Underlast menyebut karya rekamannya itu terinspirasi dari perjuangan seseorang untuk melepaskan diri dari belenggu penyakit mental. 

“Still Alive” memuat enam komposisi eksplosif, menyajikan perpaduan musik hardcore yang agresif dengan elemen metal yang intens. Memancarkan energi mentah sekaligus menyentuh sisi emosional pendengarnya.

Bagi band yang digerakkan formasi vokalis Dinda Minara, gitaris Rizal Fariz dan Andi Suryadi, bassis Muhammad Rizki dan dramer Mohamad Bintang Luthfian Haris (Abim) ini, “Still Alive” adalah perjalanan yang penuh tantangan sekaligus membangun identitas Underlast.

Proses tersebut, ungkap band asal Tasikmalaya, Jawa Barat ini kepada MUSIKERAS, membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk merampungkannya. Terhitung sejak pengumpulan ide awal hingga produksi akhir. Dimulai di tengah dinamika internal band.

“Underlast sempat beberapa kali mengalami pergantian personel pada posisi vokal, dram dan bass, sebelum formasi final terbentuk. Pergantian ini tidak hanya membawa tantangan, tetapi juga memperkaya warna musik yang dihasilkan.”

Dengan formasi terbaru, lanjut mereka, Underlast kini menemukan ikatan rasa (chemistry) yang solid untuk melahirkan karya penuh energi.

Album “Still Alive” sendiri diproduksi di studio lokal dengan perangkat teknis sederhana, namun dengan sentuhan profesional yang memaksimalkan potensi masing-masing personelnya.

“Namun, hal ini justru memacu kreativitas kami. Beberapa take membutuhkan banyak revisi, terutama untuk bagian vokal Dinda yang ingin menonjolkan emosi mentah dalam setiap lagu,” seru pihak band semangat.

Tantangan lain dalam penggarapan “Still Alive”, adalah masalah pembagian waktu, di tengah kesibukan masing-masing personel. Meski begitu, semangat kolektif kami mendorong penyelesaian album ini.

‘Still Alive’ akhirnya menjadi simbol kemenangan, tidak hanya dalam perjuangan batin, tetapi juga dalam perjalanan musik kami sebagai band.”

Selain itu, lanjut mereka lagi, pergantian personel juga menjadi salah satu tantangan terbesar. Namun, perubahan itu justru memberikan ruang untuk eksplorasi dan menciptakan dinamika baru yang lebih solid. “Still Alive” menjadi pernyataan bahwa Underlast tetap bertahan dan terus berkarya meski menghadapi berbagai rintangan.

Tema Perjuangan

Lirik di album ini menjadi penggerak utama musiknya. Underlast berbicara tentang perjuangan batin, keinginan untuk bertahan hidup, dan harapan di tengah kegelapan.

“Semua ini diikat oleh produksi yang menonjolkan energi mentah kami tanpa kehilangan kualitas teknis,” seru mereka, meyakinkan.

“Still Alive” mengangkat tema perjuangan melawan kegelapan batin, sesuai dengan inspirasi utama band yang ingin menyuarakan harapan bagi mereka yang berjuang melawan gangguan mental. Seluruh lagu diciptakan dengan tujuan menciptakan pengalaman emosional yang intens.

Tapi tidak seperti kebanyakan band hardcore/metal yang mengusung tema sosial atau pemberontakan, lirik Underlast diklaim lebih personal. Album “Still Alive” banyak menggali perjuangan melawan gangguan mental, rasa keterasingan, dan pencarian harapan.

Rizal yang menulis liriknya, menerapkan perspektif yang jujur dan sangat intim, sehingga lagu-lagu mereka terasa seperti percakapan langsung dengan pendengar.

“Kami tidak hanya menciptakan musik; kami ingin menjadi suara bagi mereka yang merasa terabaikan. Setiap lagu di ‘Still Alive’ tidak hanya menawarkan hiburan tetapi juga menjadi bentuk dukungan emosional.

“Kami percaya bahwa pendengar dapat merasakan kejujuran dan semangat kami melalui setiap nada dan kata yang kami sampaikan.”

Eksplorasi Maksimal

Secara musikal, album “Still Alive” digambarkan oleh band ini menerapkan paduan elemen hardcore yang intens dengan sentuhan metal yang berat, untuk menciptakan keseimbangan antara agresi dan emosi.

“Kami mengusung riff gitar yang dinamis dan agresif, (dan) breakdown berat yang memacu adrenalin!”

Mereka juga berusaha tampil beda dibanding band-band hardcore/metal umumnya, dengan menerapkan perpaduan vokal yang unik. Suara vokal Dinda menjadi salah satu ciri khas mereka. Sebagai vokalis perempuan di genre yang didominasi oleh vokal laki-laki, Dinda menghadirkan energi mentah dan emosi yang autentik.

“Kombinasi antara screaming penuh amarah dan nuansa clean vocal yang melankolis memberikan dimensi baru dalam musik kami.”

Lalu, juga, para personel Underlast mencoba memecahkan batasan genre dengan memasukkan elemen-elemen yang jarang ditemukan dalam hardcore/metal.

Ada bagian melodi yang lebih lambat dan atmosferik yang mengundang pendengar untuk merenung, yang lantas diimbangi dengan serangan penuh energi khas hardcore.

Hal ini, menurut mereka,  memberikan pengalaman mendengarkan yang tidak monoton.

Sementara dalam menyusun komposisi dan aransemen lagu-lagu di album tersebut, Underlast banyak mengambil inspirasi dari lima band – yaitu Slipknot, Linkin Park, Bring Me the Horizon, Rise of the North Star serta band asal Bandung, Lose It All – yang memiliki pengaruh kuat dalam perkembangan musikal mereka.

Setiap referensi itu, mereka anggap memberikan warna yang unik dan menjadi fondasi dalam menciptakan identitas musik Underlast.

Slipknot menjadi salah satu referensi utama, terutama dalam hal agresi dan energi mentah. Mereka terinspirasi oleh terapan riff gitar yang berat dan ritmis, yang diterapkan pada lagu-lagu dengan bagian breakdown yang intens serta penggunaan dram yang dinamis dengan pola double pedal yang eksplosif.

“Atmosfer gelap dan intensitas emosional, yang diterjemahkan ke dalam komposisi kami untuk menciptakan pengalaman yang menghantam pendengar.”

Lalu dari Linkin Park, mereka menyerap inspirasi dari sisi melodi dan emosi, terutama dalam perpaduan antara agresi dan melodi, yang tercermin dalam kombinasi clean vocal dan screaming dari Dinda.

“Penggunaan elemen dinamis dalam aransemen, menciptakan transisi yang terasa natural antara bagian intens dan bagian melodi.”

Eksplorasi musikal, juga menyerap gaya Bring Me the Horizon. Terutama dari era Sempiternal. Mereka mengakui mengadopsi penggunaan lapisan vokal untuk menciptakan efek dramatis, yang memberikan ruang bagi Dinda untuk mengekspresikan emosinya secara maksimal.

Dari Rise of the North Star, Underlast mengakui mengambil pengaruh dari sikap dan agresi khas hardcore, yang diracik dengan sentuhan modern. “(Itu) Mencerminkan visi kami dalam membangun musik hardcore/metal yang relevan dengan masa kini.”

Sementara dari Lose It All, inspirasi yang kuat datang dari formasi band itu sebelumnya, yang pernah juga dihuni vokalis wanita. “Ini mendorong kami belajar bagaimana vokalis wanita dapat menghadirkan energi dan emosi yang kuat di genre keras seperti hardcore/metal. Ini menjadi inspirasi besar bagi Dinda dalam membentuk gaya vokalnya.”

Secara keseluruhan, kombinasi keseluruhan inspirasi ditujukan untuk mendapatkan formula aransemen yang dinamis, dimana mereka menggabungkan elemen agresif ala Slipknot dan Rise of the North Star dengan melodi emosional Bring Me the Horizon.

“Semua lagu dirancang agar terasa kuat dan mengentak saat dimainkan di panggung, sesuai dengan semangat hardcore/metal yang menggerakkan audiens!”

underlast

Eksplorasi Gaya Baru

Dari enam lagu yang disuguhkan di “Still Alive”, Underlast menyebut “Treacherousness” sebagai salah satu karya yang paling menantang secara teknis saat mengeksekusi rekamannya. Terutama karena perbedaan signifikan dalam gaya musiknya dibandingkan lagu lainnya.

Salah satu alasannya, komposisi musik “Treacherousness” lebih bernuansa pop, memiliki elemen yang lebih ringan dan melodis dibandingkan nuansa hardcore/metal di lagu lainnya.

“Transisi dari tema berat ke elemen pop menciptakan tantangan dalam menciptakan keseimbangan antara dinamika band metal dengan pendekatan musik yang lebih lembut. Pola vokal Dinda lebih menonjolkan melodi dan kontrol emosi, menuntut teknik bernyanyi yang berbeda dari lagu-lagu agresif lainnya,” ulas mereka, memberi alasan.

Karena “Treacherousness” menjadi lagu yang melenceng dari tema utama album, sehingga membutuhkan eksperimen ekstra dalam menyatukan elemen pop dengan identitas band. Gitar Rizal dan Andi diarahkan lebih fokus pada terapan melodi sederhana yang harmonis, dibandingkan riff berat atau teknikal.

Karena lagu tersebut berbeda secara gaya, maka tantangannya adalah memastikan ‘Treacherousness’ tetap terasa menyatu dengan album secara keseluruhan.

“Hal ini membutuhkan pendekatan aransemen yang hati-hati agar tidak terasa terlalu kontras. ‘Treacherousness’ adalah upaya eksplorasi kami untuk menunjukkan fleksibilitas musikal Underlast, sekaligus menjadi refleksi dari momen sulit yang berhasil kami lewati.”

Sejak 31 Desember 2024 lalu, “Still Alive” sudah tersedia di berbagai gerai musik digital. (mdy/MK01)