Jika mengharapkan kepala Anda didikte dengan lirik-lirik tentang siksa neraka, iblis-iblis antah berantah, dajjal dan sejenisnya, maka band berbahaya dari Boyolali, Jawa Tengah ini bukan pilihan. Dengan balutan distorsi panas yang menyembur deras di olahan musiknya, Diminish Perception lebih peduli mengangkat isu-isu sosial di liriknya. Seperti yang kembali mereka lampiaskan di karya rekaman terbarunya yang bertajuk “Martir”.

Ya, kata ‘martir’ berasal dari kata Bahasa Inggris, ‘martyr’ yang mereka maksudkan sebagai ‘saksi’. Lewat single “Martir” yang dilepas resmi pada 14 Mei 2020 lalu , Diminish Perception yang diperkuat formasi Negareva ‘Ega’ (vokal), Bhima Farandhy (gitar) dan Amirudin ‘Bejoys’ (dram) melontarkan peringatan, menjadi saksi dari sebuah perjuangan.

“Dari berbagai kejadian yang sedang gencar saat ini, saya menuliskan lirik ini dalam kondisi bangsa yang sedang genting akan kebenaran yang ada, (banyak pihak) mencari celah untuk menumbangkan pemimpin yang tidak dikehendaki serta menolak kebijakan-kebijakan yang dibuat demi pemuasan dari satu golongan, dengan seruan diskriminalisasi, penistaan serta seruan ketidakbecusan dalam memimpin,” cetus Ega menjelaskan.

Proses pembuatan karya-karya Diminish Perception sendiri sebernarnya cukup unik. Diawali dari Bhima yang membuat notasi lagunya di perangkat lunak Guitar Pro, lantas dikirim via email ke Bejoys untuk ditindaklanjuti. Proses seperti itu sudah mereka jalani sejak 2012, karena terkendala kesulitan para personelnya untuk berkumpul.

“Bhima tinggal di Semarang, Bejoys dan Ega di Solo. Untuk proses lagu ‘Martir’ sebenernya terhitung sebulan untuk finalisasi aransemennya. Tapi untuk proses rekaman lumayan lama. Guide untuk gitar dibikin di studio rumahan di Semarang dan di Winsome, Solo untuk take dram,” beber pihak band kepada MUSIKERAS.

Diminish Perception sendiri terbentuk didasari kesepakatan para personelnya yang doyan ‘kebut-kebutan’ di ranah death metal. Maka dari segi musikal, “Martir” sangat mewakili kebuasan tersebut. Mereka menegaskan bahwa inilah death metal versi mereka, yang telah mulai diaplikasikan sejak penggarapan album “Monarki” yang diluncurkan pada 8 Agustus 2018 lalu.

“Kami bertiga sepakat doyan ngebut, jadi hasilnya seperti karya-karya kami ini. Untuk referensi kami lebih (mengarah) ke The Faceless, Nile, Soreption, Necrophagist, Dying Fetus dan Origin. Tidak ada perubahan konsep dibandingkan album ‘Monarki’. Karakter Diminish Perception bakal konsisten seperti ini. Kami ngebut dan tegas.”

Sejak dibentuk pada 2012 silam, Diminish Perception seolah ingin menunjukkan sisi yang berbeda dari death metal itu sendiri. Tumbuh dan berkembang dari sebuah komunitas GPC Underground Kota Boyolali, membuat band ini semakin kokoh dalam mengarungi kerasnya dunia ‘bawah tanah’ di Jawa Tengah. Nama Diminish Perception sendiri, rupanya sebuah plesetan dari judul lagu salah satu band technical death metal, Necrophagist yang bertajuk “Diminished To Be”.

Setelah “Martir”,  Diminish Perception bakal meneruskan penggarapan lagu-lagu untuk materi album kedua. Sejauh ini mereka hanya perlu mematangkan notasi-notasi lagunya sebelum menghajarnya di studio rekaman. “Cuma untuk situasi seperti ini mungkin juga tertunda dalam waktu yang belum bisa ditentukan. Mau rekaman juga masih susah. Jadi kami lebih mikirin konsep biar benar-benar matang.” (mdy/MK01)

.