Black Dig merupakan unit rock asal Jakarta yang memadukan distorsi kasar, ruang gelap, dan visual simbolik untuk menciptakan pengalaman musik yang imersif. Mereka dikenal oleh pendekatan artistik yang total dan panggung yang mentah.
Kini, band yang dihuni formasi gitaris Muhammad Reza (Jaun) dan Muamar Adjie Suyudi (Adjie), vokalis Muhammad Fadhilah Amal Saladin Putra (Fadel) serta dramer Mar’ie Muamar (Amar) ini sedang menyiapkan album debut yang dijadwalkan rilis dalam waktu dekat.
Namun sebelum sampai di sana, mereka terlebih dahulu memanaskan mesinnya lewat lagu rilisan tunggal terbaru, bertajuk “Fragments of Reality”, yang dirilis via label FireFly Records.
Lagu ini, mereka sebut sebagai sebuah potongan atmosferik yang menghantam realitas dengan ledakan gitar, ruang hampa emosional, dan visual surealis yang membekas.
Dipadukan dengan rancangan artwork karya Ading Atma, “Fragments of Reality” memperluas narasi sonik Black Dig ke dalam bentuk visual: tengkorak, gagak, kursi kosong, dan petir yang membelah ruang.
Semuanya menggambarkan dunia yang tidak stabil, retak, dan penuh tekanan eksistensial. Ini bukan sekadar musik—ini adalah lanskap psikis yang dituangkan ke dalam distorsi dan gema.
Dengan akar rock yang kuat dan sentuhan atmosfer gelap, lagu tersebut membentuk identitas baru Black Dig sebagai suara yang berani dan eksperimental di kancah musik alternatif Indonesia.

Drama dan Ego
“Fragments of Reality” sendiri diracik para personel Black Dig si sebuah studio di kawasan Bekasi. Kepada MUSIKERAS, mereka menggambarkan prosesnya tidak menerapkan konsep yang muluk-muluk, namun penuh energi.
“Dari awal udah kerasa: ini bukan lagu yang asal jadi. Ini lagu yang tumbuh dari keresahan masing-masing personel. Prosesnya surprisingly lancar. Nggak ada drama. Nggak ada ego yang ribet. Kami masuk studio, bawa keresahan, dan keluarin semuanya lewat nada dan noise,” seru mereka.
Justru karena mereka semua merasa terkait dengan isi lagu tersebut, maka proses rekamannya malah menjadi menyenangkan dan penuh tawa. Penuh obrolan receh, tapi tetap fokus.
“Kurang lebih butuh beberapa hari buat tracking sampai beres mixing, tapi vibe-nya udah dapet dari take awal. Itu momen dimana kami ngerasa, ‘Oke, ini dia suara yang kita cari!’”
Hasil akhir rekaman “Fragments of Reality” menunjukkan karakter jujur dari Black Dig, yang mereka salurkan lewat distorsi keras, groove berat, dan emosi yang mentah. Mereka menonjolkan hentakan hard rock yang tidak cuma teriak, tapi juga menarik rasa dari tiap personelnya.
“Ini bukan soal jadi keren, tapi soal jadi nyata. Yang bikin Black Dig beda? Kami nggak nyari gimmick. Musik kami lahir dari keresahan yang beneran.”
“Kalau lo mau tau rasanya,” lanjut mereka lagi, “dengerin lagunya dan dateng langsung ke gigs-nya. Karena energi kami nggak bisa dijelasin, cuma bisa lo rasain. Dan saat itu terjadi, lo resmi terbang bareng pasukan burung hitam!”
Sementara dari sisi referensi, sang gitaris Adjie mengakui, musik-musik rock dari era 70 dan 80-an tak bisa dihindari menjadi pemantik utama. Alasannya, ia tumbuh dengan mendengarkan musik-musik era itu dan sudah menjadi bahan bakar sehari-hari.
“Gue percaya, ‘we are what we heard’. Pas ngeracik ‘Fragments of Reality’, influence terbesar gue jelas: Led Zeppelin. Cara mereka mainin dinamika dari tenang ke meledak sangat ngaruh ke aransemen lagu ini. Gue pengen nuansanya klasik, tapi tetep mentah dan relevan.”
Sejauh ini, perilisan album masih membutuhkan waktu beberapa bulan untuk dilahirkan ke skena rock secara resmi. Tapi beberapa lagu di antaranya sudah sering mereka koarkan di atas panggung. Sebagian lagi masih rahasia, termasuk judulnya.
Namun satu hal yang bisa mereka pastikan, adalah bahwa lagu-lagu di album debut Black Dig nanti bakal lebih penuh penderitaan, penindasan, realita, dan lebih berdarah dibanding lagu mereka yang lain.
Sambil menunggu perilisan album, sementara saksikan terlebih dahulu video lirik resminya di tautan kanal YouTube ini. (mdy/MK01)