Metalhead wajib dengar album ‘Dogma Dunia Baru’, karena di album ini bakal dengar komposisi yang belum pernah ada dan (pernah) dibuat oleh band death metal lokal. Terdengar dan terkesan brutal nggak selalu harus bermain dalam tempo yang cepat serta riffing yang rumit dan teknikal, tapi lebih kepada komposisi lagu yang mematikan!”

Itu janji GrausiG, salah satu monster death metal Tanah Air yang bakal merilis album terbarunya, “Dogma Dunia Baru” pada akhir Mei 2018 mendatang. Saat ini, album yang mereka garap rekamannya di K Studio dan Apache Studio, Jakarta sejak pertengahan 2017 lalu tersebut telah memasuki tahapan pelarasan suara (mastering) yang dieksekusi di Amerika Serikat, di Mammoth studio yang juga pernah menangani album milik band metal kelas dunia seperti Sodom, Toxic Holocaust, Magrudergrind hingga Iron Reagan.

Ada delapan komposisi berbahaya yang disuguhkan formasi GrausiG saat ini, yakni Isma Bolonk (vokal), Mame Rusak (gitar), Septian (gitar), Ewin Naiborhu (bass) dan Denny (dram) di “Dogma Dunia Baru”. Semuanya lahir dari proses workshop, dimana mereka selalu berusaha mengedepankan komposisi.

“Seperti apa yang akan disajikan di album terbaru, selalu ada progres dari album sebelumnya, tidak melulu hanya mengedepankan tempo yang cepat dalam mengaransemen sebuah lagu death metal, terlebih mencari ciri dan karakter baru yang belum pernah dimainkan bahkan dibuat oleh band death metal lokal maupun luar negeri. Membuat suatu komposisi yang ‘catchy’ tapi tetap dengan nuansa death metal jauh lebih rumit dibanding membuat komposisi yang hanya mengandalkan speed maupun teknik semata. Referensi dibawa oleh masing-masing personel yang kemudian disatukan pada saat workshop,” urai pihak GrausiG kepada MUSIKERAS meyakinkan.

Dan untuk memastikan agar kerja keras mereka mengolah komposisi bisa tersampaikan dengan baik, GrausiG tidak ragu-ragu mengirim hasil rekaman mereka ke Amerika Serikat untuk mendapatkan hasil mastering yang paling ideal. Karena mereka beralasan, standar mastering untuk musik metal di luar sana jauh berbeda jika dibandingkan standar musik metal lokal.

“Banyak juga operator mastering lokal yang belum tahu seperti apa dan bagaimana standar untuk musik death metal. Sering kita denger album maupun lagu band death metal luar yang hasil (rekaman)nya lebar, padat… diputer di volume kencang atau kecil sekali pun detailnya masih sangat jelas terdengar.”

Sementara dari lini lirik, “Dogma Dunia Baru” menonjolkan kekhawatiran situasi yang terjadi di sekitar kita pada saat ini, yang seakan mengarahkan kita semua menuju ke arah pembentukan dunia baru. “(Dunia) yang selalu membenarkan segala sesuatu tanpa peradilan, penghakiman sepihak terhadap seseorang maupun suatu kelompok minoritas. Tiap-tiap lirik lagu merupakan satu kesatuan yang membentuk sebuah tema, yaitu Dogma Dunia Baru.”

Di album terbaru ini, bisa pula dibilang sebagai penanda kebangkitan GrausiG untuk kesekian kalinya. Setelah melewati beberapa kali proses bongkar pasang personel, dan bahkan pernah pula vakum selama lebih dari satu dekade, akhirnya GrausiG memutuskan untuk kembali menancapkan identitas karakter musikalitas mereka yang sesungguhnya. “Dogma Dunia Baru” menjadi momentum bagi GrausiG untuk kembali mengibarkan logo lama mereka, seperti yang dulu menghiasi dua album awalnya, di era ‘90an. Bagi mereka, logo lama GrausiG dirasa lebih mewakili materi serta musikalitas ‘death metal’.

GrausiG yang dibentuk pada 1989 oleh Yahya Wacked (mantan vokalis awal band metal senior Sucker Head), mendapatkan namanya dari bahasa Jerman yang berarti ‘menyeramkan’. Selama menjalani karirnya yang terentang hampir 30 tahun, GrausiG telah menghasilkan beberapa jejak karya rekaman, yaitu “Feed The Flesh To The Beast”, sebuah album mini yang dirilis dalam format kaset oleh Graveyard Prod pada 1997 dan dirilis ulang setahun kemudian oleh Colours Prod.. Lalu album penuh debut bertajuk “Abandon, Forgotten and Rotting Alone” (1999) dirilis via Independen Records/Aquarius Musikindo. Berikutnya sebuah EP berformat kaset berjudul “Tiga Dimensi” (2002) via Alfa Records dan “In The Name Of All Who Suffered And Died” (2013), lalu single “God’s Replicated” (2014) dan kaset kompilasi “Feed The Flesh Who Suffered And Died”. Pada 2016, GrausiG merilis album “Di Belakang Garis Musuh” via Majemuk Records, yang lantas dirilis ulang setahun kemudian oleh Obscure Musick, sebuah label independen asal Amerika Serikat. (mdy/MK01)