Darksovls akhirnya melepas album penuh debutnya, pada 27 Agustus 2022 lalu via label Blackandje Records. Diberi judul “Omegalitikum”, dengan kobaran komposisi death metal beringas dan sarat aura kegelapan. Tahapan peracikan album ini sendiri ditandai sejak peluncuran lagu rilisan tunggal berjudul “Kahar” pada Oktober 2021 lalu. Sebuah lagu berlirik lugas nan bengis yang memuat manifesto penting: “Kami bangkit dari alam baka / Empat pasang mata disatukan bencana / Meracik notasi dengan amunisi dendam / Adiksi sonikal barbarian berbalut rima kelam…”  

Tapi, jangan harap bisa dengan enteng melantangkannya via platform digital. Karena album ini, untuk sementara waktu, hanya tersedia dalam format fisik. Tepatnya cakram padat (CD). Jika ingin mendengarkannya, bisa dengan membelinya di lapak virtual Blackandje di Shopee atau Tokopedia. Album “Omegalitikum” ini juga dipasarkan dalam kemasan paket yang dikombinasikan dengan kaos (bundling) serta boxset spesial dalam jumlah terbatas.

Pemasaran model ini, menurut vokalis Daniel Mardhany sengaja dilakukan untuk melecut metalhead agar turut menjaga kultur atau tradisi mengonsumsi rilisan fisik. “Dengan taktik kayak gini, penjualan CD lumayanlah untuk ukuran band baru. Dua hari penjualannya sudah (mencapai) 300an keping. Kami belum mau masukin DSP (digital service provider) karena rata-rata kualitas audio turun dan pengen liat juga gimana apresiasi orang akan rilisan fisik di tengah arus digital. Di metal kan emang kulturnya rilisan fisik, kami tetap jaga kultur itu,” bebernya kepada MUSIKERAS beralasan.

Proses pengerjaan “Omegalitikum” terbilang singkat. Tak lebih dari setahun, seluruh materi musik kelar digodok oleh Daniel, Christopher ‘Coki’ Bollemeyer (gitar), Bonny Sidharta (bass) dan Andyan Nasary Suryadi aka Andyan Gorust (dram). Proses tersebut menjadi lancar karena didasari hasrat persahabatan yang kuat, kesenangan serta kecintaan maksimal akan musik ekstrim. 

Ya, Darksovls memang diisi oleh nama-nama yang sudah dikenal baik oleh para penggemar musik cadas Tanah Air, karena sebelumnya, keempatnya pernah sama-sama tergabung di formasi Deadsquad era awal. 

“Kami memang mau melanjutkan apa yang dulu pernah kami lakukan bersama. Bersenang-senang, dapat uang dan memainkan death metal. Bagi gua, rasanya mungkin ini kayak Joy Division jadi New Order atau Peterpan jadi Noah,” seru Daniel sambil tertawa.

.

.

Terlepas dari drama yang terjadi di ujung hengkangnya Daniel dari Deadsquad pada 21 Agustus 2021 lalu, ia dan personel Darksovls lainnya memang punya ikatan rasa (chemistry) yang erat. Darksovls sendiri pun terbentuk dari tongkrongan pertemanan yang sudah sekian lama terjalin, saling memahami satu sama lain. Dimulai dengan seringnya berkumpul di rumah Coki sembari membahas game, alien hingga anjing peliharaan. Dari situ, lantas tercetuslah niat untuk kembali bermusik bersama dalam sebuah format band. Nama Darksovls sendiri konon dicetuskan oleh Bonny Sidharta, diambil dari judul game kesukaannya.

Momentum terus dimaksimalkan, dimana proses kreatif Daniel dalam meracik lirik berjalan paralel dengan pengolahan musik. Seluruhnya berlangsung di tengah pandemi, dimana sangat sedikit melibatkan tatap muka maupun latihan bersama. Koordinasi, brainstorming serta workshop penulisan lagu lebih banyak mereka lakukan melalui diskusi di aplikasi WhatsApp. Kebanyakan berdasarkan musik dasar yang digarap oleh Coki Bollemeyer. 

“Cuma bermodal kepercayaan kapasitas dan karakter masing-masing personel aja. Kami udah tahu bakal seperti apa isian masing-masing, karena udah pernah bareng-bareng garap dua album di band sebelumnya. Karena chemistry yang kuat jadi proses penggarapan album ini terbilang cepat. Tidak sampai satu tahun proses penggarapan album perdana ini kelar.”

Proses rekaman sendiri dijalani dengan intens dan cepat. Untuk sesi gitar dan bass direkam di Studio Cipete Bersahaja Ceria, lanjut di Darktones Studio untuk dram, dan vokal di Darktones Studio dan A2 Studio. Terakhir untuk pemolesan mixing dan mastering dikerjakan oleh Hari Kurnia di Dongker Studio.

Album “Omegalitikum” memuat delapan amunisi lagu dengan komposisi death metal yang cukup beringas, gelap, dan sinikal. Berbalut nuansa black metal dan progressive metal yang terdengar megah dan epikal, serta dibangun oleh berbagai referensi dan selera kuping para personelnya. Di antaranya macam Morbid Angel, Deicide sampai Dissection, bahkan Tool hingga Nine Inch Nails. Sementara di lini lirik, Daniel menulis tema-tema gelap mengenai serpihan kisah apokaliptik pasca bangsa tirani runtuh. Tentang bagaimana peradaban baru dimulai kembali di dunia yang sedang sekarat. 

Penataan susunan lagu di album ini juga dipikirkan secara serius, layaknya album konsep. Mereka mengaku terinpirasi dari konsep album “Dark Side of the Moon” milik band progressive rock legendaris asal Inggris, Pink Floyd. Diawali oleh lagu pertama “Kahar” yang bertema soal kelahiran, hingga ditutup dengan lagu bertema kematian bertajuk “Hamba Alam Baka”. Jumlah delapan lagu itu juga menggambarkan simbol infinitas siklus kehidupan. 

“Secara keseluruhan sound, musik dan lirik Darksovls tidak seperti siapa-siapa. Kami tidak terbawa arus trend yang ada. Kalau pun mirip, ya mungkin mirip karya kami di masa lampau. Karena karakter kami masing-masing udah kuat dan udah punya trademark juga. Bukan mirip juga sih, tapi lebih ke pengembangan dan kelanjutan.” 

Selepas merilis album debutnya ini, Darksovls kini sudah memanaskan amunisinya, untuk membakar sirkuit metal Tanah Air yang kini mulai membara kembali. (mdy/MK01)

.

.