Belakangan, formula persilangan aliran di ranah musik keras semakin menjamur. Kreativitas memang susah dibendung dan dibatasi. Tak ada pakem tertentu yang bisa jadi acuan. Apalagi jika dalam sebuah band dihuni para musisi yang datang dari latar belakang referensi musik yang berbeda-beda. Seperti yang dialami band bentukan Mei 2023 asal Jakarta ini.

Bisa dibilang berawal dari dua personel awalnya, Done Surya (vokal/synth) dan Arta Kurnia (bass) yang mempunyai konsep untuk membuat musik yang terinspirasi dari paham hardcore dan alternative metal secara general. Mereka juga ingin membawa suasana emo serta metalcore sera awal. 

Lagu rilisan tunggal pertamanya, “Pandemonium”menjadi pelampiasan awal Mothrahead, untuk mewujudkan konsep tersebut. Bersama dua personel lainnya, yakni Novri Julfiansyah (dram) dan Benny Mihing (gitar), ide-ide dari Done dan Arta lalu dibawa ke tahapan jamming untuk menyamakan perspektif dari masing-masing musisi. Setelah itu direkam di Syailendra Studio serta Venom Studio, Jakarta.

“Kami saling menyumbang riff-riff yang kami rasa menarik. Di lagu ini kami berempat memasukkan apa yang ingin kami dengar dari sebuah lagu metal/hardcore dengan porsi masing-masing. Prosesnya efektif kurang lebih 2-3 minggu,” ujar Done kepada MUSIKERAS, mengungkap proses kreatifnya. 

Banyak aspek yang coba digali Mothrahead di karya rekaman pertamanya itu. Terlebih, mengingat para personelnya berasal dari genre yang berbeda-beda. Tapi formula pertama yang menjadi pegangan mereka adalah: easy to play and easy to be listened.

.

.

“Dan sebenarnya, kami berempat masing-masing punya karakter yang sudah cukup kuat. Keinginan mendasar kami berempat adalah menyatukan, mencari  jalan tengah dari masing-masing, yang mungkin sudah agak lama berkurang intensitasnya dalam bermain musik metal, hardcore, old schooler, tapi tiba-tiba pengen bikin sesuatu yang berbeda dengan basic hardcore/metal.

“Kami menyebut ‘alternative metal’ karena memang kami sudah tidak tahu lagi batasan genre apa yang kami mainkan. Entah metal atau hardcore atau alternative. Dan di balik itu, banyak riff musik alternative di lagu ‘Pandemonium’ yang diadopsi menjadi komposisi dalam lagu.”

Perbedaan latar belakang para personel membuat referensi peracikan komposisi serta aransemen “Pandemonium” menjadi terentang lebar. Namun jika harus dipetakan, mereka mereferensikan band-band era 2000-an, dimana sepengetahuan mereka, (saat itu) metal, hardcore dan alternative sedang menjamur di Indonesia. Referensi yang mereka jadikan acuan antara lain kombinasi dari musik Deftones, Refused, Sick Of It All, Darkest Hour, Killswitch Engage, As I Lay Dying, Anup Sastry hingga Lamb Of God.

O ya, “Pandemonium” sendiri berarti ‘kerusuhan’, atau ‘kekacauan’ dalam bahasa Indonesia. Liriknya merupakan sebuah hasil interpretasi Mothrahead dalam melihat banyak aspek sosial, khususnya yang disebabkan oleh kemajuan era digital. 

Sejauh ini, belum ada rencana Mothrahead untuk menghasilkan album atau EP, namun dalam waktu dekat mereka memastikan bakal merilis dua lagu lagi, yang bisa jadi agak berbeda dibanding “Pandemonium”. Tapi sesungguhnya Mothrahead memang tengah menjalani proses pembuatan materi-materi baru. Tapi apakah nantinya lagu-lagu tersebut akan menjadi EP atau album, mereka belum menargetkannya.

“Kami mungkin hanya sedang menikmati prosesnya, bersenang-senang dengan musik pastinya.” (mdy/MK01)

.

.