Menyaksikan konser “Yngwie Malmsteen Live in Malaysia” yang digelar di Wawasan Hall, PGRM, Kuala Lumpur, 29 September 2018 lalu, seolah melempar kita kembali ke masa kegagahan pentas rock era ‘80an. Terutama saat Yngwie berlari dari balik panggung sambil menenteng gitar Fender Stratocaster signature-nya, dan menyapa ribuan penonton dengan raungan distorsi bernuansa neo-classical yang sangat kental.

Seketika semburan asap buatan (gunsmoke) yang cukup pekat, saling bertautan dengan sorotan lampu yang didominasi warna merah, kuning dan hijau solid, dimana paduannya menjadikan sosok Yngwie di tengah-tengah panggung terlihat dramatis. Ya, seperti yang sering kita lihat di video-video rekaman manggungnya, atau lewat foto-foto, hampir tak ada yang berubah dari penampilan Yngwie, terutama dari gaya berpakaian yang masih berbalutkan kemeja hitam dengan hanya satu kancing yang terkait di bagian bawah, dan celana kulit hitam yang khas.

Tapi… kini menyaksikan konser Yngwie sudah benar-benar didesain sebagai sebuah pertunjukan tunggal, dimana Yngwie sendirian menguasai panggung, dengan latar belakang tumpukan ampli Marshall, yang terdiri atas 26 buah head dan 15 cabinet. Sementara musisi lainnya ditempatkan di pojok kanan panggung, seolah hanya sebagai pelengkap. Yngwie tampil sendirian di depan, sebagai gitaris, sebagai vokalis di beberapa lagu, dan ya… sebagai bintang, sebagai magnet dari keseluruhan pertunjukan. Bukan lagi sebagai sebuah band yang utuh.

Kendati demikian, Yngwie adalah sosok penghibur rock sejati. Selama hampir dua jam, ia menggempur kuping ribuan penonton dengan rock voltase tinggi yang terus berkobar sepanjang konser dan memanjakan mata dengan aksi panggungnya yang ikonik. Sejak awal menjejakkan kaki di atas panggung, histeria penonton langsung diledakkan lewat lagu “Rising Force” yang enerjik. Seluruh penonton bernyanyi, dan Yngwie pun meliar di panggung, menendang, membolak-balik gitarnya, atau melempar gitarnya yang masih terkait strap memutar melewati belakang leher dan kembali menangkapnya saat melewati depan badannya… tanpa kehilangan momentum melodi lagu sedikit pun. 

Penonton puas? Tentu saja. Karena sebagian besar yang hadir memang didominasi gitaris, plus sebagian orang yang merindukan Yngwie membawakan lagu-lagu berlirik yang terkenal di kalangan pecinta classic rock. Malam itu, di antaranya, Yngwie mengumandangkan lagu “I’ll See the Light Tonight”, “You Don’t Remember I’ll Never Forget”, “Seventh Sign” serta secuplik lagu balada “Like An Angel”. Lalu, juga menggelontorkan komposisi-komposisi instrumental yang sudah akrab di kuping para penggemarnya, seperti “Black Star”, “Far Beyond the Sun”, “Blue” hingga komposisi ciptaannya yang bernuansa klasik, “Fugue” dan pengembangan “Badinerie”, komposisi klasikal karya Johann Sebastian Bach. 

Imanine, vokalis dan gitaris band pop rock Indonesia, J-Rocks adalah salah satu musisi yang mengaku sangat terpuaskan malam itu. Walau sebelumnya, Iman sudah pernah menyaksikan langsung penampilan Yngwie saat tampil di Jakarta dalam paket konser “Generation Axe” bersama Steve Vai, Zakk Wylde, Nuno Bettencourt dan Tosin Abasi pada 21 April 2017 lalu. “Karena memang sudah lama sekali ingin menonton Yngwie dengan format band dan dengan lagu yang lebih banyak. Karena selain instrumentalnya, lagu-lagu yang ada vokalnya pun merupakan lagu-lagu yang saya tunggu dibawakan, “ tutur Iman, yang datang ke Kuala Lumpur bersama gitaris Irvan Borneo dan tim MUSIKERAS. 

Bagi Iman, dari segi performa, tentu Yngwie tidak diragukan lagi. Seorang maestro, yang sangat entertaining di setiap konsernya. “Walau saya melihat seperti ada kendala teknis di routing gitarnya, tapi itu semua bagi saya merupakan hal wajar, dan Yngwie tetap bermain dengan enerjik. Hanya, saya merasa songlist-nya kurang banyak… hahaha. Padahal mungkin itu sudah banyak ya, tapi ya namanya juga ngarep, karena memang banyak sekali hits Yngwie. Bagi para ‘jamaah’ Yngwie, tentu di setiap album, hitsnya bukan hanya dua atau tiga lagu…. Makanya, we want more, we want more, we want more…!!!”

Senada dengan Iman, Irvan Borneo menganggap konser Yngwie malam itu benar-benar menyuguhkan energi yang luar biasa. Walau sempat ada kendala teknis, namun tetap saja konser tersebut tetap saja menunjukkan sosok Yngwie sebagai maestro sejati.

“Mungkin konser di Kuala Lumpur bukan yang sempurna, tapi tetap saja Yngwie mengagumkan, dengan apa yang ia lakukan selama bertahun-tahun secara konsisten. Bukan hanya soal speed atau teknik gitar tinggi tetapi juga sebagai seorang entertainer dengan energi luar biasa, dan energi itulah yang bisa gue rasakan dan inspiratif saat gue nonton secara langsung pertunjukannya.”

Konser Yngwie Malmsteen di Malaysia itu sendiri digagas oleh promoter Panggung Asia, dan didukung pula oleh MUSIKERAS sebagai media partner resmi. Masih merupakan bagian dari tur dunia Yngwie untuk mempromosikan album terakhirnya yang bertajuk “World on Fire”. Untuk konsernya di Kuala Lumpur tersebut, Yngwie diperkuat formasi Nick Marino (kibord/vokal), Emilio Martinez (bass/vokal) dan Brian Wilson (dram).

Yngwie Malmsteen (dibaca “ing-vay”) dikenal sebagai gitaris rock paling teknikal yang pernah muncul di era ‘80an, dimana ia menggabungkan pengaruh rock, blues dan classical ke dalam teknik permainan gitarnya, yang antara lain diwujudkan lewat penerapan teknik sweep-arpeggio picking cepat yang telah menjadi ciri khasnya, yang langsung menempatkan namanya sebagai pengukir “cetak biru” genre neo-classical metal ke dalam buku suci dunia pergitaran dunia. Album pertamanya yang fenomenal, “Rising Force” (1984) menjadi penanda dimulainya era – atau munculnya istilah “shredder” – yang lantas menginspirasi jutaan gitaris di seluruh dunia hingga hari ini.

Selain dikenal sebagai gitaris virtuoso dengan kharisma superstar yang melekat kuat, musisi bernama asli Lars Johan Yngve Lannerbäck kelahiran Stockholm, Swedia pada 30 Juni 1963 tersebut juga tercatat sebagai salah satu penulis lagu dan komposer rock terbaik dunia lewat karya-karya lagunya yang juga sukses secara komersil di seluruh dunia. Sampai saat ini, Yngwie Malmsteen sudah merilis 20 album studio dalam karir yang telah terentang lebih dari 35 tahun. (mudya mustamin)

Kredit foto: Jodie Octora

.