Satu lagi unit rock asal Malang mencoba meraih perhatian di skena ‘bawah tanah’ Tanah Air. Burn No Bridges, adalah proyek dua gitaris bernama Sastino dan Yoga. Dengan bantuan dua musisi additional, yakni Fandi dan Bima, Burn No Bridges lantas merilis album demo fisik bertajuk “Burn My Pages” pada awal Desember 2017 lalu. Karya rekaman yang memuat lagu berjudul “Leave Me” dan “Messed Up” dan direkam di studio lokal bernama Foruwall Records tersebut lantas diproduksi dalam format cakram padat (CD) oleh Undisputed Distribution. Sementara versi digitalnya disajikan via Bandcamp.

Burn No Bridges sendiri menggarap “Burn My Pages” selama hampir dua bulan pada awal bulan Oktober 2017 hingga pertengahan November 2017 lalu. Sebulan awal mereka maksimalkan untuk mematangkan materi, lalu sisa waktunya digunakan untuk rekaman. Setelah melakukan tahapan pengemasan selama seminggu, album “Burn My Pages” pun diedarkan ke beberapa gerai di seputaran Malang, Batu, Kediri, Pandaan, Bandung hingga Singaraja, Bali. Burn No Bridges berharap, perilisan CD demo tersebut bisa menjadi media untuk memperkenalkan diri mereka kepada jagat rock yang lebih luas.

Awalnya, geliat Burn No Bridges dimulai oleh Sastino, gitaris dari sebuah unit pop punk bernama Every One’s Hero yang menginginkan kemajuan dalam bermusik. Pada Oktober 2017, ia pun memutuskan mendirikan sebuah band sampingan dengan harapan dapat merealisasikan semua pencapaian yang belum tersampaikan kepada publik. Sastino lantas mengajak Yoga yang saat itu masih aktif sebagai gitaris di band Marle Red. Rupanya, keduanya memendam cita-cita, visi dan misi yang sama dalam sebuah band. Singkat cerita, akhirnya keduanya sepakat membentuk Burn No Bridges, nama diambil dari sebuah judul lagu milik band luar bernama Gray Matter. Jika difilosofikan, ‘burn no bridges’ kira-kira berarti sebuah pembakaran terhadap jembatan yang tidak berwujud. Atau mungkin jika perlu disimpulkan lagi, maksudnya adalah membakar sebuah perasaan yang sangat kacau.

Filosofi lain yang disampaikan Burn No Bridges juga tergambarkan di rancangan sampul albumnya, yang digambar langsung oleh Novaldo Tirta Damara, seorang artworker lokal Kota Malang. Lewat “Burn My Pages”, Sastino dan Yoga ingin menyampaikan pesan bahwa tidak semua yang jatuh tenggelam itu akan mati. Selama detak jantung masih berdenyut, ambisi dan tekad masih tersisa, di situlah kita masih punya harapan. Seperti Bunga matahari yang penuh harapan untuk bermekaran menunggu sinar cahaya matahari di pagi hari untuk melepas indahnya mahkota kelopak bunga.

Konsep musikal di lagu “Leave Me” dan “Messed Up” sendiri lahir dari peleburan berbagai pengaruh, terutama hardcore, punk dan emo. Kebanyakan mereka serap dari band-band internasional seperti Gray Matter, Modern Baseball, Real Friends, Box Car Racer, The Story So Far hingga More Than Life. Sastino dan Yoga memang menginginkan konsep yang tidak terbatasi oleh pakem genre tertentu.

“Kami bisa bebas membuat sebuah lagu dengan jalan kami sendiri,” cetus pihak band kepada MUSIKERAS. “Bisa dikatakan kami ingin berkarya bebas dengan luapan dan gairah emosi kami lewat musik yang telah kami mainkan. Kesimpulannya adalah bebas dalam meluapkan emosi dalam bermusik.” (Mdy)

.