Akhirnya, setelah bergulir selama satu dekade, unit musik keras asal Lampung, Paint in Black bisa merilis karya rekaman perdananya, berupa album debut bertajuk self-titled.  Itu pun dilewati dengan tidak mudah. Di tengah proses penggarapannya, band ini ditinggalkan dramernya, sehingga membuat keseluruhan jadwal produksi sempat terhenti.

Proses penggarapan album “Paint in Black” sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak 2013 silam. Keseluruhan konsep materi sudah siap. Para personelnya saat itu, yakni Rio (vokal), Dedi (bass), Achmar (gitar), Febi (gitar) dan Agung (dram) mengeksekusi rekamannya di studio rekaman rumahan milik mereka sendiri, bekerja sama dengan Nagasaki Kohaku Production. Dari proses ini, lahirlah beberapa single seperti “Heaven or Hell”, “Perang Citra”, “Industri Robot Distorsi” dan “Mata Api” yang telah ditasbihkan dalam bentuk album mini (EP).

Namun sayang, saat produksi menuju album sedang berjalan, muncul kendala dari dramer mereka, Agung, yang memutuskan untuk hengkang di tengah pengerjaan album. “Dari situ, mau gak mau proses album tertunda untuk mencari pengganti dramer kami yang hengkang. Karena mencari seorang dramer dengan karakter musik Paint in Black kan nggak mudah. Dan akhirnya, pada 2018 ini-lah album baru selesai digarap semua dengan dramer baru,” ulas pihak band kepada MUSIKERAS.

Oh ya, kini Paint in Black diperkuat oleh Wawan, yang sebelumnya tercatat sebagai dramer di unit death metal asal Metro, Lampung, Deadly Shympony. Bagi para personel Paint in Black, keberhasilan merampungkan dan merilis album debut tersebut merupakan sebuah langkah kemajuan dalam karir bermusik mereka.

Dan bicara soal musikal, di album “Paint in Black”, mereka mencoba membuat konsep yang lebih easy listening dengan serapan referensi yang kaya, dari berbagai selera para personelnya.

“Masing masing dari personel kami punya serapan referensi musik, dan tugas kami membungkus cara bermain masing-masing personel menjadi satu kesatuan yang akhirnya bisa membentuk karakter bermusik Paint in Black. Serapan referensi itu di antaranya berasal dari Exodus, Gojira, Slayer, Metalica, Lamb of God, Linkin Park, Anthrax hingga Black Sabbath. Banyak deh pokoknya, selama musik itu enak dan masih satu arah dengan cara bermusik Paint in Black pasti kami jadiin refrensi juga. Jadi nggak selalu idealis ke satu genre aja.”

Mengambil nama awalnya dari judul lagu band rock legendaris dunia, The Rolling Stones, yakni Paint it Black, formasi awal band yang sama-sama duduk di bangku SMA memulai guliran karirnya pada 2008 silam di Metro, Lampung. Mereka, yakni Lucky (vokal), Nanang (vokal), Andreano (gitar), Amuse (gitar), Khotman (dram) dan Rio (bass) punya cita-cita untuk menjadi musisi profesional. Namun, seiring berjalannya waktu, formasi Paint it Black selalu mengalamani perubahan baik dari segi formasi, personel, aransemen, hingga nama. Hingga pada suatu titik, nama Paint it Black pun diubah menjadi Paint in Black dengan harapan mampu membentuk sebuah band yang lebih profesional dalam berkarya. (Mdy/MK02)