Kali ini, Kanekuro yang dihuni formasi vokalis I Made Andre Oktovan, bassis Hendra Harmanda Ginting, gitaris Gesta Rangga Perkasa dan dramer Made Dwi Jayartha menggambarkan sisi berbeda di album mini (EP) terbarunya.

Sisi rahasia atau sisi gelap pada masyarakat, entah itu pada dunia realis atau nyata, atau pada dunia surealis. Dalam hal ini adalah dunia maya atau di media sosial. 

Lima komposisi lagu yang ditebar unit post-punk asal Denpasar, Bali ini di “Massaamerta” menuliskan kembali studi kasus yang terjadi pada publik.

Misalnya seperti kebencian, mati rasa, problematika, hasrat tujuh dosa hingga sosiopat. Semua dirangkum Kanekuro secara kompleks, jelas dan tegas dalam EP tersebut. 

Pada nomor pertama “Serikat Sekarat”, adalah sebuah pemaknaan terhadap beberapa orang yang sudah tidak suka dengan hal kedamaian. 

Lalu dilanjutkan pada “Asasinasi”, masyarakat yang sangat berambisi, berlomba-lomba dalam mengkriminalisasi sebuah isu pada dunia digital dan hal yang paranoid dianggap biasa. 

Lagu ini, menurut pengakuan Kanekuro kepada MUSIKERAS, termasuk menantang dari segi teknis perekaman. “Karena kami mencoba memakai dua snare drum untuk aksen intro dan sedikit rumit di hitungan tempo vokal.” 

Berikutnya, lagu yang bernuansa gelap namun ceria yang mewakili dari setiap sifat individu atas perayaan selebrasi terhadap musibah yang dialami kelompok lain, “Dansa Duka”

Sebuah ungkapan balas dendam yang disampaikan secara sederhana lewat “Peti dan Tubuh”, metafor perasaan kebencian dari ruang lingkup sekitar yang menganggap sebuah penderitaan seseorang sebagai kebahagiaan yang klise. 

Nomor terakhir, sebagai trek bonus dari Kanekuro berjudul “CYAO” – yang berarti selamat tinggal – dimana mereka berkolaborasi dengan kawan kolega bernama Dezhimer. 

Proses kreatif penggarapan “Massamerta” sendiri, menurut tuturan Kanekuro, seperti biasa dilakukan lewat sesi workshop. Para personel band bentukan 2018 silam ini melakukan jamming di studio, lalu menyerap berbagai masukan referensi dari beberapa teman mereka di skena.

kanekuro

“Pembagiannya, tiga orang dari kami mengurusi aransemen dan satu orang mencari tema. Kami rekam seperti biasa di studio rumahan basecamp kami. (Tapi) Untuk dram kami rekam di salah satu studio rekaman yang cukup proper,” urai pihak band mengungkapkan.

Keseluruhan proses, mulai workshop awal hingga ke rekaman membutuhkan waktu dua bulan, lalu lanjut ke tahapan penataan dan pelarasan suara juga butuh waktu dua bulan. Sisanya, ada satu bulan lagi untuk menyiapkan tetek-bengek perilisan bersama label rekaman mereka, Skullism Records. 

Kanekuro mengakui, paham post-punk yang mereka terapkan di “Massamerta” sebenarnya tidak terlalu kental. Mereka melakukan pendekatan yang sedikt berbeda dari akar post-punk pada umumnya.

Seperti yang biasa didengar dari band-band macam Joy Divison dan Bauhaus (Inggris) serta She Past Away (Turki), dengan tempo yang konstan, rada pelan dan ada unsur gelap serta nuansa gotik.

“Kami Kanekuro mengambil sedikit aja di roots, hanya menambahkan (elemen) surf punk, arcpunk, serta sedikit sentuhan oldskul hardcore punk dan mengambil sedikit vokal scream black metal.” 

Sementara sebagai acuan penataan musiknya, sejak awal Kanekuro lebih banyak mengambil suasana dari band post-punk Italia, Soviet Soviet serta dari AS seperti The Cramps dan Dead Kennedys. Juga dari pahlawan lokal macam The Porno (Jakarta) era awal serta band lawas Yogyakarta, Southern Beach Terror. 

Sejak 9 Oktober 2024, keseluruhan trek di “Massamerta” sudah terhidang di platform YouTube Music.

Sementara tiga EP sebelumnya, yakni “Inky” (September 2021), “Apologia” (Juli 2022) dan “Tamarind” (Desember 2022) juga masih bisa didengarkan di berbagai platform digital. (aug/MK02)