Terjadinya beberapa kali perombakan di susunan formasi unit eksperimetal metal asal Kabupaten Garut, Jawa Barat ini rupanya tidak memadamkan semangat mereka untuk terus bereksplorasi. Ketika melampiaskan album mini (EP) “Logis Canibalis Insident, Pt. 1” pada 9 Oktober 2019 lalu, Enemy Inside masih diperkuat lima personel.
Kini hanya diperkuat tiga musisi, menyisakan personel lama Toni ‘Oot’ Irawan (dram) dan Faisal ‘Bohell’ Rohandi (vokal), plus gitaris baru, Sansan Firmasyah. Mereka inilah yang mengeksekusi lagu rilisan tunggal terbaru yang bertajuk “Satu Sudut Surga”, dimana konsepnya mereka sebut sebagai peleburan dari EP “Logis Canibalis Insident, Pt. 1”.
“Dengan single ini, kami resmi mengubah line-up baru, ada Sansan sebagai gitaris yang memberikan warna berbeda, fresh dan orisinal. Adapun konsep musik, kami memadukannya dengan musik tradisional dan musikalisasi puisi untuk mewujudkan pesan dari single tersebut,” urai Enemy Inside kepada MUSIKERAS.
Lirik lagu “Satu Sudut Surga” sendiri mengandung teguran dan harapan untuk setiap insan. Manusia terkadang lupa akan fitrahnya, terjebak keindahan duniawi yang hanya persinggahan menuju keabadian.
Dosa menenggelamkan ujung kepala, jelas tak terhitung oleh otak. Tapi berharap taman surga meski ditempatkan hanya satu sudut batasnya.
.
.
Enemy Inside sebenarnya mulai menggarap “Satu Sudut Surga” sejak 2021 lalu, namun baru bisa terealisasikan perampungannya pada 2022. Ide awal keresahan liriknya datang dari Citra, vokalis Enemy Inside sebelumnya. Meski tersimpan cukup lama, namun setelah digarap terbentuk sajian musikalitas yang berbeda, dengan hadirnya kontribusi dari Sansan. Selain itu, juga ada sentuhan vokal wanita yang disumbangkan oleh Leeya Sanjaya, penyanyi asli kelahiran Garut yang menjadikan “Satu Sudut Surga” lebih berwarna dengan karakter vokalnya.
“Vokal wanita dipilih untuk membantu di clean voice agar isi pesan pada single tersebut lebih mudah untuk diterima. Selain itu, kedekatan emosional dan mutualisme yang kami bangun untuk saling memajukan sesama musisi daerah.”
Amunisi metal yang dibangun Enemy Inside sebenarnya banyak terpengaruh band-band dunia macam As I Lay Dying, Threath Signal, Sepultura, Lamb of God, Slipknot, Sistem of A Down, Decapitated, Exodus, Morbid Angel hingga pejuang lokal seperti Forgotten, Tanpanada dan Beside.
Tapi oleh Enemy Inside, garapan musiknya tidak dibuat biasa-biasa saja. Karena mereka juga memberikan sentuhan musik tradisi, mengolaborasikannya di dalam lagu, untuk selain memberikan nuansa berbeda. Mereka berharap, selain menjadi identitas, eksplorasi itu diharapkan bisa ikut menjaga dan melestarikan budaya, khususnya tradisi sunda. Di isian instrumentasinya, Enemy Inside memasukkan permainan alat musik Saron, Bonang, Suling dan Djiridu.
“Selain kendala teknis dan sumber daya manusia, memadukan musik tradisi ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Namun proses tersebut membuat kami sadar akan kekayaan musik tradisi, serta jadi ilmu baru dan pengalaman baru bagi kami.”
Saat ini, Enemy Inside yang terbentu pada Oktober 2017 ini juga sedang mempersiapkan materi untuk album berikutnya. Masih menggodoknya di dapur rekaman, namun diharapkan bisa rampung tahun depan. (mdy/MK01)
.
.
Leave a Reply