Unit alternative rock/metalcore asal Jakarta ini kembali meluncurkan karya rekaman, sambil membawa keresahan baru. Lewat single bertajuk “Dwipanca”, formasi terbaru Undelayed menumpahkan curhatan mereka tentang krisis seperempat abad (quarter life crisis), sebuah hal yang kini dirasakan oleh semua personel band ini.
Menjadi dewasa, ungkap Undelayed, bukanlah sebuah hal yang mudah bagi setiap manusia yang sedang berada dalam prosesnya. Masalah seperti tekanan dari dunia kerja, ekspektasi besar dari orang tua, tanggung jawab yang semakin berat untuk menggapai mimpi dan berusaha beradaptasi dengan segala macam perubahan dalam hidup adalah hal yang mesti dihadapi oleh mereka yang tengah berada di seperempat abad hidupnya. Dan bagi Undelayed, transisi antara masa muda menuju ke dewasa terasa terlalu cepat. Banyak hal seru yang seolah berlalu begitu saja.
“Saat ini pikiran kayak ‘besok mau ngapain ya?’ secara jelas digantiin dengan pikiran ‘gimana gua bisa survive besok?’. Plus seiring bertambah usia, kita harus ngeliat banyak perubahan di hidup. Mulai dari kehilangan orang yang berarti, ngeliat orang terdekat ngalamin hal buruk, ngeliat banyak ketidakbenaran, secara nggak langsung bikin gue mikir kalo adult life ini serem banget. Cuma ya harus kita lalui,” beber Raga Maharasta, bassis Undelayed, sekaligus penulis lirik “Dwipanca”.
Metalcore masih menjadi nadi utama Undelayed di single barunya tersebut, dimana band yang dihuni formasi Raga Maharasta, Yanuar Rizky (vokal), Dzikri Mufidi (gitar), Davian Raditya (gitar) dan Bagus Wirabrata (dram) ini mengedepankan terapan riff tematik yang heavy, tempo lagu yang cepat serta alunan chorus yang super catchy.
.
.
Tapi kali ini, Undelayed tidak takut untuk mengeksplorasi metalcore ke arah yang lebih liar lagi. Di antaranya, mereka kini menyisipkan blast-beat dan nuansa atmospheric post-black metal ala Deafheaven, Ghost Bath dan Oathbreaker ke dalam lingkar metalcore yang dieksekusi dengan emosi maksimal.
Bagi band yang terbentuk pada 10 April 2015 silam ini, energi dan warna baru di musik mereka ini tak pernah terbayang sebelumnya. Dan formula ini juga merupakan trik mereka untuk membuat metalcore terdengar tidak membosankan atau monoton.
“Visi kami sebagai band memang bukan hanya bawain metalcore aja. Justru tantangan kami adalah gimana membuat metalcore yang tetap fresh dan nggak terdengar basi. Maka dari itu, kami nggak takut untuk masukin banyak elemen lain ke dalam musik kami, termasuk pengaruh musik pop. Karena kami ingin membuat metalcore yang heavy tapi tetap catchy,” urai pihak band kepada MUSIKERAS, mempertegas.
Bahkan bisa saja, lanjut Undelayed lagi, dalam membuat lagu mereka lebih mendahulukan topik dari pesan yang ingin mereka sampaikan, bukan berdasarkan jenis musiknya. “Sebisa mungkin kami mencocokkan musiknya dengan pesan yang ada di lagu kami. Hasil akhirnya, ya bisa aja lagu kami nantinya sama sekali nggak metalcore. Tapi saat ini, kami masih nyaman membawakan heavy music.”
“Dwipanca” sendiri sebenarnya telah rampung ditulis sebelum Undelayed merilis single “Karnesha” pada awal tahun lalu. Namun kepergian dramer Yudha Erlangga membuat mereka menahan untuk merilis lagu tersebut dan memilih mengerjakan “Karnesha” sebagai penghargaan (tribute) bagi sang dramer yang telah berpulang ke pangkuanNya. Bisa pula dibilang, “Dwipanca” adalah karya terakhir mendiang Yudha Erlangga bersama Undelayed.
Saat ini, Undelayed yang sebelumnya sudah pernah merilis album mini (EP) “Primordial” (2017) sudah mulai menulis materi-materi lagu baru, sambil menjalani promosi single “Dwipanca”. Namun sejauh ini belum ada rencana pasti kapan materi tersebut bakal dirilis. “Namun sudah dipastikan kami nggak akan berhenti merilis karya baru.” (mdy/MK01)
Leave a Reply