“Sekali berarti, sesudah itu mati. Tapi karya akan tetap abadi.”

Kalimat di atas dilontarkan Hardy ‘Nyanknyank’ Rosady, vokalis band keras asal Bandung, Taring. Ia merespon pertanyaan MUSIKERAS, soal bagaimana bandnya yang terbentuk pada 2013 silam tersebut mengantisipasi pergerakan skena metal yang semakin pesat dan modern saat ini.

“Kami sebagai musisi harus terus berkarya, karena dengan karya sebagai jembatan kami untuk tetap eksis di dunia musik,” serunya lagi, menegaskan misinya.

Taring yang kini hanya menyisakan dua personel, yaitu Nyanknyank dan dramer Gabriel Gebeg tengah memanaskan materi album terbarunya. Dipastikan, album studio ketiga bertajuk “Megatruh” tersebut bakal dikobarkan secara resmi ke skena dalam waktu dekat. Untuk membuka jalan menuju perjalanan gerilya berikutnya, Taring juga telah memperdengarkan lagu rilisan tunggal terbaru berjudul “Berapi-Api” sebagai ancang-ancang.

“Dalam hati saya bersorak, saya hanya berpikir bahwa ini harus dikerjakan. Kembali bergerilya, kembali menapaki kemungkinan-kemungkinan tentang siapa saja yang bisa digandeng untuk bekerja sama dan juga mengumpulkan sumber daya untuk mewujudkannya,” ucap Nyanknyank, tentang alasannya memutuskan menggerakkan Taring lagi dan menjalani produksi karya musik baru lagi. 

“Berapi-Api”, serta keseluruhan materi yang menjadi amunisi “Megatruh” sudah digarap Taring sejak lama. Direkam di Chronic Rock Studio dan Funhouse Studio, bersama teknisi bunyi langganan mereka, Zoteng, yang juga merupakan gitaris dari band Forgotten.

Tapi yang membuat “Megatruh” lebih istimewa, karena juga merupakan warisan karya dari mendiang Aries ‘Ebenz’ Tanto, gitaris sekaligus motor penggerak utama band Burgerkill yang meninggal dunia pada 3 September 2021 lalu. Sebagai produser, Ebenz berperan banyak di penggodokan album tersebut. Antara lain membantu memaksimalkan Gebeg dalam menyempurnakan deru dan dentuman permainan dramnya. Berbeda dibanding proses rekaman album-album Taring sebelumnya.

.

.

Di Chronic Rock, perangkat lunak rekaman yang digunakan adalah Studio One, tidak memakai Preamp. Sehingga menurut Gebeg – yang selama proses rekaman banyak mendengarkan Metallica, Sick Of It All, Burgerkill serta Depeche Mode – dibutuhkan permainan dram yang lebih stabil. Apalagi direkam dari dram langsung ke mikrofon (mic-ing) dan selanjutnya ke mixer. Sangat melelahkan, tapi hasilnya maksimal.

“Album baru ini lebih detail. Proses rekaman yang begitu melelahkan energi, pikiran dan lain-lain, tapi hasilnya puas. Sound dram sama materinya sangat puas, dan saya berhasil diskusi dan debat (saat) membuat beat dram, komposisi musik dan metode baru proses rekaman bersama Almarhum pak Ebenz. Ini proses yang sangat melelahkan, tangan bolengsek luka sakit, kaki juga kayak beres maen bola, hahaha…! (Tapi) Kami menjadi sangat senang dan lebih menikmati memainkannya. Groove-nya lebih enak dan lebih ‘mahal’ musiknya,” urai Gebeg yang selama proses rekaman banyak mendengarkan Metallica, Sick Of It All, Burgerkill serta Depeche Mode, mengenang.

Sepeninggal Ebenz, proses produksi lantas diteruskan bersama Agung Ridho Widhiatmoko aka Agung Hellfrog, gitaris Burgerkill. Ia, secara khusus ikut memberi arahan-arahan dalam memaksimalkan eksplorasi riff-riff serta struktur lagu. Tapi menurut Nyanknyank, keseluruhan proses produksi tak mengalami kendala berarti. Karena sebelumnya, ia dan Gebeg telah melalui banyak tahapan diskusi dan tukar pikiran dengan Ebenz. 

“Hal itulah yang membuat proses penggarapan single ‘Berapi-api’ (dan album) ini minor kendala. Mendiang Ebenz sebelumnya (sudah) merancang dan kami hanya tinggal mengeksekusi. Materi-materi tersebut sudah rampung semasa Ebenz masih ada, yang sedang kami lakukan sekarang adalah menyempurkan seluruh materi album ‘Megatruh’ bersama Agung Burgerkill,” tutur Nyanknyank yang mengaku sedang sering mendengarkan lagu-lagu dari Soundgarden, Terror, Slipknot, dan Mastodon selama masa produksi musik Taring.

“Berapi-Api” memuat eksplorasi hardcore/punk dengan aneka groove yang tak tertebak dan sensibilitas metal yang kuat. Berbalut lirik dan kalimat yang penuh kepalan, komposisi musik seperti ini akan selalu menjadi karakter Taring. Seperti api, yang panas dan membara.   

“Musik itu berbicara dalam emosi, ekspresi kemanusiaan yang meledak-ledak dalam nada dan distorsi. ‘Berapi-api’ akan mengomunikasikan dimensi waktu serta menjadikan hari ini layak untuk terus diingat,” seru Nyanknyank diplomatis.

Taring sebelumnya telah menghasilkan album “Nazar Palagan” (Oktober 2014) dan “Orkestrasi Kontra Senyap” (21 Oktober 2016). Di luar itu, juga pernah melepas lagu rilisan tunggal bertajuk “Kekal Menjalang” (2015), “Konfrontasi Tanpa Solusi” (2015) serta “Slaptika” (2018).

Sejak 24 Februari 2023 lalu, “Berapi-Api” yang dirilis via Revolt Records sudah bisa dilantangkan melalui berbagai platform digital streaming seperti Spotify, iTunes, Apple Music, Amazon Music, Deezer dan YouTube Music.  (mdy/MK01)

.

.