Eksplorasi tak bertepi. Dan sebagai pemuja metal, Amerta ingin lepas dari pakem yang umumnya menakar tingkat keekstriman berdasarkan kecepatan, kegaharan suara serta terapan permainan teknikal tingkat ‘dewa’. Di mata unit cadas asal Jakarta ini, dalam bentuk terbaiknya, eksplorasi justru membuat kodrat buas mereka tergiring ke dimensi yang lebih luas.

Seperti itulah yang mereka letupkan di single terbaru, “Bleeker”. Sebuah nomor elegan yang mencekam dan senantiasa mematikan dengan kombinasi sentimental yang paripurna; downstroke, killer solo, blast beat, growl, chaotic dan koor gereja dalam tonjokan sound metal modern yang berat dan gelap, seperti sedang memasuki sebuah wahana kekacauan, refleksi dari temperamen krisis eksistensial.

Di single ini, Amerta yang kini diperkuat formasi Raja Humuntar Panggabean (gitar), Auliya Akbar (dram), Indra Darmawan Purba (synthesizer) dan Anida Sabrina Bajumi (bass) bekerja sama dengan gitaris Seringai, Ricky Siahaan yang bertindak sebagai produser. Sejak awal, Ricky sudah sangat familiar dengan latar belakang para personel Amerta sehingga menyadari betul potensi lebar band ini.

Raja dan Auliya sebelumnya sudah bergumul di unit death metal Revenge, lalu Indra juga bermain untuk band black metal Avhath, dan terakhir Anida juga tergabung di formasi band hardcore/punk Dental Surf Combat serta unit shoegaze bernama Sugarsting.

Dengan modal formasi kuartet yang mewakili berbagai genre, memungkinkan Amerta untuk memaksimalkan potensi eksperimen seluas mungkin, tak terduga dan menyelam bersama jangkauan tanpa batas. Karena memang cakupan musikal mereka selebar itu, hasil serapan dari berbagai band dan musisi dunia macam Neurosis, Shiner, Steven Wilson, Johnny Greenwood, Smashing Pumpkins, Mastodon, High On Fire serta semua proyek besutan Justin Broadrick, sebelum akhirnya menemukan bentuk asli yang bakal ditumpahkan maksimal di album penuh debut yang sudah mulai digodok sejak awal 2020 ini.

“Sebelum terpukau dengan penampilan Amerta, gue sudah familiar dengan latar belakang para personel band ini. Gue sadar penuh akan potensi dan kemampuan musikal mereka. Sehingga ibarat mobil balap, sebagai produser gue cuma tinggal menyediakan sirkuitnya agar mereka bisa balapan dengan baik. Dan yang paling penting, mereka juga berhasil membuktikan kalau metal itu tidak cuma soal akrobat, tapi harus pula menawarkan ‘rasa’,” urai Ricky meyakinkan.

Sebelum “Bleeker”, Amerta sempat tampil dengan format trio instrumental dan telah merilis single bertajuk “Gehenna” tahun lalu. Tepatnya sebelum Anida bergabung. Saat itu, belum ada visi untuk mengembangkan konsep musikal Amerta seperti sekarang hingga mereka bertemu dengan Ricky Siahaan dan menggelar workshop.

“Tentu secara spektrum musik ‘Bleeker’ memiliki jangkauan yang lebih luas apalagi dengan kehadiran vokal dan synth. Sesungguhnya ‘Gehenna’ dan ‘Bleeker’ memiliki fondasi yang sama yaitu extreme metal. Tetapi ‘Bleeker’ mungkin merupakan sebuah refleksi kami dalam melihat ekstreme metal saat ini. Sehingga bagi kami, level keekstreman bukan melulu diukur dengan gapaian kecepatan, teknikal njelimet dan gorokan tenggorokan, tapi juga menyentuh unsur-unsur dramatik seperti nuansa space-out, melodi sederhana dan emosi kontradiksi,” papar Raja kepada MUSIKERAS.

Selama ini, lanjut Raja lagi, pandangan dirinya terhadap musik terbilang konservatif, sebatas dram, gitar, vokal dan bass. Tapi setelah mendengarkan musik elektronik dan kenal bunyi synthesizer, pola pikir itu akhirnya berubah dan memberi pengaruh besar terhadap Amerta. “Misalnya, penggunaan modulasi atau delay yang buat gue pribadi ikut memperluas juga skala pembuatan riff.”

“Bleeker” yang direkam di Syaelendra Studio, Jakarta merupakan salah satu dari empat lagu awal yang ditulis Raja dan Auliya pada 2017, ketika keduanya tengah menghabiskan waktu dua bulan bersama di sebuah apartemen sewaan di kota Melbourne, Australia. Saat itu tak ada hal lain yang mereka kerjakan di sana selain menonton konser, jamming session setiap hari dan menikmati suasana sore di taman. Sejumlah materi yang tercipta tadi ternyata dirasa kurang cocok digunakan band death metal mereka, Revenge. Daripada terbuang sayang, pada saat itu jugalah ide pembentukan resmi Amerta tercetus agar lagu-lagunya terpakai.

Selain “Gehenna” dan “Bleeker”, Amerta juga pernah merilis “Aporia”, sebuah karya rekaman split dengan Gaung, yang dirilis via DSSTR Records tahun ini. Target Amerta berikutnya adalah perilisan album, dimana proses finalisasi struktur lagu, khususnya di departemen vokal dan synth sudah mulai dieksekusi. Mereka berharap, akhir tahun album debut Amerta bisa dirilis. (mudya/MK01)