Sebuah unit ‘horor’ bernuansa doom/stoner rock asal Semarang yang menamakan dirinya Balau telah merilis single instrumental plus video musik debutnya yang bertajuk “Bhairawa Tantra”. Tepatnya pada Sabtu Pahing, 19 Sapar 1953 atau 19 Oktober 2019 lalu, via laman YouTube Balau Musik.
Apa itu “Bhairawa Tantra”?
Balau yang dimotori duo musisi Suryanegara Hanata Kusuma dan Putra Fuadillah menyebut judul tersebut terinspirasi dari kisah masa lampau Tanah Jawa, sebuah sekte yang sangat sakti pada masanya. Konon dahulu banyak orang, bahkan ulama atau kiai yang mencoba masuk ke Tanah Jawa sejak tahun 700-1300, namun gagal karena dimakan atau dijadikan tumbal. Karena orang-orang di Tanah Jawa masa itu terkenal dengan kesaktiannya, dan Tanah Jawa sendiri juga terkenal keangkerannya karena dihuni berbagai macam mahkluk halus.
“‘Bhairawa Tantra’ berawal dari ceramah Gus Muwafiq. Waktu itu sedang marak-maraknya saling mengharamkan, mengkafir-kafirkan, dikit-dikit bid’ah dan lain-lain. Kalau nggak salah kejadian itu sekitar pertengahan atau akhir 2017. Lalu secara tidak sengaja saya menemukan ceramah Gus Muwafiq yang membahas soal sejarah tumpeng dan sejarah pulau Jawa pada masa lampau. Ternyata berdasarkan ceramah tersebut, tumpengan (ternyata) adalah salah satu ritual yang mengerikan dari sekte Bhairawa Tantra pada masa lampau. Menurut kami, gila banget ternyata di Jawa ada yang kaya gini. Lalu kami mencoba mencari literasi atau referensi-referensi lain, tapi hanya sedikit yang kami dapat. Berbekal hal tersebut kami mencoba menginterpretasikan apa yang kami tangkap dalam bentuk musik yang kami usung,” papar Putra kepada MUSIKERAS, mencoba memperjelas.
Tema’ horor’ tersebut lantas mereka balut dengan nuansa rock berkontur doom dan stoner agar mendapatkan ‘rasa ngeri’ yang diinginkan. Balau mengaku banyak terhipnotis olahan musik dari OM dan Sleep (AS) serta Monolord (Swedia) dan sejenisnya, saat menggarap “Bhairawa Tantra”.
“Tapi kami menyebutnya dengan (istilah) rock purbakala. Alasan utama mungkin kami lebih ingin menyampaikan, bahwa budaya kita – dalam artian tumpengan – itu belum pasti haram, atau bid’ah, dan sebagainya, walaupun tentunya kami bukan ahli agama. Pasti ada sejarah yang bisa menjelaskan hal-hal tersebut dan kami ingin menyampaikannya dengan cara dan musik yang kami usung. Yang paling penting adalah ‘Yen dadi wong Jowo ojo nganti Jowo mu ilang’.
Oh ya, Balau yang tercetus pada Sabtu Pahing, 23 Sapar 1952, atau 3 November 2018 lalu ini, mendapatkan ide namanya dari kata ‘kacau balau’, yang berlatar belakang dari cerita dan pengalaman masing-masing personel dalam dunia musik. Selain itu, Balau juga merupakan nama salah satu jenis pohon yang kokoh dan mulai langka di Indonesia. “Dalam nama Balau, kami berharap dan berdoa agar kami bisa kuat dan kokoh seperti pohon tersebut.”
Saat ini, Balau tengah menjalani proses penggarapan album mini (EP). Sejauh ini sudah menghasilkan tiga lagu yang sudah rampung direkam di Strato Studio Semarang, dan berencana bakal merilisnya dalam format fisik. (aug/MK02)
.
Leave a Reply