“Mana mungkin kekerasan sebagai kewajiban suci? Agama seharusnya jadi penawar bagi kekejaman.”
Geliat brutal namun terstruktur dari jaringan teroris yang mengatasnamakan agama di Tanah Air kali ini menjadi sorotan tajam Konspirasi, pejuang musik keras berbasis grunge asal Jakarta. Di karya lagu rilisan tunggal terbarunya yang bertajuk “Doktrinisasi”, band bentukan Oktober 2008 ini menegaskan eksistensi nyata para teroris, sekaligus mengecam visi dan misi pergerakannya.
Konspirasi yang kini diperkuat formasi baru, yakni Candra ‘Che’ Johan (vokal), Romy Sophiaan (bass), Marcell Siahaan (dram) dan gitaris terbarunya, Mecko Kaunang menyebut proyek khilafah Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) sudah runtuh. Tapi bukan berarti para pendukung utopia khilafah tersebut mati. Mereka terus mencari pola baru, merekrut pendukung di dunia nyata atau maya. Karena itu, Che menulis syair pembuka “Doktrinasi” dengan kalimat: “Jaringan teroris selalu eksis”.
Karena faktanya, pada bulan Ramadhan 2022 lalu, Densus 88 telah melakukan penangkapan terhadap puluhan tersangka teroris di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya Meilani Indria Dewi alias Lani, ditangkap 8 Maret 2022 di Lampung. Lani dituduh masih merawat api perlawanan pada negara secara daring, menjadi desainer di balik konten-konten propaganda ISIS, yang lantas disebarkan melalui Annajiyah Media Centre. Kenyataan itu ditulis Che dalam tuturan lirik: “Ayat jihad yang dimanipulasi, menanamkan doktrin mati syahid. Karena paham yang salah, ekstremisme makin mewabah.”
ISIS sendiri merupakan kelompok teroris paling efektif memanfaatkan propaganda di dunia maya. Materi doktrinasi, pemahaman berbasis takfiri yang mudah mengafirkan orang terus dilancarkan. Cara kekinian itu membuat ISIS lebih masif. Dan Che, lagi-lagi menuangkannya dalam penggalan syair: “Akibat doktrin yang sesat, orang taat rela terlibat. Karena iman yang buta, kekerasan tercipta.”
.
.
Proses radikalisasi atau setanisasi itu, ironisnya, masih saja terjadi. Situs berita Kompas.com pernah mengungkapkan fakta pada 21 Maret 2022 lalu, bahwa Kepala Densus 88 Anti-Teror Polri Irjen, Marthinus Hukom mengklaim telah menangkap 56 jaringan teroris sepanjang 2022. Jumlah itu menunjukkan tren peningkatan. Pada 2020 ada 232 teroris yang ditangkap. Sementara pada 2021 meningkat menjadi 370. Namun angka kejadian terorisme turun dari 13 kejadian pada 2020 menjadi enam kejadian pada 2021. Tahun lalu, penangkapan-penangkapan itu menurunkan tingkat serangan. Dengan jumlah penangkapan yang begitu banyak, mengindikasikan bahwa terorisme masih ada. “Aksi teror terus mencuat. Akibat paham yang sesat,” tulis Che lagi di umbaran liriknya.
Para manipulator sadar, teror paling bahaya itu dimotivasi menggunakan agama. Dan agama dipakai untuk sandaran pembenaran moral. Ayat jihad dimanipulasi jadi sumber ideologis untuk melakukan kekerasan. Menurut Che lewat syairnya, aksi bom bunuh diri bukan kewajiban suci. Membunuh nyawa manusia, bukan perintah agama. Karena mana mungkin kekerasan sebagai kewajiban suci? Agama seharusnya jadi penawar bagi kekejaman.
Terlepas dari lirik, embrio lagu “Doktrinasi” sendiri sebenarnya sudah mulai digodok gagasannya sejak 2019 lalu. Merupakan hasil jamming di studio antara Marcell, Romy dan Mecko. Ide riff-riff lagu ini muncul saat Romy mendengarkan lagu “Check My Brain” dari monster grunge dunia, Alice In Chains. Sementara Che di studio mencari alur vokal yang pas untuk lagu tersebut.
Proses kreatif menciptakan “Doktrinasi” murni hasil jamming formasi baru Konspirasi di studio, tanpa kehadiran Edwin Marshal Syarif, gitaris sebelumnya. Sosok Mecko bukan orang asing di tubuh Konspirasi, karena sebelumnya ia memang sudah sering memperkuat show Konspirasi di beberapa panggung.
Tapi kepada MUSIKERAS, Che menegaskan tak ada yang berubah di terapan konsep musik Konspirasi. Benang merahnya masih dijaga ketat. “Seperti stop and go dynamic khas grunge. Kali ini dengan kehadiran Mecko, struktur lagu terutama di bagian interlude, permainan gitarnya lebih liar, kasar dan raw, seperti sumbangan artistik gitaris Kim Thayil di lagu-lagu Soundgarden.”
Jadi walau pesan yang termuntahkan di lirik terkesan lumayan kuat mendominasi, namun Che justru merasa garapan musik di Konspirasi bisa mengimbanginya dengan manuver yang juga menantang. Baginya, Konspirasi itu merupakan grunge yang mesra dengan sentuhan metal.
“Komposisi musik Konspirasi selama ini malah selalu memancing saya melakukan akrobat notasi nada vokal yang liar. Garapan musik tidak hanya mengimbangi. Saya sebagai pembuat syair malah merasa ‘kawin’, melebur dan larut bersama komposisi musiknya.”
Lagu “Doktrinasi” sudah bisa didengarkan di semua platform musik digital, seperti Spotify, Apple Music, Resso dan YouTube Music sejak 30 September 2022 lalu. Sebelumnya, Konspirasi sudah pernah merilis album penuh berjudul “Teori Konspirasi” pada 2012 silam. (mdy/MK01)
.
.