Usai perkenalan lewat album debut “Garden of Pain” (2019), unit rock berbalut beragam nuansa dan beat asal Rawamangun, Jakarta ini kini melanjutkan eksistensinya. Sebuah karya rekaman single baru telah mereka luncurkan ke berbagai platform digital, yang bertajuk “Christ Mount”. 

Kali ini, Flowthentic menceritakan tentang tokoh fiktif bernama Christ Mount yang diadaptasi dari kejadian krisis moneter. ‘Tak pernah lelah untuk melawan’ adalah kata-kata yang pas untuk mengisi lagu tersebut, karena menurut mereka, getar-getir kehidupan datang di waktu yang tidak bisa direncanakan. Jadi agar bisa bertahap hidup, sang sosok Christ Mount ini harus tetap berjuang untuk melawan rasa lelah yang datang.

Tema tersebut, sedikit banyak masih berkaitan dengan lirik-lirik di album “Garden of Pain” yang tercipta sebagai pengingat bahwa ketika manusia mengalami hal buruk, mereka harus percaya bahwa mereka tidak sendirian. Dua unsur yang ditonjolkan di album tersebut adalah emosi dan alam. Flowthentic memadukan kedua unsur tersebut karena menurut mereka, saat manusia kehilangan arah, hukum alam akan berkerja dengan sendirinya.

“Pengorbanan, ditinggalkan, dikekang, diabaikan, dijelek-jelekkan, dikecewakan, ditolak dan berujung dengan melankolia, merupakan hal yang sering dialami oleh kita semua. Tapi di sini kami ingin menegaskan bahwa kepedihan bukanlah sebuah ancaman,” ujar pihak band diplomatis.

.

.

Namun jika harus menarik perbedaan, Flowthentic yang kini dihuni formasi Vairawan Dhuha Uzmana a.k.a. Vai (vokal/gitar), Fritz Nathanael Kaunang (bass), Timotius Joey Dave Tehilim Leppa a.k.a. Jede (dram) dan Alifanzar Putra Prihandoyo (gitar) menegaskan, bahwa tolak ukur mereka saat menggarap “Garden of Pain” lebih ke perasaan emosional setiap individu.

“Baik itu (dalam hal) cinta, persahabatan, dan pertemanan. Tetapi untuk album kedua yang kami sedang kerjakan tentu pembahasannya lebih ke arah kritik sosial dan lifestyle,” urai Flowthentic kepada MUSIKERAS. 

Sementara dari formula penggodokan musiknya, Flowthentic memastikan tidak terlalu jauh berbeda. “Kami masih di tahap belajar dan masih (berusaha) menemukan sound yang menarik. Kami masih menggunakan riff blues tetapi tetap dikemas dengan nuansa indie rock masa kini.”

Proses kreatif dalam penulisan dan pembuatan “Christ Mount” sendiri, menurut band yang sudah terbentuk sejak 10 Desember 2017 ini terjadi karena dilatar-belakangi keinginan mereka untuk meneriakkan isu-isu yang masih perlu disuarakan. Keseluruhan durasi produksi berlangsung selama kurang lebih dua bulan, yang dikembangkan dari hasil penulisan lagu dalam sehari.

Saat ini Flowthentic sudah memasuki tahapan penggarapan materi album kedua. Sambil menanti, mari lebih mengenal Flowthentic dengan mendengarkan lagu-lagu “Garden of Pain” dan single “Christ Mount” via berbagai platform penyedia jasa dengar musik secara digital seperti Spotify, iTunes, Joox, Tiktok, Deezer, Tidal, Amazon Music, Pandora, Langit Musik hingga YouTube Music. (aug/MK02)