaligus menghembuskan aura yang sakral. Kedua tangannya terlihat seperti menari, sibuk berpindah dari satu neck ke neck lainnya, lalu sekali-sekali menjentikkan senar harpa dan menyeret ibu jarinya di sepanjang senar bass untuk mendapatkan efek suara bass rendah yang menukik.

Usai merampungkan komposisi lagu tersebut, aplaus riuh pun menyambut dari deretan penonton, yang di antaranya disesaki para gitaris ternama Tanah Air. Selain Dewa Budjana yang kebetulan menjadi bagian dari penggagas konser ini – bersama Lemmon.id dan Nocturnal Blazze – juga terlihat ada Stevi Item (Deadsquad), Eross Candra (Sheila on 7), Edi Kemput (Grass Rock), Iman & Sony (J-Rocks), Iwan Hoediarto (St. Loco), Gugun (GBS), Irvan Borneo, Denny Chasmala, Budi Rahardjo (Drive), Andre Dinuth, Ovy dan Jikun /rif, Damon Koeswoyo, Edo Widiz (Voodoo), John Paul Ivan, Edwin dan Ernest Cokelat dan masih banyak lagi. 

Selain “Teeth of the Hydra”, sebagian besar komposisi instrumental yang dimainkan Steve Vai malam itu berasal dari album “Inviolate”. Ia dan musisi pengiringnya: Jeremy Colson (dram), Philip Bynoe (bass) serta Dante Frisiello (gitar) memilih lagu “Avalancha”, “Little Pretty”, “Candlepower”, “Greenish Blues” dan “Zeus in Chains” untuk mewakili album tersebut. Sebagian besar peracikan aransemennya menyuntikkan pemilihan not-not yang cenderung psikedelik, menerobos struktur tangga nada yang tidak lazim. Steve Vai seolah berusaha mengingatkan audiensnya, bahwa ia dulunya lahir dari didikan maestro musik avant-garde fenomenal dunia, Frank Zappa. 

Tentu saja, di luar karya-karya dari “Inviolate”, Steve Vai juga mengunjungi beberapa lagu dari era album-album sebelumnya. Di antaranya dikumandangkan “Giant Balls of Gold”, “Tender Surrender”, “Lights Are On”, “Building the Church”, “Bad Horsie”, “I’m Becoming”, “Whispering a Prayer” dan “Dyin’ Day”. Tak lupa selipan wajib, dimana Vai memberi kesempatan kepada Jeremy, Philip dan Dante menunjukkan pertunjukan solonya masing-masing.

Sebelum menutup keseluruhan konsernya dengan komposisi “Fire Garden Suite IV – Taurus Bulba” (dari album studio keempatnya, “Fire Garden” rilisan 1996), tentu saja tidak sah tanpa menghadirkan perwakilan dari album terbaik dan terlaris Steve Vai sepanjang masa, “Passion and Warfare” (1990). Kali ini yang terpilih adalah “Liberty” dan “For the Love of God”, sebagai suguhan yang menerbangkan kenangan para gitaris yang hadir, dimana sebagian besar di antara mereka mungkin menjadikan “Passion and Warfare” sebagai salah satu album yang membuat mereka ingin mendalami instrumen gitar.

Kedatangan Steve Vai kali ini merupakan yang keempat kalinya. Pertama kali ia pernah hadir dalam paket tur klinik gitar di Hard Rock Cafe (1996), lalu konser tunggal di Tennis Indoor Senayan pada 22 Juli 2013 dan sebagai bagian dari rombongan Generation Axe yang menggelar konsernya di Econvention Ancol, 21 April 2017.

Steve Vai memulai karirnya pada 1978, saat masih berusia 18 sebagai pembuat transkrip musik untuk Frank Zappa, lalu bergabung di band virtuoso tersebut pada periode 1980 – 1983. Setelah itu, Steve memulai karir solo dan sejauh ini telah merilis delapan album solo. Di luar karir solonya, Steve juga tercatat pernah tergabung di band Alcatrazz, David Lee Roth Band serta Whitesnake. Angka penjualan 12 album solonya sudah mencapai angka lebih dari 15 juta keping di seluruh dunia dan sempat menghasilkan tiga penghargaan Grammy serta 15 nominasi. (mdy/MK01)

Kredit foto: Budi Susanto

.