HARDTOKILL Butuh 10 Tahun Rampungkan “Resistan”

Seperti makna namanya, band keras asal Jakarta ini memang menolak keras untuk mati. Berusaha untuk terus bertahan setelah sekian tahun berkarir, meskipun ditempa pergantian personel hingga berbagai permasalahan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan, walau harus menanti selama satu dekade untuk bisa kembali memuntahkan peluru-peluru berdistorsi panas.

Kini, album terbaru Hardtokill yang bertajuk “Resistan” telah dirilis ke skena via The Agony Records sejak awal 2023, setelah tahun lalu melepas sinyal kehadirannya lewat lagu rilisan tunggal berjudul “Parasit” serta “Konsumsi Racun Legal” yang termuat di album kompilasi “Blackened Submission Vol 1” (Blackandje Records). Kedua lagu tersebut juga termuat di “Resistan”, bersama delapan trek berasap lainnya. Hardtokill sendiri terakhir kali meluncurkan album penuh pada 2012 silam, yang berjudul “Amarah Jiwa” (Firecatz Record). 

Rachmat Abdillah (gitar), Shandy Yudha (bass), Agung Sedayu (vokal) dan Fahrul Rozi (dram) mengeksekusi rekaman “Resistan” di tengah masa pandemi, selama kurang lebih satu tahun. Tapi materi lagu-lagunya, sudah mulai digarap sejak 2015 silam. Namun pada saat itu, prosesnya beberapa kali tertunda lantaran ada pergantian personel. Selain itu juga terkendala tidak adanya rekaman demo dari lagu-lagu yang sudah digarap sebagai panduan, sehingga dalam proses penggodokannya bersama dramer baru membutuhkan waktu yang cukup lama. Belum lagi kesibukan masing-masing personel yang punya kerjaan lain di luar kegiatan band, sehingga materi baru bisa mereka rampungkan pada akhir 2019. 

Masalah tidak selesai sampai di situ. Sebenarnya pada awal 2020, para personel Hardtokill sudah memutuskan untuk menggarap rekaman materi “Resistan” di studio. Mereka masuk studio pada Februari 2020, namun lagi-lagi harus terhenti pada bulan berikutnya karena terhadang pembatasan pandemi. 

“Sehingga kami harus menunda sekian bulan untuk mengikuti anjuran (pembatasan) dari pemerintah. Di pertengahan Juni, saat itu sedang PSBB, kami memutuskan untuk kembali ke studio, dengan protokol ketat dan juga (jumlah) orang yang terbatas, dengan segala ketakutan tertular virus Covid-19 yang kami rasakan saat itu. Namun, ya kami agak nekat saat itu. Di tengah kegilaan saat pandemi, kami harus tetap waras dengan cara tetap produktif untuk rekaman dan proses kreatif lainnya,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, mengenang proses kreatifnya.

.

.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Resistan” sendiri diartikan sebagai sifat suatu inang yang mampu mengurangi, menahan, atau pun mengatasi perkembangan penyakit yang menyerangnya. Kata itu sengaja dipilih Hardtokill sebagai judul album untuk menggambarkan proses rekaman yang dilakukan di masa pandemi Covid-19. Untuk tetap waras saat itu, mereka memilih untuk menumpahkan emosinya dalam bentuk karya.

Sama seperti karya-karya rekaman Hardtokill sebelumnya, elemen hardcore dan metal tetap diracik sebagai benang merah. Namun kali ini dikombinasikan dengan unsur metalcore serta death metal. Namun menurut Hardtokill, sejak awal terbentuk, sejatinya Hardtokill memang merupakan band metal hardcore, dimana musiknya kental akan perpaduan metal dan hardcore. 

“Namun seiring waktu, genre tersebut pun mengawali evolusi dengan adanya elemen death metal. Begitu pun dengan kami. Semakin mudahnya mengakses musik, kami pun secara pribadi (mulai) banyak mendengarkan musik, mulai dari hardcore, metal, death metal, grindcore. Sehingga hal tersebut berpengaruh dalam proses penulisan lagu-lagu di album ini. Kalau ditanya, apakah ini evolusi? Kami tidak berani mengklaim itu. Tapi, di album ketiga ini, secara musik dan produksi rekamannya, kami merasa cukup puas dengan hasil yang ada.” 

Kali ini, beberapa band yang bisa dibilang menjadi sumber referensi di penggarapan “Resistan”, tidak hanya datang dari band luar, namun juga dari beberapa pejuang hardcore/punk lokal macam Revitol dan Looserz. Bahkan salah satu lagu dari Looserz didaur ulang Hardtokill di “Resistan”, tepatnya yang berjudul “Our Voice” sebagai penghormatan. Sementara untuk band luar, mereka sedikit banyak menyerap dari Vader, Misery Index, Obituary, Lamb of God, Hatebreed, Earth Crisis, Caliban hingga Walls of Jericho.

Hardtokill mengakui, menggarap “Resistan” keseluruhan benar-benar memberi tantangan teknis yang seru. Karena pengerjaannya kerap tidak mempertemukan keseluruhan personel agar terhindar dari ancaman virus Covid. Akibatnya, kerap ada beberapa riff yang ketika dimainkan di bass dan gitar, hasilnya berbeda satu sama lain. Juga ketukan dram yang polanya berbeda di rekaman, dibanding saat latihan.

Selain itu, proses rekaman Hardtokill yang dilakukan di Three Sixty Studio – termasuk untuk mixing dan mastering – kali ini juga mendapat pengawalan dari seorang engineer bernama Iskandar Aziz, yang dipercaya sebagai pengarah musik. “Dalam teknisnya, banyak input yang ia berikan ketika rekaman, sehingga kami harus mengubah beberapa hal, yang pada awalnya terasa tidak asik, namun  setelah mendengarkan hasilnya, kayak, ‘Oh, iya asik juga ya?’. Tapi ketika diberikan input tersebut di awal, biasanya ada penolakan terlebih dahulu.”

Hardtokill yang terbentuk pada 3 Maret 2002, sejauh ini, sudah meletupkan tiga album penuh. Selain “Amarah Jiwa” dan “Resistan”, sebelumnya juga sudah ada karya debut “The Agony”, yang diproduksi oleh Madbox Records pada 2006 silam. Secara resmi, “Resistan” sudah digaungkan via berbagai platform digital sejak Januari 2023, dan dalam format fisik (CD) terhitung sejak 3 Maret 2023. (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
exentrix
Read More

EXENTRIX: Ajak Kembalikan Rock yang Teknikal

Walau kini hanya diperkuat dua personel, namun Exentrix masih menyimpan energi rock yang meledak-ledak, seperti yang tersalurkan di karya terbarunya.