Preferensi setiap personel yang beragam membentuk musik keras tanpa kekangan, memadukan riff-riff berat ala stoner dengan intensitas metalcore, melahirkan konsep musik yang sarat akan lonjakan estetis, ekspresi emosi serta idealisme. Formulasi itulah yang akhirnya tertuang dalam “Layanan Perang”, single perdana Paraphernalia yang telah rilis pada 21 Januari 2021 lalu.
Layaknya materi-materi Paraphernalia yang lain, yang terpusat pada tema kudeta, sosial-politik, konsumerisme, perang, isu lingkungan, kekerasan hingga krisis eksistensi. “Layanan Perang” menjadi balada setiap personelnya, sebagai perwakilan batin mereka memasuki medan skena musik Yogyakarta.
“Layanan Perang” yang berdurasi hampir tujuh menit itu sendiri mengumbar riff chorus yang catchy dan groovy, dimana porsi besar komposisi lagu berpusat pada chorus tersebut, lalu dibumbui dengan verse yang cepat ala metalcore plus taburan bumbu nuansa okultis pada pertengahan serta plot twist di akhir lagu.
Arip Sugianto (vokal), Nanda Kevin (gitar), Haryo Nugroho (bass) dan Santara Deva (dram) menyebut “Layanan Perang” disusun untuk memberi serangan jantung serta lonjakan tempo yang dieksekusi secara halus, seimbang, dan senyaman mungkin tanpa mengorbankan groove hanya demi mengejar nuansa ‘prog’. Ada liukan struktur dan warna lagu secara drastis, yang bernuansa progressive, maupun fusi anomali jazz menuju breakdown yang ekstrim nan menyenangkan.
Sebenarnya, Paraphernalia mulai menggarap “Layanan Perang” sejak awal 2019 lalu, dimana saat itu mereka langsung memproyeksikan sebuah komposisi lagu yang ‘heavy’ tetapi juga ‘groovy’. Sebuah lagu yang terkesan lebih dinamis tanpa harus menggeber blastbeat atau low open note hingga akhir lagu.
.
.
“Prefensi musik setiap personel yang berbeda juga membantu dalam memberi warna-warni dari single ‘Layanan Perang’ ini, terlihat pada kontras antara awal lagu yang bergaya stoner dan metalcore dan akhirnya yang berbanding terbalik menjadi slamming death metal. Selama proses pembentukan lagu kami selalu mencoba untuk terbuka pada kemungkinan-kemungkinan musikalitas yang ada. Tetapi juga menahan diri agar tidak memaksa dan mengorbankan pesan dan dinamisi lagu tersebut,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, memperjelas.
“Layanan Perang” direkam di JB Rekam yang berada di Yogyakarta selama dua hari. Pengerjaannya melibatkan Riski Farid selaku produser, sosok yang kerap menjadi sound vendor atau sound di beberapa gigs yang diikuti Paraphernalia. Riski juga dinilai sebagai pilihan yang tepat karena sudah sangat mengenal karya-karya Paraphernalia.
Setelah perilisan “Layanan Perang”, selanjutnya Paraphernalia yang dilahirkan oleh gabungan empat mahasiswa seni rupa di Yogyakarta ini memfokuskan diri untuk merekam salah satu materi lagu baru mereka, sambil menulis beberapa lagu tambahan lainnya.
Oh ya, asal kata Paraphernalia diambil dari bahasa Inggris yang berartikan peralatan yang dibutuhkan sebuah operasi atau aktivitas tertentu. Membawa nama tersebut, diharapkan Paraphernalia menjadi alat berat multifungsi, efisien dalam ritme yang dipilih, saling mengisi setiap bagian yang ada menciptakan teknikal epik dalam suara yang ‘mentah’ namun jujur. Iringan intensitas tinggi dari lagu yang sedang bermain akan dijinakkan oleh melodi menenangkan hanya untuk menyerang pendengar lebih keras di menit berikutnya. (aug/MK02)
Leave a Reply