Adalah sebuah karya rekaman yang bertindak sebagai manuskrip runtuhnya dunia modern, yang ditandai dengan kehancuran akhir zaman. Dalam semesta yang diciptakan serdadu doom metal asal Ciledug, Tangerang ini, manusia pasca-apokalips kembali ke titik nol, di mana tidak ada lagi yang dapat dipercaya kecuali api. Api menjadi poros kehidupan manusia dalam melakukan segalanya, termasuk segala yang menyangkut kehidupan dan kematian. Api pula yang menjadi simbol dimulainya kembali peradaban manusia.
Rangkaian elegi tentang filosofi api sebagai sumber kehidupan, maupun tanda kematian direpresentasikan dalam bentuk yang beragam; kekuasaan dewa-dewi, paganisme, ritus penyembahan, seorang juru selamat, pilihan hidup dan titik akhir. Pada akhirnya, apa yang diawali dengan api, akan kembali pada api.
Tema besar di atas dipersembahkan Kultus dalam album perdananya yang bertajuk “To You My Lord, Hell Awaits…”. Mereka – Audinanto Alif (bass), Dimas Anggara (vokal), Ganis Ilman (gitar) dan Nalendra Samudro (dram) – melepas berondongan delapan amunisi mencekam yang total digeber selama 45 menit.
Pengeksekusiannya tidak melibatkan Kultus saja. Di komposisi “Maledicendum” dan “Path”, ada keterlibatan Gema Laksmi yang menyumbangkan lirik dan vokal, lalu juga vokal Dimas Anggara (MRT) di “Witch Religion” serta Daniel Mardhany (BongaBonga/Darksovls) di lagu “Erebus”. Sementara di pengisian instrumentasi, Kultus mengajak David Hutajulu dan Bagus Satya yang masing-masing memainkan brass dan kibord serta gitar dan perkusi di komposisi “Maledicendum”.
Walau tetap kuat dibaluri ciri khas suara doom metal yang gelap, garang dan sarat nuansa (ambience), namun band yang memulai agresinya pada pertengahan 2018 lalu ini mengakui representasi musikal yang mereka terapkan di “To You My Lord, Hell Awaits…” terbilang sedikit melenceng dari apa yang biasa ditawarkan doom metal pada umumnya.
.
.
“Lagu-lagu kami diracik dengan riff dan dinamika melodis dari berbagai macam genre seperti progressive rock, grunge, doom metal, old school death metal hingga black metal,” seru pihak band kepada MUSIKERAS, menerangkan latar konsep mereka.
Dan juga, jika bicara soal referensi, sebenarnya masing-masing personel Kultus punya jagoannya masing-masing. Tak hanya datang dari rumpun musik metal, namun juga dari luar musik keras, yang akhirnya melebur, teramu membentuk komposisi musik Kultus saat ini. “Tapi, kalau bicara musik metal, kami banyak mengambil dari Bolt Thrower, Tool, Satyricon, Winter dan Entombed. Bahkan referensi metal-nya nggak ada yang benar-benar Doom, kan?”
Menjalani proses kreatif rekamannya, yang secara teknis keseluruhan dilakukan bersama sound engineer Auliya Akbar (Amerta) di Noise Lab Studio, Jakarta, Kultus menggarisbawahi beberapa lagu yang cukup memberi tantangan dalam penggodokannnya. Di komposisi “Red Shadow” dan “Paradise Lost” misalnya, para personel Kultus menemukan pola yang sangat dinamis.
“Butuh waktu cukup panjang untuk benar-benar mematenkan gebukan dram dan gitar di lagu ini. Belum lagi fill-in yang dibutuhkan untuk menyempurnakan kedua lagu berdurasi ‘cukup’ panjang tersebut. (Lagu) ‘Mantra’ pun punya cerita unik di balik proses rekamannya. Lagu ini hampir saja ‘dibuang’ dari tracklist karena sebenarnya masih jauh dari ekspektasi kami. Dengan modal eksplorasi, akhirnya lagu tersebut menemukan bentuk finalnya dan malah menjadi nomor andalan di album.”
“To You My Lord, Hell Awaits…” yang dipersiapkan selama kurang lebih setahun sebelum direkam, kini sudah tersedia dalam format fisik (CD), yang diedarkan secara resmi oleh Lawless Jakarta Records sejak 8 September 2022 lalu. (mdy/MK01)
.
.
Leave a Reply