Proses terbentuknya band berpaham deathcore asal kota Sidoarjo, Jawa Timur ini terbilang unik. Mereka dipertemukan atas keisengan untuk meramaikan hajatan musik regular di sebuah cafe. Namun usai menjalani beberapa kali latihan, ternyata acara yang dibidik batal diselenggarakan. Alih-alih membubarkan band proyek tersebut, para personelnya malah sepakat untuk meneruskannya. Singkat cerita, lahirlah Catastrophia, yang disahkan pada 23 Januari 2022.

Keseriusan itu membuahkan hasil. Pada 10 Mei 2022 lalu, sebuah lagu demo bertajuk “Amarah” berhasil dieksekusi oleh kelima personelnya; Alfito Firdaus (vokal), Naufal Manaf (gitar/vokal), Jidan Fachrezi (gitar), Hymta Alex (bass) dan Panji Asmoro (dram). Lalu baru-baru ini, “Amarah” kembali dilantangkan lewat media promo berformat video lirik secara resmi. Sebuah versi yang telah mengalami pelarasan ulang di kualitas audionya (remastered).

“Amarah” sendiri, menurut bocoran Catatstrophia kepada MUSIKERAS, sebenarnya merupakan stok lagu bawaan Alfito dan Naufal dari band lama mereka. Beberapa gestur riff yang diterapkan di “Amarah” tadinya direncanakan dipakai di lagu band lama mereka. Salah satunya di bagian intro.

“Setelah tiga tahun lamanya, riff itu dibiarkan begitu saja, akhirnya Alfito dan Naufal memutuskan untuk menggunakannya untuk lagu ‘Amarah’. Lagu tersebut mulai digarap pada bulan Februari dan dirilis pada bulan Mei sebagai versi demo. Kesulitan dalam penggarapan lagu tersebut ialah pemilihan melodi dan (ketukan) dram yang groovy. Sementara untuk penulisan lirik, sang vokalis sering berkata bahwa lirik dari lagu ‘Amarah’ ini tidak memiliki backstory tersendiri. Lirik yang ia tulis seketika muncul saja di benaknya, dan ia merasa bahwa lirik tersebut cocok dengan musiknya yang penuh energi dan menggebu-gebu,” beber pihak band berterus-terang. 

.

.

Lirik yang terdengar sarat luapan amarah, lalu disepakati dilampiaskan dalam keberingasan deathcore, dimana Catatstrophia memadukan nuansa deathcore dan metalcore menjadi satu. Banyak riff khas metalcore dan deathcore era 2000-an tersirat di lagu tersebut, plus terapan teknik blastbeat di dram yang lantas dibalut dengan patahan breakdown yang berat, sebagai ciri dari musik deathcore itu sendiri. 

Para personel Catatstrophia mengakui, tantangan yang sering ditemui saat proses penggodokan “Amarah” adalah pemilihan breakdown yang tepat dan pas untuk lagu tersebut. Lalu di sisi lain, mereka juga masih menambahkan beberapa bagian yang simfonik sebagai bumbu penyedap. Bisa dibilang, kiblat Catastrophia untuk genre ini adalah berkisar pada band-band dunia macam As Blood Runs Black, Bring Me The Horizon, As I Lay Dying dan pejuang lokal, Revenge the Fate.

“Ketika kami berlima berunding untuk pemilihan genre, kami sepakat untuk memilih deathcore karena ingin musik kami lebih heavy dan lebih dark pada instrumennya. Kami sendiri juga sangat suka pada riff deathcore pada era tahun 2000-an, karena beberapa permainan teknikal ala death metal, dan breakdown itu pula yang membuat kami terpacu untuk memainkan genre deathcore. Salah satu alasan lain adalah karena sang vokalis, Alfito sudah tidak ingin menyanyikan vokal clean lagi. Namun sang gitaris, Naufal tetap ingin memasukkan vokal clean. Maka dari itu kami sepakat untuk memasukkan vokal clean hanya untuk bagian reff saja.”

Tentu saja dilepasnya “Amarah” ke publik metal tidak membuat Catatstrophia langsung puas. Sebuah karya baru kini telah diancang-ancang untuk disebarliarkan pada Januari atau Februari tahun depan. Lagu itu berjudul “Menuju Keabadian”, dan juga merupakan karya demo lama mereka yang sudah mendapatkan perlakukan remastered. Kedua karya lagu tersebut, rencananya bakal menjadi bagian dari album mini (EP) pertama Catastrophia, yang juga ditargetkan bisa rilis tahun depan. (mdy/MK01)

.

.