Konztitusi akhirnya berhasil melampiaskan buah dari proses kreatif para personelnya selama tiga tahun, sejak dibentuk pada 30 Juli 2021 lalu. Pada 3 Mei 2024, unit hardcore belia asal Salemba Raya, Jakarta ini melepas album mini (EP) debutnya yang berjudul “Inhuman Sights E.P”.

Di sini, Konztitusi yang digerakkan formasi vokalis Aryanta Zaki Wibowo, gitaris Leopold Penegak Nusantara, bassis Muhammad Fikri Alvin Ramdhian serta dramer Roberto Raphael Suharlim menyemburkan musik hardcore campuran, plus lirik lagu yang sedikit nyeleneh.

Di lagu unggulannya, “Living in Slavery”, secara musikal memang tidak menentukan garis merah keseluruhan EP tersebut, tetapi dari segi lirik saling terkait, tentang kehidupan dan masalah sosial kemanusiaan yang mereka lihat secara nyata, atau bahkan yang mereka rasakan sendiri.

“Inhuman Sights” direkam Konztitusi bersama Nabiel Sungkar dari Playrecords Studio, Jakarta yang membantu meracik tata suaranya sehingga menghasilkan gaya yang unik dalam proses pembuatannya.

Materi dari EP “Inhuman Sights” kurang lebih merupakan pengembangan dari hasil jamming para personelnya saat baru naik ke kelas 2 SMA. Mereka lantas merekamnya dalam bentuk demo dengan kualitas suara yang masih mentah. Selanjutnya mereka melakukan tahapan revisi aransemen beberapa kali di studio yang berbeda. Akan tetapi masih dengan kualitas demo yang raw lantaran mereka mengakui belum mempunyai modal finansial memadai untuk merekamnya di studio profesional.

“Total kami menghabiskan (waktu) kurang lebih tiga tahun untuk mengerjakan projyek penggarapan EP tersebut, terhitung sejak Oktober 2021 hingga Januari 2024,” tutur pihak band kepada MUSIKERAS, mengungkapkan.

Untuk isian rekaman vokal, gitar, bass serta mixing dan mastering dieksekusi di studio rekaman rumahan, Playrecords studio pada 12 dan 19 Januari 2024. Sementara untuk perekaman dram dilakukan oleh Dony Onda di Off The Records studio yang berlokasi di kawasan Jakarta Pusat pada 4 Febuari 2024. Sementara untuk perilisan, Konztitusi dibantu oleh label rekaman independen dari Jakarta, yaitu Sabdanada Records.

“EP ‘Inhuman Sights’ adalah hasil kerja yang cukup besar bagi kami, karena kami semakin banyak mendengarkan dan mengulik referensi-referensi musik secara luas, mulai dari oldskool hingga olahan musik-musik baru. Kami mencurahkan apa yang kami lihat dan rasakan di kehidupan nyata ke dalam lirik. sedangkan musik adalah hasil dari pemikiran usai mendengarkan referensi musik yang kami punya. Album mini ini mewakili sebuah bab awal yang baru, berharap dapat tersebar secara luas dan diterima oleh para pendengar secara mendalam,” seru Konztitusi semangat.

Dari segi musikal, Konztitusi menyebut keseluruhan muatan EP “Inhuman Sights” tetap berpijak pada akar musik mereka, yaitu heavy hardcore. Mereka mengonsep musik hardcore eksperimental, yang memadukan antara old school hardcore dan new school hardcore, serta bahkan new wave hardcore.

“Kami hanya membuat musik hardcore gado-gado yang kami sukai, bukan berdasarkan pasar hardcore yang sedang booming. Yang berbeda dari Konztitusi adalah kami membuat musik hardcore yang mungkin jarang ditemui di generasi new wave hardcore ini.”

Sementara untuk referensi yang dijadikan modal dalam meracik komposisi serta aransemen EP “Inhuman Sights”, pihak band mengakui mendapatkannya secara acak. Bahkan ada suara-suara asing dari luar lingkup genre hardcore. 

“Jika kalian mendengarkan ‘Waring’, di situ ada suara rekaman orang mengisap rokok dengan dalam. Pada bagian itu terinspirasi dari (lagu) ‘Girl’ dari The Beatles. Untuk musik dan teknik vokalnya – dalam konteks referensi hardcore – kami terinspirasi dari Puppen (band legendaris dari Bandung), Terror, Biohazard, Sick of it All, Madball, Gorilla Biscuits, Turnstile, Mindforce, Ryker’s, Prejudize, Agnostic Front dan lain-lain. Beberapa riff gitar dan teknik vokal juga terinspirasi dari Napalm Death dan Pantera, punk dari Ramones dan Descendents yang secara tidak sadar dijadikan riff untuk sebuah lagu. Tetapi seluruh sound gitarnya terinspirasi oleh Terror, dari album ‘One With The Underdogs’. Lalu seluruh sound dram terinsipirasi Nirvana dari album ‘Nevermind’ serta sedikit sentuhan Sepultura.”

Tapi salah satu lagu di “Inhuman Sights”, yang berjudul “Not For Satan” malah disebut oleh Nabiel Sungkar mirip band Dream Theater dalam konteks terapan tempo yang selalu berubah-ubah. Saat Nabiel menggambar dram sebagai contoh lagu, ia nyeletuk, “Lagu yang ini temponya mirip Dream Theater, berubah-ubah. Kalian penerusnya mereka nih!”

“Kami hanya tertawa dan berharap semoga band kami ini bisa sebesar Dream Theater. Mungkin jadi terkenal di seluruh dunia akan menyenangkan. Berdoa bisa mewakili Indonesian hardcore untuk hardcore worldwide!”

Pihak Konztitusi lebih jauh meyakinkan bahwa mulai dari riff gitar di bagian intro, verse, bridge, reff hingga take vokal untuk growl dan rap mereka lakukan berulang-ulang secara kompak untuk menemukan titik yang cocok dalam penyambungan lirik dan lagunya. Bahkan saat penggambaran dram, sangat rumit menemukan tempo atau BPM (beats per minute) yang diinginkan. 

“Untungnya kami mempunyai dramer yang sangat teoritis dan mengerti berapa tempo dram yang pas untuk lagu itu!”

EP “Inhuman Sights” kini telah tersedia di berbagai platform musik digital, dan kemungkinan menyusul rilisan fisiknya, melalui situs resmi Konztitusi dan @sabda.nada. (aug/MK02)