Untuk pertama kalinya setelah melewati lebih dari dua dekade, album-album studio milik Rotor, salah satu legenda sekaligus pionir thrash metal di Tanah Air, akhirnya dirilis dalam format digital. Adalah label Warner Music Indonesia yang memutuskan merilis kembali tiga album Rotor, yaitu “Eleven Keys” (1995), “New Blood” (1996) dan “Menang” (1997) melalui berbagai gerai digital seperti Spotify, Joox dan Apple Music, dengan kualitas suara remastered.

Selain itu, sekaligus juga dilepas sebuah video lirik resmi dari lagu “Diplomasi Gila” (album “Menang”) di kanal YouTube resmi label tersebut. Pemilihan lagu “Diplomasi Gila” sendiri, menurut Muhammad Irfan Sembiring, diputuskan oleh pihak Warner karena dirasa pas dengan kondisi politik sekarang. Irfan sendiri adalah vokalis, gitaris sekaligus pendiri Rotor, yang belakangan dikenal lebih dekat dengan kegiatan keagamaan.

Salah satu hal yang memotivasi Irfan untuk merilis ulang album-album Rotor – dengan dukungan Warner Music indonesia tentunya – adalah banyaknya penggemar yang masih mencari album-album tersebut. “Gue kan udah lama nggak ngeband, (tapi) gara-gara banyak fans yang nanya, beli kaset atau CD di mana… Ya memang nggak pernah ada (rilis) CD, (waktu itu) semuanya kaset,” ungkap Irfan, saat melakukan temu media di kantor Warner Music Indonesia, Jumat (15/3) lalu.

“Mereka minta yang official… (lalu saya) tanya ke Ustadz, karena harus nanya dulu kan, ini jalurnya ke mana? Sorga atau bukan…? hahahaha… (kata Ustadz), kalo kamu nggak bikin orang lain yang akan bikin sendiri, malah nyuri jadinya,” ujar Irfan lagi, meyakinkan diri.

Sayangnya, justru album bersejarah yang pertama kali melejitkan nama Rotor ke level ‘mainstream’ skena ‘bawah tanah’ metal Tanah Air, “Behind the 8th Ball” (1992) tidak diikutkan dalam perilisan digital tersebut. Penyebab utamanya, Warner bukan pihak yang memegang hak edar album debut Rotor tersebut, melainkan AIRO, label milik pengusaha, budayawan, musisi Setiawan Djody.

Rotor yang terbentuk di Jakarta pada 1991 silam, meroket namanya setelah sukses menjadi band pembuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Jakarta pada 1993. Namun setelah melahirkan empat album, Rotor dinyatakan bubar. Apalagi setelah bassisnya, Juda Pranyoto meninggal dunia karena kelebihan dosis narkoba. Setelah itu, menyusul pula vokalis Jodie Gondokusumo. Irfan sendiri lantas gantung gitar dan memutuskan menekuni kegiatan-kegiatan dakwah. Pada 2011, sebenarnya Irfan sempat berniat menghidupkan Rotor kembali dengan menggaet personel-personel baru, namun terhambat sulitnya membagi waktu antara aktivitas dakwah dan band. Bahkan, Irfan mengakui, ia sudah memiliki 10 lagu baru yang telah direkam dan siap dirilis dalam format album.

“Sudah direkam, tapi belum mixing. Sepuluh lagu itu isi liriknya gue ambil dari 10 surat terakhir di Al-Quran. Surat-surat itu gue jadiin lirik, tanpa diubah sama sekali kata-katanya. Cuma diterjemahkan aja ke dalam Bahasa Inggris. Sekarang kan ada Islam phobia, karena orang-orang Barat nggak baca dan nggak ngerti isi Al-Quran. Makanya gue pake Bahasa Inggris. Biasanya kan orang kalau suka band pengen tahu juga liriknya, nah mereka akan baca tuh (liriknya). Kalau mereka ngerti dan tertarik, mereka bisa dapat hidayah,” beber Irfan yang mengaku mendapatkan ide penggunaan Bahasa Inggris untuk menyampaikan isi Al-Quran saat menjalani misi dakwah di Amerika Serikat pada 2006 silam.

Tapi setelah perilisan tiga album Rotor dalam format digital, apakah Rotor akan kembali menjamah panggung-panggung cadas di Tanah Air? Entah serius atau tidak, tapi begini jawaban Irfan: “Lo nggak akan bisa bikin Rotor keluar dari kubur kecuali lo panggil Slayer. Kalau Rotor jadi pembuka Slayer, baru gue mau main lagi… Nggak main mikir lagi, hahaha! Karena dulu kami kenal metal dari Metallica, tapi ‘kerasukannya’ dari Slayer. Ngeri!”

Nah, ada yang berani? (mdy/MK02)

Kredit foto: @frameryks

.