Karya rilisan tunggal terbaru Gilas ini mengajak para pendengarnya menghadapi kekacauan dunia yang tidak lagi memberikan ruang aman untuk bertahan hidup. “War of Beast” adalah perjalanan melalui kegilaan, ketakutan, dan ketegangan.

Diambil dari sudut pandang Fredy Zulkifli, vokalis yang menulis liriknya, “War of Beast” cenderung mengungkapkan keresahan yang meningkat di tengah dunia yang tidak lagi memberi harapan untuk sebuah kedamaian. Diiringi beberapa frase yang mencerminkan kekacauan dalam berpikir dan terbawa arus gelap di bawah kendali jerat sang setan. Tidak ada masa depan yang cerah, hanya ada pusaran gelap yang melingkari malam demi malam.

Masih dengan metode yang sama saat menggarap dua rilisan lagu lepas mereka sebelumnya, yakni “Stop Thinkin’ Start Drunkin’” dan “Let Me Be Your Slave”, peracikan lagu baru kuartet rock asal Kalimantan Selatan ini juga kembali dirampungkan secara mandiri. Mulai dari proses rekaman, mixing hingga mastering.

Proses peracikan komposisi diawali dari aransemen gitar dari Moh Erwin Maulana, yang kala itu sedang gemar-gemarnya mendengarkan musik beraliran stoner rock, dan ditambahkan riff gitar yang terinspirasi dari musik Muse di bagian yang kami sebut ‘part kuda’.

Setelah itu, dikembangkan bersama oleh seluruh personel, Fredy, bassis M Abdul Azis dan dramer M Rezkiyanoor Maulidi (Iki). Sedangkan dari sisi pengisian dram, Iki menyelipkan teknik ala-ala Mike Portnoy dari Dream Theater yang terkesan agak progresif.

Kekentalan rock tetap menjadi benang merah musik Gilas kali ini. Dan bagi mereka, konsep yang mereka terapkan mungkin tidak jauh berbeda dibanding band-band rock era ’70-an sampai sekarang. Tetap dibentuk oleh karakter suara bass dan gitar yang keras, tempo dan entakan dram yang energik serta vokal yang teriak-teriak.

Tapi, “Berbeda dari single sebelumnya yang cenderung ke arah garage rock, untuk single ‘War of Beast’ kali ini, kami mencoba menampilkan musik rock yang terinspirasi dari beberapa band stoner/psychedelic rock,” urai Gilas kepada MUSIKERAS menandaskan.

Gilas menambahkan, bahwa salah satu kawan mereka memberi komentar setelah mendengarkan “War of Beast” bahwa terasa seperti (band doom metal asal Swedia) Witchcraft, tapi juga ada bau-bau band rock legendaris asal Inggris, Black Sabbath.

“Walaupun kami sendiri belum pernah nyobain rasa Witchcraft dan ngendusin bau Black Sabbath itu kayak gimana… hehehe.”

gilas

Rock Organik

Sedikit banyak, Gilas terbentuk oleh beberapa personel yang berangkat dari referensi musik yang berbeda. Bahkan bukan cuma rock. Namun, mereka mempunyai satu energi yang sama terhadap musik rock.

“Kemudian (kami) memutuskan untuk membentuk band. Akan menjadi band rock seperti apa dan bagaimana? Biar mengalir dan terbentuk secara organik sebagaimana mestinya saja. Kami bersepakat untuk tidak membatasi proses berkreasi dalam pembuatan karya yang bisa ditemukan dari aliran musik apa saja, walaupun output yang dihasilkan tetap berputar pada ranah musik rock.”

Dalam perjalanannya, Gilas selalu berusaha mencoba menghadirkan elemen-elemen baru, berdasarkan keberagaman referensi aliran musik dari setiap personel mereka, yang kemudian dikomposisikan menjadi musik rock versi Gilas. Seperti yang juga diterapkan di “War of Beast” ini.

“Kami menyerahkan ke pendengar untuk menyebut Gilas itu rock jenis apa atau mempunyai kemiripan dengan band apa, dan kami menerima segala macam penyebutan tersebut sebagai bentuk apresiasi kami kepada kalian yang sudah berkenan mendengarkan karya kami.”

Menurut Gilas, “War of Beast” adalah rilisan tunggal penutup menuju penggarapan album debut mereka. Sejauh ini, mereka telah mengumpulkan delapan dari 10 trek yang direncanakan dan sedang dalam proses pengerjaan.

“Kami berkomitmen untuk dapat segera menyelesaikan album pertama kami dan bisa mengadakan tur dalam rangka memperluas koneksi dan menyebarkan karya kami, baik nasional maupun internasional.”

“War of Beast” sendiri sudah tersedia di seluruh platform musik digital sejak 30 Oktober 2024 lalu. (mdy/MK01)