Fenomena rasisme terhadap suku, ras, agama dan antar golongan – atau biasa disingkat SARA – yang kini menjadi realita di masyarakat dunia, telah dijadikan pijakan proses kreatif Eden Adversary, unit symphonic deathcore asal Kota Solo dalam berkarya. Baru-baru ini mereka melampiaskan protesnya lewat single bertajuk “Blood Aversion” yang merupakan interprestasi dari kebencian dan keengganan yang mendarah daging.
“Proses pembuatan lirik ‘Blood Aversion’ banyak menggunakan mengunakan diksi metafora dan sarkasme,” tandas pihak band kepada MUSIKERAS. “Kandungan lirik tersebut menceritakan akar-akar rasisme dunia berdasarkan fakta sejarah serta tragedi kemanusiaan dari sudut pandang pelaku (eksekutor), korban (sasaran), dan sudut pandang komposer karya.”
Tema lirik tersebut sejalan dengan misi Eden Adversary, yang tersirat dari makna pemilihan namanya. ‘Eden’ merupakan taman firdaus, atau dalam konteks kaum barat bisa berarti surga. Sementara ‘adversary’ berarti musuh. Jadi nama ‘eden adversary’ dimaknakan sebagai perlawanan terhadap manusia-manusia yang merasa dirinya dijanjikan atau diwakilkan oleh surga, mereka yang merasa dirinya berada di atas orang lain, mereka yang menghalalkan segala cara demi nafsu dan kepentingan mereka sendiri. Juga sebagai simbol perlawanan terhadap dogma sosial, paham ekstrimis, manusia dan politik korup yang merusak keharmonisan dunia.
Itulah salah satu sebab, single “Blood Adversion” mereka rilis tepat 25 Desember 2019 lalu, untuk mengingatkan manusia di dunia untuk melawan rasisme apa pun bentuknya. “(Kami) Mengajak untuk selalu akrab terhadap sesama dan menghargai budaya orang lain.”
Proses produksi awal single “Blood Aversion” sendiri dikerjakan di studio salah seorang personel mereka, lalu selanjutnya diteruskan ke proses mixing dan mastering di Hiatus Records. Keseluruhan proses sejak awal hingga selesai menghabiskan waktu kurang lebih empat bulan.
Symphonic deathcore yang menjadi amunisi utama Eden Adversary dalam pengeksekusian “Blood Aversion” diwujudkan dalam geberan distorsi yang keras, ‘gelap’, dan menghantam, yang dipadukan dengan balutan orkestrasi yang memberikan nuansa musikalitas indah dan elegan. Dalam konteks musikal tersebut, Eden Adversary yang diperkuat formasi Christian (vokal), Irfan Maulana (gitar), Adam Iskandarsyah (bass), Tommy Dwi Putra (dram) dan Novan (kibord) banyak mendapat pengaruh dari band-band mancanegara seperti Lorna Shore, Fleshgod Apocalypse, Shadow of Intent, Behemoth, Dimmu Borgir hingga Thy Art is Murder.
Setelah perilisan “Blood Aversion” yang bisa didengarkan via berbagai kanal digital seperti Sportify, iTunes, Deezer hingga YouTube, Eden Adversary juga telah menyiapkan dua buah karya lagi serta sebuah video musik. Selanjutnya, band yang terbentuk pada 2019 lalu ini juga akan memulai proses produksi album yang rencananya dirilis tahun ini. (aug/MK02)
.
Leave a Reply