Vibrasi thrash metal terasa mendominasi spektrum musik rock dan metal Tanah Air selama dua hari berturut-turut. Dari Jogjarockarta Festival pada Sabtu, 30 September hingga Hammersonic After Party pada Minggu, 1 Oktober. Setelah dihantam penampilan dua dedengkot thrash metal dunia, Overkill dan Sepultura di Jogjarockarta, para metalhead kembali digempur legenda Bay Area thrash, Testament di panggung Hammersonic After Party. Two days of total thrashing mad!

Sebagai headliner di pesta musik keras yang digelar di Beach City Function Hall, Ancol, Jakarta tersebut, aksi panggung Testament memang sudah sangat ditunggu sejak lama. Meski ini konser debut mereka di Jakarta, namun bukan pertama kalinya di Indonesia. Band yang awalnya bernama Legacy tersebut sebelumnya pernah menjadi penampil utama di Kukar Rockin’ Fest, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada 2014 silam.

Hammersonic After Party sendiri baru pertama kali digelar dan merupakan hajatan ‘spin off’ dari Hammersonic Festival, besutan promotor Ravel Entertainment. Boleh dibilang, seperti versi mini dari salah satu festival musik keras paling akbar di Asia tersebut.

Sebelum Testament, tiga band lokal tampil lebih dahulu memanaskan arena. Urutan terdepan ada Strangers, pemenang kategori band metal pendatang baru terbaik (The New Beast) versi Hammersonic Awards 2023. Setelah itu dilanjutkan pejuang thrash metal senior, Oracle serta pasukan modern progressive metal, Deadsquad. Penampilan mereka sebenarnya seru, tapi sayangnya tidak didukung kualitas tata suara yang proporsional.

Seusai penampilan Deadsquad, terdapat jeda satu jam hingga jadwal tampil Testament. Para penonton memanfaatkan jeda tersebut dengan mengisi perut di area jajan sambil beristirahat bersama gerombolannya masing-masing. Tepat pukul 22:20 WIB, tiba-tiba terdengar alunan suara musik orkestra yang megah. Para penonton pun langsung berhamburan masuk ke area konser untuk memenuhi panggilan tersebut. Sebuah isyarat Testament bakal segera memulai ‘orasi’ distortifnya.

Histeria massal membahana ketika lima punggawa Testament; vokalis Chuck Billy, duo gitaris Eric Peterson dan Alex Skolnick, bassis Steve DiGiorgio serta dramer Chris Dovas muncul di panggung. Nama terakhir merupakan personel baru pengganti Gene Hoglan, yang hengkang dari Testament pada 21 Januari 2022 lalu dan memilih fokus ke band aslinya, Dark Angel serta band proyeknya, Dethklok.

Testament membuka konsernya dengan meletupkan “Rise Up”, nomor penyemangat dari album “Dark Roots of Earth” (2012). Tanpa basa-basi, mereka lalu susuli dengan nomor lawas, “The New Order” yang disambut penonton bagian depan dengan membentuk formasi circle pit. Senang dengan respon yang agresif, Chuck Billy mengomando lagu lawas berikutnya, “The Haunting” dari album “The Legacy” (1987).

Penonton makin senang sejak mendengar intro mencekam serta riff lagu tersebut yang catchy. Semangat melakukan ayunan headbang dan slam dance pun terlihat lebih bersemangat. Begitu pula dengan para personel Testament, yang tersirat dari wajah sumringah mereka. Tak pelak, “Trial by Fire” menjadi nomor berikutnya yang lagi-lagi materi lawas dan sesuai harapan penonton, sehingga gelombang slam dancing pun berkelanjutan.

Kegagalan Teknis

Meski demikian seru, masalah di perangkat pengeras suara rupanya masih belum ada peningkatan kualitas yang signifikan. Hanya sedikit lebih baik dibanding penampilan tiga band sebelumnya. Terdengar seperti ‘menggulung’ dan tumpang tindih. Salah satu korbannya adalah suara gitar Alex Skolnick. Padahal permainan solo gitar shredding Skolnick merupakan salah satu highlight lagu-lagu Testament.

“Aduh, sayang banget ya, sound-nya bikin sakit kuping! Padahal mereka keren banget mainnya,” ujar Hendy, salah seorang penonton, mengeluh. Tapi ketimbang menyalahkan kapasitas dari peramu suara di FOH (front of house), kami lebih memilih meyakini faktor akustik ruangan Beach City Function Hall. Gema atau pantulan suara dari aula tertutup yang berfrekuensi tinggi tersebut nampak sulit diredam untuk menghasilkan suara yang detail atau jernih. Untuk musik pop atau musik lembut mungkin cenderung aman dan nyaman, tapi untuk semua genre musik keras berpotensi besar menjadi masalah krusial. 

Nostal-gila Lagu Lawas

Usai lagu “Trial by Fire”, Chuck Billy mulai menyapa penonton sebelum merangsek ke album barunya, “Titans of Creation” (2020) dengan menggeber lagu “Children of the Next Level”. Setelah lagu bertempo sedang sarat chuggy riff tersebut, frontman berpostur tinggi dan besar itu kembali membuka katalog lawas lewat lagu “The Preacher”. Keliaran moshpit pun kembali ‘pecah’. Penonton nampaknya memang terlihat lebih antusias pada lagu-lagu lawas. Kemudian vokalis berdarah Indian itu kembali mengajak penonton bernyanyi bersama di lagu “More Than Meets the Eye”, terutama di bagian yel-yel yang memorable. Lagu berikutnya masih dari album “The Gathering” (1999), yaitu “D.N.R. (Do Not Resuscitate)”. Tapi sebelumnya, mereka kembali menyelipkan lagu lawas, “Do or Die”, lagi-lagi dari album “The Legacy”.

Dari deretan lagu yang dimainkan Testament pada malam itu, jumlah lagu terbanyak diambil dari album “The Legacy”. Karya rekaman kolektif perdana Testament rilisan Megaforce Records tersebut meraih predikat sebagai album terbaik Testament, baik dari kalangan pemujanya, maupun dari para kritikus musik di media. Dan tiga album berikutnya, “The New Order” (1988), “Practice What You Preach” (1989), “Souls of Black” (1990) juga bermuatan deretan lagu jawara yang tidak kalah keren dan nostalgik.

Testament sendiri merupakan bagian dari “Big 6” di skena thrash metal Bay Area, San Fransisco, AS angkatan era 1980-an, bersama nama-nama seperti Exodus, Death Angel, Forbidden, Lȧȧz Rockit dan Vio-lence. Dan sebagai salah satu band thrash metal yang paling popular dan berpengaruh di dunia, Testament juga seringkali dirujuk masuk dalam “Big 8” thrash metal dunia. Setelah “Big 4” yang terdiri atas Metallica, Megadeth, Slayer dan Anthrax, berikutnya ada Testament, Exodus, Death Angel dan Overkill.

Sebagian besar penonton yang usianya sudah tidak muda lagi mengaku sangat senang karena tercapai impiannya menyaksikan langsung konser pahlawan metal masa remajanya. Testament yang terbentuk pada 1983 atau 40 tahun silam, hingga kini tetap garang meraungkan thrash metal secara konsisten, dan sama sekali tidak memperlihatkan penurunan fisik.

Chuck Billy (61 tahun), Eric Peterson (59 tahun), Alex Skolnick (55 tahun), Steve DiGiorgio (55 tahun) tetap tampil energik, nyaris seperti saat mereka muda dulu. Terlepas dari isu tata suara yang tidak memuaskan, malam itu penonton tetap terkesima dengan aksi ganas para legenda hidup tersebut.

Repertoar Terbaik

Sebelum menggeber lagu “3 Days in Darkness”, Chuck Billy terlihat senang menerima pemberian bendera Indonesia dari penonton. Pasalnya bendera tersebut terdapat logo Testament dengan tulisan di bawahnya, ‘Fuck Establishment’ dan ‘Hail Electric Crown’. Awalnya Chuck menaruhnya di depan perangkat dram. Namun setelah kelar menggeber lagu tadi, Chuck segera mengambil dan membacakan tulisan pada bendera tersebut dengan lantang, lalu tersenyum. Langsung saja Chuck mengomando keempat rekannya untuk memainkan “Electric Crown”, sebuah lagu yang catchy bertempo sedang dari “The Ritual”, album Testament yang materi musiknya tidak segahar album-album lainnya.

Foto: @warprocksphoto
Foto: Azhan Miraza

Namun berikutnya, Testament kembali menggelontorkan lagu-lagu yang menjadi senjata ampuh dalam memprovokasi penonton untuk membuat aktivitas moshpit lebih brutal. Dimulai dari “First Strike Still Deadly” yang sarat hantaman di sana-sini, lalu disusul “Souls of Black” yang diawali oleh aksi cabikan solo bass fretless dari Steve DiGiorgio. Seolah tak memberi ruang untuk menghela nafas, Testament kembali menaikkan tensi dengan lagu wajib bertempo cepat yang dijamin sukses menciptakan circle pit. Ya, apalagi kalau bukan “Over the Wall”!

Testament lalu terus memanjakan penonton, dengan menggeber “Practice What You Preach” sebagai amunisi panas berikutnya. Sebelum menutup dengan dua lagu pamungkas, Testament sempat memainkan “The Formation of Damnation” yang menjadi ‘best part’ konser ini. Di pertengahan lagu, Chuck Billy menginstruksi penonton untuk membelah kerumunan menjadi dua bagian untuk menciptakan ‘wall of death’. Dan ketika musiknya mulai dihunus, maka berbenturanlah kedua belah bagian penonton tersebut, membentuk mega circle pit yang dahsyat.

Usai lagu itu, Testament mempertahankan momentum circle pit tadi dengan memuntahkan “Into the Pit” dan “Alone in the Dark” yang menjadi pengunci konser mereka malam itu. Hell yeah, mission accomplished! Bagi kami, inilah set list terbaik dalam sejarah konser Testament. Seluruh personel Testament juga terlihat bahagia akan energi yang diberikan penonton Jakarta. Semoga Testament bisa diboyong kembali ke dalam formasi Hammersonic Festival berikutnya, tentunya dengan tata suara yang jauh lebih baik. (Bimo D. Samyayogi/MK04)

Kredit foto utama: Adi Wirantoko (@warprocksphoto)

.