Dari kota Medan, unit cadas Deathmyth mencoba memperkenalkan eksistensinya ke kancah skena nasional lewat formula musikal yang bisa disebut lumayan eksperimental. Mereka memainkan elemen deathcore low tune dengan variasi lick dan riff, down tempo serta vokal yang berat dikombinasikan dengan breakdown slamming dan bermacam variasi blastbeat.

Pengaruhnya dirangkum dari band-band seperti Whitechapel, Carnifex, Thy Art is Murder, Nile, Origin hingga Meshuggah. “Dan band-band lain dengan sound keren dan kombinasi musik apik di seluruh dunia,” ungkap pihak band kepada MUSIKERAS menegaskan.

Ramuan itu kini bisa didengarkan lewat album mini (EP) bertajuk “Malapetaka” yang memuat tiga komposisi, yaitu “Petaka Dosa”, “Malapetaka Hitam” dan “Mvrka”. Semuanya sudah bisa diakses via berbagai gerai digital seperti Deezer, Spotify dan iTunes.

Album “Malapetaka” direkam secara mandiri oleh masing-masing personel Deathmyth melalui beberapa proses. Vokal dan gitar dieksekusi di studio rumahan milik gitaris Rizky Daulay di Medan. Lalu untuk bass dan dram, masing-masing juga direkam di studio rumahan milik bassis Arie Amanda di Brastagi serta oleh dramer Rizki Pratama di Medan. Hasil rekaman dari tiga tempat berbeda tersebut lantas diolah mixing dan mastering oleh Rizky Daulay. 

“Proses tersebut membutuhkan waktu sekitar enam bulan, dimana seluruh eksperimen trial ‘n error untuk mendapatkan sound yang memuaskan dilakukan di situ,” urai Deathmyth lagi.

Sebenarnya, untuk urusan produksi musik, Deathmyth pernah beberapa kali melakukan kerja sama proses produksi dengan studio lokal, namun belum pernah mendapatkan hasil yang diinginkan. Rangkaian proses belajar untuk mendapatkan karakter sound sesuai dengan yang diinginkan memakan waktu yang cukup panjang dengan melakukan berbagai macam eksperimen. Kalau sudah urusan sound, tiap personel Deathmyth mengaku sangat detail untuk bisa maksimal, baik ketika proses rekaman studio maupun penampilan panggung. 

Saat ini Deathmyth sudah memiliki materi yang cukup untuk menggarap album penuh, namun karena masih terkendala minimnya sumber daya dan beberapa faktor lainnya, Deathmyth akhirnya memutuskan untuk melepas tiga single terlebih dahulu, yang telah rilis pada Desember 2018 ini.

Deathmyth sendiri tercipta dari semangat dan niat sarat ambisi pada sekitar September 2013 silam di kota Medan, Sumatera Utara. Kata ‘death’ di namanya mempunyai arti ‘kematian’ sementara ‘myth’ berarti mitos, namun dituliskan tanpa spasi agar memiliki satu kesatuan makna. Formasi awal Deathmyth saat ini masih sama seperti ketika awal terbentuk. Kecuali pada posisi gitar. Diawali dengan formasi Ezr Sembiring di vokal, Rizky Daulay, Arie Amanda, Rizki Pratama dan gitaris Eriga Syahputra di gitar. Namun pada awal 2016, posisi Eriga digantikan oleh Ryandi Fahlevi, lalu berubah lagi pada Oktober 2016, dimana posisi Ryandi diisi oleh Dwi Daulay.

Setelah perilisan album “Malapetaka”, Deathmyth memastikan akan terus melakukan hal produktif dengan membuat materi baru yang lebih fresh dibanding karya-karyasebelumnya, namun tanpa menghilangkan karakter khas Deathmyth. “Namun sejauh ini tahap yang telah dilakukan masih belum terlalu jauh karena masih banyak perbaikan yang harus kami lakukan, dengan tujuan agar materi yang kami keluarkan selanjutnya dapat lebih baik lagi daripada yang kami rilis saat ini.” (aug/MK02)

.