Tahun ini, adalah perayaan tepat dua dekade usia perilisan album debut Burgerkill, “Dua Sisi”. Pertama kali diperdengarkan ke publik metal saat itu lewat rilisan Riotic Records yang berformat kaset. Hanya diproduksi sekitar 2000 keping dan akhirnya ludes dalam waktu tiga bulan saja. Lima tahun setelahnya, “Dua Sisi” lantas dirilis ulang oleh Sony Music Entertainment Indonesia dalam format cakram padat (CD).
“Dua Sisi” sendiri dirakit dari beberapa single yang telah dilepas Burgerkill saat masih ‘balita’. Dimulai pada 1997 – atau sekitar dua tahun setelah terbentuk – ketika band yang era itu masih diperkuat formasi True ‘Eben’ Megabenz (gitar), Iman Rahman Anggawiria Kusumah a.k.a. Kimung (bass), Toto Supriatin (dram) dan mendiang Ivan ‘Scumbag’ Firmansyah (vokal) mendapat tawaran terlibat di album kompilasi “Masaindahbangetsekalipisan” yang diinisiasi musisi senior Bandung, Richard Mutter (PAS Band). Di kompilasi yang juga melibatkan band-band keras terbaik Bandung saat itu, seperti Puppen, Full Of Hate dan Cherry Bombshell, Burgerkill menyodorkan single “Revolt!”.
Single berikutnya, “Offered Sucks” dan “My Self” juga terabadikan lewat sebuah album kompilasi berjudul “Breathless” yang dilepas pada akhir 1997. Lalu menyusul tahun berikutnya, Burgerkill kembali melahirkan single baru bertajuk “Blank Proudness” yang menjadi salah satu amunisi di kompilasi “Independent Rebel”. Nah, deretan single itulah – kecuali “Offered Sucks” – yang akhirnya menjadi peluru album “Dua Sisi” versi Riotic Records, bersama lagu lainnya seperti “Heal The Pain”, “Let’s Fight”, “M.T.P.M.”, “Hancur”, “Sakit Jiwa”, “Rendah”, “Homeless Crew”, “Everything Sux!” dan “Guilty Of Being White”, sebuah komposisi cover milik unit hardcore punk senior asal AS, Minor Threat.
Namun ketika versi reissue diterbitkan Sony Music pada 2005, “Guilty Of Being White” terpaksa harus dihilangkan karena terbentur izin, dimana pihak Minor Threat memang sejak awal hanya mengizinkan lagunya dipakai dalam koridor rilisan indie atau independen. Sebagai gantinya, Burgerkill pun memasukkan lagu “Everlasting Hope Never Ending Pain” yang sebelumnya termuat di album kompilasi “Ticket To Ride” (2000).
Mundur ke 1998, sebenarnya proses rekaman untuk “Dua Sisi” yang dieksekusi di studio 40.1.24 (sekarang studio Rebuilt) milik Richard Mutter sudah rampung. Namun sebagai band baru yang masih terhadang sulitnya mengumpulkan pundi dana, perilisan album itu pun harus tertunda. Hingga akhirnya datang tawaran kerjasama dari Riotic Records, label independen milik Dadan Ketu, manajer Burgerkill saat ini. Perilisan “Dua Sisi” pun terwujudkan pada Juni 2000, setelah sebelumnya mengulang proses rekaman beberapa single yang berasal dari proyek kompilasi.
Sayangnya, lagu “Offered Sucks” urung diikutkan karena mereka telah membelanjakan isi kantong sekitar Rp. 6 juta untuk penggunaan studio rekaman dan pembelian sekitar 10 buah kaset DAT (Digital Audio Tape) untuk penyimpanan audio hasil rekaman. Tak tersisa lagi dana untuk rekaman ulang. Sementara di sisi lain, pihak band masih harus terbebani biaya untuk pemolesan mixing dan mastering seluruh lagu.
Bahkan satu peristiwa yang sempat membuat detak jantung para personel Burgerkill terasa ‘ngeri-ngeri sedap’ adalah ketika master rekaman “Dua Sisi” yang belum melalui proses mixing dan mastering lenyap.
“Master tape-nya sempat hilang dua hari diambil tukang becak gara-gara ketinggalan di depan pagar kost-an gue. Waktu itu gue sama anak-anak pulang kemaleman habis nongkrong di Ujungberung. Pas pulang ke kost-an udah dikunciin sama yang punya, jadi kami tiduran di depan pagar sampai pagi. Nah pas pagi dibukain pagarnya kami langsung pada masuk kamar lanjutin tidur, kelupaan ada (bungkusan) plastik isi master ‘Dua Sisi’ ketinggalan di depan pagar, terus diambil sama tukang becak yang lewat! Dua hari kami nyari-nyari info tukang becaknya dan Alhamdulillah ketemu, terus kami harus tebus lagi bayar 300.000 ke tukang becaknya. Ada-ada aja,” kenang Eben sambil tertawa.
Bagi Eben yang dihubungi MUSIKERAS, bagaimana pun “Dua Sisi” adalah fondasi musik Burgerkill yang membuat mereka tetap kokoh berdiri dan terus berkembang sampai sekarang. Bahkan kalau pun diberi kesempatan, Burgerkill tak akan pernah berniat merevisi album tersebut.
“Buat kami album itu adalah catatan sejarah. Bisa didengarkan pengaruh musik kami di awal-awal yang terpengaruh New York hardcore, Europe hardcore dan old school hardcore. Kekurangan-kekurangan di ‘Dua Sisi’ adalah yang membentuk (musik) Burgerkill sekarang. Begitulah adanya,” tutur Eben menegaskan.
Malah, saat penggarapan album “Adamantine” (2018), personel Burgerkill saat ini – Eben, Vicky Mono (vokal), Agung Hellfrog (gitar), Ramdan Agustiana (bass) dan Putra Pra Ramadhan (dram) – mengaku kembali mendengarkan “Dua Sisi” untuk meresapi kembali spirit, agresi serta emosi yang tercurah di album tersebut.
“Kami sempat bingung di ‘Adamantine’ mau ngapain lagi? Akhirnya re-visit lagi ‘Dua Sisi’, kayak band baru lagi. Jadi ‘Dua Sisi’ itu related banget dengan ‘Adamantine’,” ungkap Eben meyakinkan.
Di luar perkiraan, 20 tahun setelah perilisan “Dua Sisi”, pandemi Covid-19 mendadak datang mendera dan membuyarkan momentum Burgerkill untuk merayakan ulang tahun album tersebut. Tadinya, sempat tercetus niat untuk menggelar tur kecil-kecilan untuk merayakannya, yang sekaligus dikaitkan dengan hari jadi ke-25 Burgerkill. Tapi apa boleh buat, semuanya harus ditunda. Kini, untuk mengisi kekosongan, Burgerkill berencana untuk mengabadikan “Dua Sisi” dalam format piringan hitam, tradisi yang telah dilakukan sejak album fenomenal “Beyond Coma and Despair” (2006).
Sementara itu, pada 2 Agustus 2020 lalu, Burgerkill baru saja melepas video musik terbaru berjudul “Paradoks”, yang merupakan single dari album “Adamantine”. Empat hari lalu, band asal Ujungberung, Bandung ini juga merilis versi kaset album “Adamantine” dalam jumlah terbatas, yakni hanya 500 keping, dan langsung terjual habis dalam hitungan 24 jam! (mudya/MK01)
.
Leave a Reply