Tema lirik yang sedih namun bermuatan pesan yang positif tetap menjadi karakter utama unit rock asal Samarinda, Kalimantan Timur ini. Kali ini, lewat lagu rilisan tunggal ketiganya yang bertajuk “silence”, Grossfuss mengulas tentang manifestasi dari setiap manusia yang selalu memiliki sisi lain yang kontras terhadap sifat yang ditunjukkan di kehidupan sosialnya. Sering kali merasa sendiri dan butuh pertolongan, namun tak ada yang tahu karena tak ditunjukkan. Namun menyadari bahwa ada sesuatu yang harus diperjuangkan.

Tema itu lantas dieksekusi dalam bahasa musikal, dimana analogi dan metafora, teriakan, alunan musik yang melodius menjadi kalimat tersendiri dan menjadi pendukung materi secara keseluruhan. Sebuah formula yang dianggap pas untuk mengeksekusi penulisan lagu-lagu Grossfuss.

“silence” sendiri direkam oleh para personel Grossfuss, yakni Cahyo Adi Pranata (vokal), Yaswindra Wirasakti Eshasiwi (gitar), Riski (gitar), Muhammad Dellyono (bass) dan Muhammad Amrullah (dram) pada pertengahan 2021 lalu. Mereka menggodoknya di Backstage Studio bersama Arie Wardhana (Kapital) sebagai pengarah musik. Materi tersebut direkam dalam satu masa dengan lagu-lagu sebelumnya, yakni “(f)ill” dan “Misery” yang masing-masing telah diperdengarkan ke publik pada Maret 2020 dan Januari 2022 lalu. Proses keseluruhan kurang lebih membutuhkan waktu selama satu bulan. 

Untuk peracikan “silence”, Grossfuss yang baru terbentuk pada November 2019 lalu mengakui menerapkan konsep yang terbilang cukup sederhana. Mereka tetap memberikan nuansa yang emosional dan terdengar marah dan sedih dari segi vokal dan instrumen.

.

.

“Isian gitar yang cukup padat berada di jalur yang sama dengan teriakan vokalnya, namun memiliki kalimatnya masing-masing. Referensi tentu saja datang dari banyak musisi atau band lainnya dan bercampur aduk, lalu kami olah untuk mendapatkan formula a la Grossfuss. Paling tidak kami mendengarkan beberapa band yang bahkan jauh dari kesan ‘emo’,” ulas pihak band kepada MUSIKERAS, sambil menyebut beberapa band seputaran hardcore yang mereka jadikan acuan seperti Dependence, Touché Amoré, Vacant Home, Psalms of Planet dan Intervals.

Jika membandingkannya dengan dua rilisan sebelumnya, Grossfuss menyebut ada sedikit perbedaan Kali ini mereka mencoba menambahkan isian solo gitar yang cukup menyolok dan menjadi penghubung atau jembatan untuk mencapai klimaks. “Porsi vokal clean yang (juga) lebih panjang. Bagian akhir lagu ditutup hanya dengan dua gitar dan vokal.” 

Usai “silence” yang telah tersedia di berbagai platform digital penyedia jasa dengar lagu format streaming sejak 3 Juni lalu, perampungan album mini (EP) menjadi fokus Grossfuss berikutnya. Mereka ingin bisa merilisnya dalam waktu dekat ini, karena semua materi sudah rampung. Hanya tinggal memikirkan desain artistik serta pengemasannya. Namun rencana itu dapat berubah, karena mereka juga sedang mempertimbangkan untuk membuat merchandise yang kedua.

“Entah yang mana yang lebih dulu kami kerjakan. Yang pasti kami akan menyuguhkan sesuatu. Doakan saja.” (aug/MK02)

.