Usai memperdengarkan “Amarah” dan “Menuju Keabadian”, dua lagu rilisan tunggal yang masing-masing dilepas pada 3 Desember 2022 dan 20 Januari 2023 lalu, kini unit metal asal Sidoarjo, Jawa Timur, Catastrophia mengompilasi lima karya rekamannya dalam sebuah kemasan album mini (EP) debut bertajuk “The Girl Who Lost Everything”. Sesuai judulnya, EP ini memang menceritakan tentang seseorang yang kehilangan sesuatu dan hingga pada akhirnya kehilangan segalanya.

Cukup panjang proses dalam perampungan EP tersebut. Khususnya dalam pencarian komposisi serta racikannya yang pas. Tantangan terhebat yang dihadapi Alfito Firdaus (vokal), Naufal Manaf (gitar/vokal), Jidan Fachrezi (gitar), Hymta Alex (bass) dan Panji Asmoro (dram) adalah waktu.

“Ya, karena anggota kami juga memiliki kesibukan masing-masing selain main band, terutama untuk Naufal, gitaris kami yang juga sedang berkuliah di Jogja. Waktu itu, sekitar pertengahan Agustus, kami memulai rekaman EP dan kami hanya memiliki waktu sekitar dua bulan untuk melakukan rekaman,  karena Naufal juga akan segera balik ke Jogja untuk melanjutkan perkuliahan,” urai Catastrophia mengungkap secuil kendala produksinya.

Lima lagu yang disajikan di EP, yaitu “Intro”, “Merekah Luka”, “Rasuk”, “Amarah” dan “Menuju Keabadian” diarahkan Catastrophia ke kombinasi riff-riff deathcore gaya lama dengan metalcore era 2000-an. Lalu ada pula sentuhan vokal clean dan permainan strings serta piano untuk menambah kesan symphonic deathcore yang kelam pada lagu-lagu mereka tersebut.

Tentu saja, ada beberapa band dunia yang dijadikan referensi penggarapannya. Catastrophia menyebut Suicide Silence, Bring Me The Horizon era lagu album “Count Your Blessings” (2006) dan As Blood Runs Black. Sementara untuk kebutuhan ide symphonic, mereka mengambil referensi dari Lorna Shore, Make Them Suffer dan juga Shadow of Intent. Selain itu, vokalis mereka, Alfito juga menemukan beberapa referensi symphonic setelah mendengarkan beberapa lagu dari band pengibar atmospheric black metal lokal seperti Pure Wrath dan Desolate Paradise.

Dari lima trek yang menyesaki “The Girl Who Lost Everything”, para personel Catastrophia mengaku paling puas dengan hasil garapan mereka di lagu “Merekah Luka”. Karena dari segi musikal, lagu tersebut memiliki komposisi yang sangat epik. “Riff dari deathcore dan metalcore yang sangat khas, pemilihan breakdown dan downtempo dengan timing yang pas, interlude dengan gitar clean yang epik serta juga solo gitar yang dibalut string dan piano di (bagian) ending lagu menjadikan ‘Merekah Luka’ sangat menggelegar.”

Proses terbentuknya Catastrophia sendiri terbilang unik. Mereka dipertemukan atas keisengan untuk meramaikan hajatan musik regular di sebuah cafe. Namun usai menjalani beberapa kali latihan, ternyata acara yang dibidik batal diselenggarakan. Alih-alih membubarkan band proyek tersebut, para personelnya malah sepakat untuk meneruskannya. Singkat cerita, lahirlah Catastrophia, yang disahkan pada 23 Januari 2022.

EP “The Girl Who Lost Everything” sudah bisa didengarkan di berbagai saluran digital seperti Spotify, Apple Music, Amazon Music, Deezer, YouTube Music, Tiktok dan masih banyak lagi. (aug/MK02)

.