Lewat “Warrizer”, JAWLESS Serukan Stoner Rock yang Berenergi

Stoner rock atau doom tidak mutlak harus selalu dimainkan dengan tempo pelan. Paling tidak, konsep itu yang diyakini dan diterapkan oleh unit keras asal Bandung, Jawa Barat ini. Jawless beralasan, karena mereka juga butuh menyuntikkan dampak semangat saat memainkannya, serta juga bagi para pendengarnya, agar mereka pun terbawa oleh energi ganas yang mereka kobarkan. Seperti yang diterapkan Jawless di beberapa lagu dari album debut mereka yang bertajuk “Warrizer”.

Dari segi karakter suara, Jawless yang dihuni formasi Toni Fernandi (bass/vokal), M. Yudha Prawira (gitar), Tri ‘Bob’ Apryzan A. (gitar) dan Essa Wibawa (dram) mengaku banyak terpengaruh oleh musik dari album band-band stoner/doom awal 2000an. Sementara untuk progresi musik, yang mereka mainkan kebanyakan terpengaruh oleh heavy metal era 80-an.

“Lalu kami kemas dengan materi yang sudah kami siapkan sebelumnya dan alhasil album ‘Warrizer’ ini selintas akan terdengar seperti musik dari band proto metal pada era tersebut,” papar Jawless kepada MUSIKERAS, menerangkan.

“Warrizer” sendiri digarap selama kurang lebih satu tahun. Eksekusi proses rekaman seluruh instrumen dilakukan Jawless di Total War Studio dan BaSS Studio, Bandung. Sementara khusus vokal direkam di Rezky House, studio rekaman rumahan milik rekan mereka. Keseluruhan proses berlangsung sejak November 2020 dan selesai pada Oktober 2021 lalu. Kemudian dilanjutkan proses mixing dan mastering yang dipercayakan kepada Jafar Pay di BaSS Studio, yang menghabiskan waktu selama kurang lebih dua bulan. 

.

.

Penggarapan delapan lagu yang termuat di album “Warrizer”, bagi Jawless, memberikan tantangan tersendiri. Setiap lagu mempunyai nyawanya masing-masing, sehingga selalu ada tantangan yang tidak terduga yang mereka temui dari setiap lagu di saat menjalani proses rekamannya.

“Seluruh fase yang menantang itu telah kami lalui dan alhasil dari keseluruhan kami puas. Bagi kami album ‘Warrizer’ ini mempunyai keunikan dan karakter khasnya sendiri sehingga kami rasa itu sudah cukup. Banyak pengetahuan atau pun ilmu baru bagi kami dari pengerjaan album ‘Warrizer’ dan itu sangat baik untuk kami ke depannya, saat kami akan kembali berproses untuk membuat karya baru.”

Sedikit tentang makna dari judul album mereka, Jawless menyebut ‘Warrizer’ sebagai sesosok karakter yang berada dalam situasi tidak kondusif, dan ia mengamati kondisi tersebut untuk menyusun sebuah rencana. Lirik dari setiap lagu pada album ini merangkum cerita tentang keresahan dan kegelisahan terhadap hal yang sudah terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan. Banyak muncul fenomena maupun hal yang dirasa janggal oleh Jawless. Hampir setengah liriknya pun terbalut rapi oleh metafora sehingga para pendengar bisa menyimpulkannya dari sisi pandang masing-masing.

Oh ya, selain dalam format digital yang bisa didengarkan di kanal bandcamp, “Warrizer” juga bisa diperoleh dalam kemasan kaset. Jawless beralasan, perilisan fisik kaset itu didasari fakta bahwa masih banyak penikmat musik saat ini yang masih menggemari atau mendengarkan musik dari kaset. Sebelum menggarap “Warrizer”, band yang terbentuk sejak Oktober 2019 lalu ini sudah pernah merilis album mini (EP) yang direkam secara live bertajuk “Total War Stoner” dan diedarkan pada 25 Juli 2021. (aug/MK02)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts