Usai rilisan dua lagu tunggal berturut-turut bertajuk “Untuk Indonesiaku” (2020) dan “Mulai Hari Ini” (2021), band rock legendaris terbaik Tanah Air ini kembali menggeliat dan mengumandangkan karya rekaman terbarunya. Sebuah komposisi berjudul “Semesta”, yang dilepasliarkan menjelang peralihan tahun, sekaligus menyambut usia ke-50 God Bless tahun depan.
Tapi untuk pertama kalinya, God Bless menjajal format yang sedikit berbeda. Kali ini merilisnya dalam ‘semesta’ NFT (non-fungible token) berformat fractional ownership. Mereka berkolaborasi dengan Netra, sebuah platform royalty-sharing musik pertama di Asia. “Semesta” yang dirilis dalam bentuk FMA (Fractional Music Asset) memungkinkan God Bless menawarkan kepemilikan dan hak royalti atas karya musik mereka dalam bentuk aset digital ke para penggemarnya. Sebagai pemilik FMA, penggemar akan turut mendapatkan royalti karena format tersebut menawarkan sistem royalty sharing atau ‘listen-to-earn’, dimana pemilik FMA akan dibayar setiap kali ada yang mendengarkan lagu tersebut.
Bisa dikatakan, fractional ownership ini merupakan sebuah terobosan baru dan besar di dunia musik. Dengan ‘memecah kepemilikan royalti musik’, memungkinkan penggemar berperan sebagai ‘investor individual’, dimana mereka berkesempatan untuk berinvestasi dalam hak dan pendapatan musik dengan membeli saham fraksional yang lebih kecil. Dan inilah yang dinisiasi oeh Netra dengan FMA tersebut. Di belahan dunia lain, sejumlah pihak telah mencari cara untuk membuka investasi hak cipta musik dalam beberapa tahun terakhir, dan fractional ownership menjadi pilihan paling menarik dan patut untuk dicermati lebih dalam.
Dan bagi God Bless, FMA ini juga merupakan salah satu langkah awal God Bless merambah dunia Web3, generasi baru internet dengan sistem terdesentralisasi, yang dipenuhi dengan jargon-jargon yang sudah biasa kita dengar, seperti blockchain, token, ethereum, non-fungible token, metaverse, dan lain-lain.
.
.
“FMA merupakan format musik kekinian yang sangat menantang,” kata Fajar Satritama, dramer God Bless dalam konferensi pers perilisan lagu “Semesta” di Melodia Pondok Indah, Jakarta, Jumat (16/12). Sementara Denny MR, mewakili manajemen God Bless, menegaskan bahwa sebagai band yang telah melalui jatuh bangunnya industri musik panggung dan rekaman, God Bless selalu merespons setiap perkembangan teknologi rekaman, mulai dari cakram piringan hitam dan CD, kaset, dan kini FMA.
Berbeda dibanding tema lagu-lagu sebelumnya, yang kerap mengangkat tema sosial, lingkungan, humanisme atau persahabatan, karya bersama Ian Antono dan Fajar Satritama, serta Ali Akbar sebagai penulis liriknya, dihadirkan untuk mengungkapkan rasa syukur atas perjalanan panjang yang telah dilalui God Bless. Bahwa hidup adalah ruang waktu sangat singkat yang harus diisi oleh segala hal yang bermanfaat. Dalam frasa sederhana, “Semesta” berisikan intisari suka-duka perjuangan para musisi yang pernah dan sedang berada di pusaran karir God Bless.
Satu hal yang menarik, God Bless kali ini bekerja sama dengan gitaris Tohpati dalam mengeksekusi aransemennya. Bontot – panggilan akrab Tohpati – juga sekaligus dipercaya sebagai penata musik untuk album “50 Tahun God Bless”, yang sedang dalam proses penggarapan. Di Januari nanti, Tohpati bahkan dijadwalkan bertolak menuju ke Praha, Republik Ceko untuk melakukan proses rekaman bersama Czech Philharmonic Orchestra.
Album untuk merayakan setengah abad usia God Bless tersebut juga akan menjadi momen kembalinya Hendra Lie, yang tidak lain merupakan manajer pertama God Bless pada awal era 70-an, yang kali ini akan bertindak sebagai produser eksekutif.
Selain keunikan format perilisannya, lagu “Semesta” sendiri juga menerapkan ide segar di kemasan aransemennya. Kepada MUSIKERAS, Fajar Satritama menyebut ada terapan pola dasar yang berbeda, yang selama ini belum tersentuh di lagu-lagu God Bless sebelumnya. Lebih tepatnya, kali ini God Bless mencoba mengaplikasikan half time shuffle di ritme musiknya. Kurang lebih, mirip alunan musik yang membangun lagu “Fool in the Rain” (Led Zeppelin) atau “Rosanna” (Toto).
Fajar mengakui, awalnya agak sulit mewujudkan konsep itu secara teknis. Khususnya di eksekusi instrumennya, karena tidak biasa dilakukan God Bless. “Di intro, (gitaris) mas Ian (Antono) rada susah, jadi terdengar lurus seperti lagu-lagu God Bless umumnya. Tapi tetap nekad diterusin. Setelah verse pertama masuklah shuffle, jadi (membuatnya terdengar) berbeda. Tapi tetap ada karakter God Bless yang lama di interlude,” ujar Fajar meyakinkan.
Selain peluncuran “Semesta” dalam format FMA, di belakang layar God Bless juga tengah menyiapkan sejumlah agenda menuju selebrasi 50 Tahun God Bless di 2023, seperti persiapan peluncuran buku biografi, film dokumenter hingga konser akbar 50 Tahun. Dan “Semesta” secara simbolis diharapkan menjadi pintu pembuka semua kegiatan yang akan berlangsung sepanjang 2023.
“Semoga segalanya berjalan lancar. Kami dari God Bless siap lahir batin menjalankan seluruh rencana,” seru vokalis Achmad Albar semangat.
Sebagai catatatan, band rock yang juga masih diperkuat oleh Donny Fattah (bass) dan Abadi Soesman (kibord) ini, terbentuk melalui konser perdananya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 5 Mei 1973 silam. Dan sejauh ini telah menghasilkan tujuh album studio, yakni “God Bless/Huma Di Atas Bukit” (1975), “Cermin” (1980), “Semut Hitam” (1988), “Raksasa” (1989), “Apa Kabar?” (1997), “36th” (2009) dan “Cermin 7” (2017).
Dengarkan “Semesta”, yang kini sudah dapat dinikmati di seluruh platform digital, seperti Spotify, Apple Music, Joox, Deezer, dan lainnya. Begitu pun dengan format FMA, juga sudah bisa dimiliki melalui situs www.netra.live. Ingat, selain kepemilikan dan hak royalti, para FMA holder berkesempatan juga memiliki t-shirt God Bless dengan desain sesuai dengan FMA yang diperoleh. (VM/MK03)
.
.
Leave a Reply