Phopira sulut kreativitas bersama Konfliktion.

Sejak mengumumkan Phopi Ratna Agustin – atau yang lebih dikenal dengan nama Phopira – sebagai vokalis barunya pada 22 Oktober 2021 lalu, Konfliktion memacu geliatnya. Usai menjajal chemistry bersama Phopira lewat lagu rilisan lepas berjudul “Implikasi Kendali” pada 18 Maret 2022, serta mengasah kekompakan di berbagai hajatan manggung, para personel Konfliktion (sebelumnya ditulis Kon:flik:tion) akhirnya mengarahkan fokus untuk menggodok materi album terbarunya. Khususnya di enam bulan terakhir. Hasilnya, sebuah album rekaman terbaru bertajuk “Tatanan Hitam” siap dilempar ke skena musik keras, akhir Februari 2024 ini.

Tapi sebelumnya, sebuah lagu rilisan tunggal pembuka berjudul “Akhir Yang Menyedihkan” lebih dulu diperdengarkan pada 2 Februari 2024 lalu, sebagai nomor ‘penggoda’ sebelum album baru dikumandangkan. Lagu itu, menyoroti kondisi sosial hari ini, khususnya perilaku perundungan (bullying) yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja, bahkan dalam lingkaran keluarga. Perilaku yang mereka anggap bisa mengganggu individu dan berdampak brutal hingga mematikan terhadap korban. Bahkan juga terhadap pelaku bully itu sendiri, dalam waktu yang sangat panjang.

Konfliktion sendiri, terakhir kali merilis karya rekaman album pada pertengahan Februari 2021 lalu, sebuah album mini (EP) bertitel “Tears of Three DIS​/​TOPIA”. Saat itu, formasi Dikdik ‘Badick’ Setiawan (gitar), Feby Nugraha (gitar), Feby ‘Mbie’ Rubby Febian (bass) dan Rifki ’13’ (dram) masih diperkuat vokalis Yudi ‘Baruz’ Setiawan.

Di “Akhir Yang Menyedihkan” serta “Tatanan Hitam” secara keseluruhan, Konfliktion masih mengedepankan formula brute core/heavy hardcore yang semakin eksploratif. Tapi dengan durasi dan dinamika lagu yang lebih masif serta ekspresif.

“Hardcore merupakan prinsip disiplin dan benang merah dari inti musik Konfliktion,” seru pihak band kepada MUSIKERAS, menegaskan konsep musiknya kali ini. “Namun dengan keberagaman musik yang didengar oleh para personel, serta tidak adanya batasan dalam berproses kreatif membuat musik Konfliktion lebih unik dan khas. Tetap groovy, brutal dan lugas dalam penyampaian pesan dari setiap liriknya.”

Mereka mengakui, mendengarkan dan menyerap berbagai referensi dari band-band dunia saat meracik “Tatanan Hitam”. Sebutlah di antaranya seperti Led Zeppelin, Rush, Dream Theater, Pink Floyd, Anthrax, Faith No More, Agnostic Front, Deftones, Puscifer hingga Dead Cross.

Lalu dengan bergabungnya Phopira memperkuat lini vokal, menjadikan album “Tatanan Hitam” sebagai tonggak pencapaian penting (milestone) dari perubahan musik Konfliktion dan gaya bernyanyi Phopira. “Clue-nya sudah bisa kita dengar di single lagu ‘Akhir Yang Menyedihkan’,” cetus mereka lagi, meyakinkan.

Proses kreatif penggodokan dan perekaman “Tatanan Hitam”, termasuk “Akhir Yang Menyedihkan”, dimulai lewat pembuatan dan pengonsepan riff gitar oleh Feby, yang lantas dilengkapi penentuan pola dan ketukan dram Rifky, yang dilakukan secara mandiri. Setelah itu baru dilempar ke personel lain untuk direspon dan direkam di rumah masing-masing, sampai akhirnya membentuk lagu. Langkah selanjutnya membawa materi lagu-lagunya ke studio untuk dicoba dimainkan secara live. Eksekusi rekamannya sendiri dilakukan di Bunga Bangsa Music Studio serta Funhouse Music Studio, Bandung. Sementara untuk pemolesan mixing dan mastering dipercayakan kepada Sandi Simon di Sanwa Studio, Bandung.

Konfliktion dibentuk pada Oktober 2017 silam, merupakan gabungan dari musisi-musisi yang sudah mengasah keganasannya di berbagai band keras asal Bandung macam Bal­cony, Godless Symptoms, Savor of Filth, Eyes of War, Turtles Jr., Forgotten dan 7 Kurcaci. Lalu Phopira, sebelumnya pernah memperkuat band Angsa & Serigala serta Lose It All. Sejauh ini, Konfliktion juga sudah pernah merilis EP berjudul “Untruthfully Sold” (2018) serta album penuh ”Dis/ilusi” (2019). (mdy/MK01)

.