HATED Disatukan Lagi, Cetuskan Karya Alternative Nu-Metal

Dimulai pada 2003 silam, saat segelintir orang yang bersepakat untuk memanifestasikan keresahan, pendapat dan reaksi atas perjalanan hidup serta pengalaman sosialnya secara eksplisit dalam musik. Sebuah band bernama Hated dilahirkan. Lalu waktu sempat memisahkan, namun kemudian dipertemukan lagi pada 2019 lalu, dan langsung dimanfaatkan untuk menghasilkan karya lagu rekaman perdana.

Mereka – vokalis Chandra Sugiyarto asal Jakarta, bassis Ganjar Rukma dan dramer Wirawan Purbo dari Solo serta gitaris Agthisa Wisnu dari Bogor – telah menegaskan eksistensi mereka lewat lagu rilisan tunggal berjudul “Deathpierce”.

Di lagu tersebut, Hated menganut keyakinan ‘seems nu-metal, ain’t metal’ pada genre mereka, dimana terapan riff, ritme bahkan terkadang rap memang terdengar seperti nu-metal pada masanya, yang disertai alunan kental nuansa distorsi, namun tidak terlalu metal.

Saat meracik komposisi serta aransemen di lagu “Deathpierce”, para personel Hated menyebut referensi musiknya lahir dari serapan perjalanan bermusik mereka sejak 2003, saat band ini baru terbentuk, ketika mereka masih duduk di bangku SMA.

“Dari awal kami membawakan referensi musik nu-metal maupun metal yang pada masanya, tahun 2000-an memang sedang populer pada era MTV di beberapa media saat kami bertumbuh. Dari perjalanan panjang tersebut sampai dengan masa sekarang, terlintas beberapa grup seperti Supergrass, Yeah Yeah Yeahs, Arctic Monkeys, Joy Division, Red Hot Chili Peppers, Story of The Year, Saosin dan sebagainya. Juga Scope!, Pas Band, Saint Loco, Slank, Festivalist dan sebagainya untuk (referensi) domestik. Dan sebagai pertanggung jawaban atas passion bermusik kami saat ini, kami juga terliterasi oleh beberapa grup seperti Korn, Limp Bizkit, Linkin Park dan Slipknot,” papar pihak band kepada MUSIKERAS, mengurai latar belakang konsep musiknya.

.

.

Musik-musik itulah, lanjut Hated lagi, yang membawa mereka berproses dan bersepakat menuangkan pada karya mereka, yang dibubuhkan sajak-sajak dari keresahan, pendapat dan reaksi atas perjalanan hidup serta pengalaman sosial mereka secara eksplisit. ‘Seems nu-metal, ain’t metal’ merupakan ungkapan atas karya mereka, dimana terdengar mirip nu-metal pada masanya, diiringi nuansa distorsi metal yang sebenarnya tidak metal-metal amat.

“Seperti single ‘Deathpierce’ yang coba kami siarkan, merupakan paduan dari komposisi distorsi kental, instrumen-instrumen industrial, serta vokal variatif dari rap, scream dan senandung yang berpadu secara tegas. Lagu ini bercerita tentang seseorang yang selalu diperdaya dan dimanfaatkan, untuk selalu terjaga dan mengerjakan semua perintah dari pemegang otoritas, pada akhirnya dia tidak terlihat karena semua hasil jerih payah terklaim oleh pemegang otoritas tersebut.”

Proses produksi “Deathpierce” sendiri digarap Hated selama empat bulanan. Tepatnya dimulai sejak Agustus hingga Desember 2022. Pengerjaannya dilakukan dari dua kota, yaitu di Jakarta dan Solo, mengingat anggota band ini ada yang berasal dari dua kota tersebut. Tapi untuk proses kreatifnya, kebanyakan mereka godok di Jakarta. Tapi untuk tahapan perekaman serta mixing, dipercayakan kepada Cancer Studio yang berlokasi di kota Solo pada Desember 2022. Selanjutnya, mereka merampungkan finalisasi untuk kebutuhan rilis di beberapa platform pada 4 Februari 2023 lalu.

Untuk mengesahkan perilisan “Deathpierce”, Hated rencananya bakal menjajal panggung “Local Natives” di kota Solo pada 26 April mendatang. Akan ada rilisan fisik berisi dua lagu untuk mengiringi acara tersebut. Lalu secara paralel, Hated juga mulai melanjutkan proses perekaman 3-4 lagu untuk kebutuhan album perdana Hated agar bisa tersiar pada kuartal keempat tahun ini. Konon, saat ini prosesnya sudah sampai 40% dari keseluruhan produksi.

“Deathpierce” kini sudah bisa didengarkan melalui beberapa platform digital seperti Spotify serta Apple Music. (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts