(Artis) Trendkill Cowboys Rebellion – (Album) Musica Peccatum (IV : VIII) – (Prod.) 2019 Cowboys Cabaret Records
Trendkill Cowboys Rebellion meradang. Lewat album studio keempatnya, unit cadas asal Jakarta ini menggelar protes akbar terhadap maraknya fenomena pengharaman musik, berjamurnya kelompok radikal agama, gesekan etnis di sebuah negara yang katanya Bhineka hingga perang politik dalam media atas nama sosial dan sebagainya. Tapi sebagai musisi, mereka bertekad melampiaskan segala bentuk protes sosial tersebut dengan cara yang profesional, yaitu lewat sebuah album rekaman.
Rentetan protes tentu saja butuh senapan peletup agar terdengar membahana, hingga bisa menghujam menembus jantung sasarannya. Dan para pemicunya, yakni Muhammad “Will” Wildan (vokal), Gustaf Surya Wijaya (dram), Yudha Permana (bass), Suwardani Valentino (gitar) dan Ughi Tarsughi (gitar) tahu betul harus meraungkannya dengan apa. Luapan tenaga ekstrim bernama hardcore punk yang bengis dan tanpa basa-basi pun dipilih sebagai alat pelontarnya.
Sejak trek pertama, yang langsung dipanaskan dengan komposisi bertajuk “Psalm 1 – Ritual Combat”, cecaran hardcore punk yang sarat amunisi campuran metal digeber Trendkill Cowboys Rebellion tanpa ampun. Menyalak garang, beradu keras dengan teriakan lirik tentang kematian hukum yang menurut mereka telah tergantikan oleh hukum rimba berkedok agama.
“… Supremasi hukum bertransformasi. Tak lagi pidana, tak lagi perdata. Hukum agama seperti hukum rimba. Sabda para nabi-nabi palsu berfatwa tentang ajaran semua. Mendoktrin orang agar menjadi dungu. Terjebak dalam ajaran yang ambigu …”
Nyaris tanpa jeda, Trendkill Cowboys Rebellion terus menyerbu kuping dengan kalimat-kalimat panas berdurasi pendek di sekujur album. Delapan komposisi yang keseluruhan diawali dengan kata “Psalm” digas dengan kemarahan berkesinambungan, menggelinding bagai bola panas. Semuanya diteriakkan di atas kuda-kuda hardcore anthemik yang rapat, dan dibangun dengan hajaran riff demi riff pemicu adrenalin. Musik dan lirik menjadi satu kesatuan berbentuk kepalan yang terus menghantam.
“… Kami adalah serdadu yang mengganti timah panas senapan dengan pesan. Mengganti bensin dalam molotov dengan satire yang siap untuk diledakkan. Jajaran para pelempar mortir yang mengganti dentuman menjadi renungan. Berfikir lebih ganas ke depan garis moshpit kalian. Tiap kata adalah senjata. Nada-nada adalah senjata …. “
Begitu Trendkill Cowboys Rebellion menggambarkan misi mereka, yang tertuang di lagu berjudul “Psalm 5 – Pemetik Satire”.
Dibanding ketiga album studio mereka sebelumnya – “We Are Cowboys” (2011), “Siapa Suruh Datang Jakarta” (2013) dan “Anti Image” (2015) – Trendkill Cowboys Rebellion mengaku membiarkan isme-isme tentang musik keras menjauhi pola pemikiran mereka saat penggodokan “Musica Peccatum (IV : VIII)” yang keseluruhan hanya berdurasi kurang dari 30 menit tersebut. Mereka sudah tidak perduli dengan pengotakan ‘kelamin’ musik, dan membiarkan insting kreativitas mereka menggeliat liar.
“Kami (hanya) berusaha sedemikian rupa agar musik dan liriknya mudah dipahami dan dimengerti. Seluruh lagu dalam album ini kami sertakan panduan ‘Parental’ karena explicit secara konten materi. Semua liriknya terdengar cukup jelas namun untuk mencerna sebuah maksud dalam album ini sedikit membutuhkan nalar berfikir yang cerdas dan kritis dari perspektif sastra,” tutur pihak band memperjelas.
Teori mereka benar. Dengan gempuran distorsi yang dibuat tanpa basa-basi namun intens, membuat buncahan lirik yang menyesaki lagu-lagunya menjadi titik sentral perhatian penikmat album ini.
Oh ya, kalimat “Musica Peccatum” yang menjadi judul album diambil dari bahasa Latin, yang berarti “musik yang nista atau haram”. Kalimat “Peccatum” sering digunakan dalam liturgi ke-Kristenan kuno era Renaissance untuk menggambarkan sesuatu yang dilarang, diharamkan atau menjijikkan. Alasan menggunakan nama “Musica Peccatum” adalah sebagai sebuah pembelajaran dan reaksi dari Trendkill Cowboys Rebellion sebagai musisi, yang mempelajari sebuah musik tidak hanya memainkannya saja, namun secara kultur sejarah, hubungannya dengan spiritual, hubungan dengan masyarakat dan efek yang timbul saat ini terhadap stigma musik dan musisi itu sendiri. Khususnya di Indonesia. Banyak protes yang ada dalam album ini terkait dengan banyaknya fenomena yang mengharamkan musik.
“‘Musica Peccatum (IV : VIII)’ kami anggap layaknya sebuah kitab nyanyian yang dikemas dengan ‘satire’, dimana setiap judul lagu dalam album ini kami beri kalimat ‘Psalm’ karena memang sejatinya secara runutan sejarah sebuah nyanyian rohani dikenal dengan kalimat tersebut.”
Sementara ini, Trendkill Cowboys Rebellion yang telah malang-melintang di skena musik keras Tanah Air sejak 2005 silam ini memutuskan untuk tidak memasarkan “Musica Peccatum (IV : VIII)” dalam format fisik. Sejak 10 Oktober 2019 lalu, album ini hanya bisa dinikmati di berbagai gerai musik digital. Untuk sebuah kemasan musik bermuatan lirik sarat protes, tentu saja saat ini jalur digital atau dunia maya adalah cara tercepat dan terjitu untuk menebarkan virus! (mdy/MK01)
.
Leave a Reply