Penggalan ucapan di atas disemburkan seenaknya oleh trio stoner-doom asal Semarang, Jawa Tengah ini, untuk menjawab pertanyaan MUSIKERAS mengenai konsep di balik album mini (EP) debut Evenless yang bertajuk “Unus Duo Septem”, yang sudah dilepasliarkan sejak 2 Juli 2022 lalu. 

Dalam penulisan musiknya, Evenless mengaku mengambil paduan pengaruh dari band stoner-doom asal Inggris, yakni Electric Wizard serta juga dari idola masa remaja mereka, pendekar grunge fenomenal asal AS, Nirvana. Referensi dari dua kutub musik yang berbeda itu memberikan warna tersendiri dalam musik Evenless. 

Dalam proses kreatifnya, Evenless bereksperimen memutar album “Bleach” (1989) dengan menurunkan tempo setiap lagu di album tersebut selambat mungkin. Tepatnya di tempo (speed) 0,5 dan 0,75 di YouTube. “Alhasil, itulah formula dari Evenless di EP ‘Unus Duo Septem’. Sebuah kenikmatan dan kepuasan tersendiri bagi kami,” cetus pihak band kepada MUSIKERAS, meyakinkan.

Faktanya, lanjut Evenless lagi, memainkan musik dalam tempo lambat tidaklah segampang yang dipikirkan banyak orang. Butuh untuk menjiwai di setiap lagunya. “Hal tersebut menjadi pengalaman baru yang kami dapatkan, karena pada dasarnya semua personel terbiasa dengan tempo cepat. Menurut kami, jangan sober kalau memainkan musik dengan genre stoner, sludge, dan doom!”

Tentang “Bleach” sendiri, disebut Evenless sebagai album yang menjadi andalan ketiga personelnya ketika dalam pengaruh berbagai substansi. Di mata mereka, “Bleach” adalah album paling berandalan di antara album-album Nirvana lainnya.

“Pemilihan sound high-gain pada gitar yang terasa kasar justru menimbulkan kesan noise dan feedback, pemilihan kord yang cenderung metal, sound bass yang sedikit fuzzy, ketukan dram berat dan terkesan mentah justru menjadi keunikan tersendiri. Belum lagi teriakan (vokalis) Kurt Cobain yang penuh amarah. Poin itulah yang Evenless adopsi dari album ‘Bleach’.”

Ada tiga trek yang dirangkai Evenless di “Unus Duo Septem” – atau dalam bahasa Latin berarti ‘127’ – yaitu “Defect”, “Unicorn” dan “Tempo”. Ketiganya terhubung membentuk satu cerita, yang menceritakan satu fase dari rangkaian perjalanan panjang seorang tokoh yang menjadi pusat cerita. Sosok itu terjebak dalam perjalanan yang melibatkan narkotika dan hotel prodeo. Ia menjadi terisolasi dari kehidupan di sekitarnya. Nuansa kelam begitu pekat hadir dalam perjalanan sosok itu. 

Sedikit menengok ke belakang, Evenless terbentuk di tengah-tengah masa pandemi pada penghujung 2021. Sehingga jarang ada jadwal panggung saat awal terbentuk. Nah, di balik kebosanan itu, ketiga personelnya pun memanfaatkan waktu nongkrong bersama dan mendengarkan lagu-lagu dari Nirvana, Electric Wizard serta pejuang doom dari Swedia, Monolord. Dari sana, Evenless beranjak untuk jamming membuat satu materi berjudul “Envy Eyes” yang dapat didengarkan di kanal Bandcamp.

Oh ya, konsep dari Evenless sendiri half-anonymous, dimana mereka menghindari mengenalkan identitas secara utuh ke publik. Di luar nama band dan karya, foto yang dipublikasikan tidak menampilkan wajah mereka secara jelas. “Biarkan orang yang tidak tahu siapa kami, biarlah tidak tahu. Yang tahu siapa kami, maka kami punya sebuah ikatan. Untuk mengenalkan individu-individu dalam Evenless, kami menggunakan inisial ME (gitar/vokal), NA (bass) dan AT (dram).”

Semua trek di album “Unus Duo Septem” direkam di Loop Space (kecuali dram yang dilakukan di Nada Studio) dan diproduseri oleh Evenless bersama Ahmad Dzul (Tiderays/Sunlotus). Ahmad juga dipercayakan menangani penataan (mixing) dan pelarasan suara (mastering). Untuk mendapatkan “Unus Duo Septem” yang diproduksi dalam format cakram padat (CD) dengan jumlah terbatas, dapat dipesan via akun Instagram resmi mereka, @evenlessdoom. (aug/MK01)

.

.

.