Dipimpin oleh kibordis Alex Staropoli – walau tanpa magnet Luca Turilli dan Fabio Lione – penampilan Rhapsody of Fire di Gandaria City Hall, Jakarta tetap bisa membakar.

Jumat malam, 27 September 2024 lalu, unit symphonic power metal asal Italia tersebut memukau para penggemarnya, dalam sebuah kemasan konser ‘intim’.Ya, karena jumlah penonton yang hadir malam itu terbilang minim. Tak lebih dari setengah kapasitas ruang konser. 

Tapi justru ‘keakraban’ terjalin dari situasi itu. Alex Staropoli, vokalis Giacomo Voli, gitaris Roberto De Micheli, bassis Alessandro Sala dan dramer Paolo Marchesich menjadi sangat dekat dengan para pemujanya, yang sebagian besar mengunyah lirik-lirik yang mereka kumandangkan dengan lahap. 

Tak hanya lagu-lagu dari era saat masih bernama Rhapsody, namun juga beberapa komposisi dari formasi terkini. Khususnya dari tiga album terakhir, saat Giacomo Voli baru bergabung. 

Seperti “Challenge the Wind” dari album terbaru, lalu “I’ll Be Your Hero”, “Chains of Destiny”, “Rain of Fury”, “March Against the Tyrant” hingga “The Legend Goes On”. Lagu-lagu itu menjadi bagian dari 16 komposisi bertempo epik dan melodius yang digelorakan Rhapsody of Fire di Jakarta, malam itu.

Band bentukan 1993 silam ini sudah dua kali mengunjungi Jakarta. Sebelumnya terjadi pada 8 Maret 2016, saat lini vokal Rhapsody of Fire masih diperkuat Fabio Lione. Jadi konser kali ini merupakan yang pertama bagi Giacomo Voli.

rhapsody of fire

“Ini pertama kali buat saya, terima kasih untuk kalian yang sudah hadir di sini malam ini,” serunya dari atas panggung, sebelum mencecar audiens dengan nomor “Chains of Destiny”.

Voli sendiri berperan besar memanaskan konser bertajuk “Rhapsody of Fire: Challenge The Wind Asia & Australia Tour 2024” tersebut. Selain mempertontonkan kestabilan vokal sepanjang pertunjukan, ia juga fasih menjadi pemandu sorak di sela-sela lagu, yang tak henti-henti menjaga momentum konser agar tetap bergairah.

Termasuk saat menyerukan penonton untuk melakukan wall of death dan membentuk circle pit di sesi encore, ketika memberondong kuping lewat lagu “Wisdom of the Kings”, “Land Of Immortals” dan “Emerald Sword”.

 Di sepanjang konser yang digagas A Metal Project tersebut, para personel Rhapsody of Fire terbilang cukup bijak menyusun daftar lagu. Mewakili hampir setiap album, sejak era debut “Legendary Tales” (1997), “Symphony of Enchanted Lands” (1998), “Dawn of Victory” (2000) dan seterusnya.

Tak heran koor massal tak henti berkumandang, menyanyikan lirik-lirik lagu “Unholy Warcry”, “The March of the Swordmaster”, “Dawn Of Victory”, “Wisdom of the Kings”, “Land of Immortals” hingga “Emerald Sword”, yang sudah tertanam sejak lama di ingatan.

Secara matematis, kemungkinan besar penyelenggaraan event ini tidak mendatangkan keuntungan dari segi finansial. Tapi satu yang pasti, konser tersebut meninggalkan jejak yang mengesankan, baik oleh penonton yang hadir, maupun bagi Rhapsody of Fire sendiri.

Merupakan kombinasi aksi panggung yang maksimal, tata suara yang bening walau dihajar deru distorsi yang terus berderap sepanjang konser, dengan partisipasi penonton yang tulus dan sepenuh hati. (aug/MK02)

rhapsody of fire

Foto-foto: Dok. A Metal Project