BEING HUMANS (BHMNS) Lesatkan “Bulletproof”

Setelah berkarir selama 23 tahun, dan telah mengantongi tiga album penuh, Being Humans (BHMNS) kembali melesat bagai peluru lewat karya-karya baru.
being humans

Tepat 19 Oktober 2024 lalu, Being Humans (BHMNS) kembali melampiaskan kreativitasnya lewat sebuah lagu rilisan tunggal terbaru bertajuk “Bulletproof”.

Lagu berdurasi tiga menit lebih yang perilisannya bekerja sama dengan EARS Studio tersebut disuguhkan unit rock asal Bandung, Jawa Barat ini dengan racikan sonik rock yang ganjil, distingtif sekaligus melodius.

Sebuah cangkang kemasan dari proses peleburan selera yang akut dari masing-masing personel Being Humans (BHMNS), yang dilebur dari kecintaan terhadap blues, rock, pop, hingga grunge.

Luky Kusumah (vokal/gitar), Nugroho Bayu Prasetyo (bass), Yuhka Sundaya (gitar/vokal latar), Robby Affiandi (gitar/vokal latar) dan Ilman Adriana (dram) menggambarkan, bebunyian di “Bulletproof” kurang lebihnya berupa bentangan musikal dengan riff-riff mewah bergairah, melodi-melodi dawai kawat menyayat, plus bungkus distorsi dan porsi harmoninya yang anggun. 

Lengkap dengan sinergitas dram dan bass yang gasal nan genit sebagai penghantar tepat guna bagi ruang bebas tembak yang ekspresif dari karakter bariton sang vokalis yang bergelora. 

“Kami mendiskripsikan musik kami dengan experimentalism of glam heavy rock n roll…, memadukan unsur musik ’70, ’80, ’90-an di satu kesatuan musik kami,” urai pihak band kepada MUSIKERAS, memperjelas formulanya. 

“Secara keseluruhan,” lanjut mereka lagi, “Unsur musik ‘Bulletproof’ mengambil dari riuhnya distorsi musik ’90-an, tetapi dipadukan dengan vokal yang ter-influence dari Jeff Buckley, dengan warna sound yang terinspirasi Soundgarden dan Alice in Chains!”

Anti Peluru

Ramuan warna musikal tersebut kemudian diberikan sentuhan tema lirik yang meyakinkan serta menguatkan hati dan keteguhan. Spesifiknya, cerita “Bulletproof” menampilkan respon Being Humans (BHMNS) terhadap isu kemanusiaan yang klasik. Tentang serangan kepada diri sendiri secara khusus, dan kondisi sosiokultural atau sosiopolitik secara umum.

“Jika di belahan Timur Tengah sana bangsa Palestina sedang berjuang dengan genosida dan melawan kejahatan perang yang dilakukan Israel, maka di lingkungan terdekat kita, kawan-kawan memiliki perjuangannya yang lain.”

being humans

Misalnya, menghidupi keluarganya dengan rela melakukan pekerjaan apa saja. Menjadi tameng bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. “Pada akhirnya, bagi setiap individu harus ‘anti peluru’ dari serangan apa pun terhadap dirinya,” kata Luky Kusumah, yang menjadi sosok sentral di balik penulisan lagu.

Dengan demikian, spirit yang dirangkum dalam “Bulletproof” bisa disimpulkan merupakan letupan energi untuk melawan setiap tekanan. Situasi yang nyatanya juga relevan atau berlaku pada tiap persona para personel Being Humans (BHMNS).

Mereka yang sejatinya tetap berupaya meramu idealismenya dengan apik, namun di saat yang bersamaan juga harus bergelut dengan rutinitas harian yang melelahkan sebagai pekerja penuh waktu.

Attitude Altitude

Lebih jauh, dirilisnya lagu “Bulletproof” sebagai penanda bahwasanya Being Humans (BHMNS) telah memasuki kebaruan dan dinamika perjalanan lain yang lebih aktual. Lagu itu juga merupakan karya kojo dari payung album yang akan diberi judul “Attitude Altitude”

“Proses penggarapan album sudah rampung, dengan list 10 lagu, dan akan launching di bulan Maret 2025,” cetus band memberi bocoran.

Diakui Yuhka Sundaya, dalam waktu kurang lebih 10 bulan terakhir, Being Humans (BHMNS) telah memproduksi 10 lagu dan rencananya akan dikenalkan ke publik musik setiap dua bulan sekali sebelum akhirnya album benar-benar bisa dinikmati secara utuh.

“Memproduksi banyak lagu dalam waktu 10 bulan—termasuk “Bulletproof”, tentu merupakan perjuangan yang cukup berat bagi kelima orang yang berada di Being Humans (BHMNS). Kami harus memikul spirit, idealisme, dan juga biaya untuk memproduksi lagu-lagunya secara mandiri. Untungnya, di band ini, concern-nya adalah mengutamakan budaya komunikasi. Dan hal tersebut menjadi syarat utama agar kami selalu punya alasan melahirkan karya musik yang baru, baru, dan baru lagi,” kata Yuhka terus-terang.

Dalam proses teknisnya, seluruh materi “Bulletproof” dikerjakan di Escape Studios, Bandung. Sementara untuk proses mixing dipoles oleh keterampilan indrawi engineer legendaris, Dadan “Kabel”. Sedangkan untuk proses akhir audio atau mastering dikerjakan langsung oleh Luky Kusumah, yang juga memiliki peran krusial lain sebagai produser lagu.

Sedikit menengok ke belakang, nama Being Humans (BHMNS) sebenarnya baru resmi digunakan pada 2024 silam. Sebelumnya, sejak terbentuk, band yang dicetuskan oleh Luky Kusumah ini mengibarkan nama Bohemians (BHMNS). 

Akan tetapi, fonem BHMNS tetap dipakai sebagai singkatan, atas pertimbangan sebagai penghormatan yang besar terhadap personel-personel pendahulu.

Dalam perjalanannya, Being Humans (BHMNS) telah merilis tiga album penuh. Masing-masing berjudul “Invasion” (2010), “Euphemism” (2019) dan terakhir “Moon” (2023). Di luar itu, band ini juga sempat melepas lagu tunggal bertajuk “Love is Home” yang menghadirkan permainan gitar dari solois Nissan Fortz pada 2020.

Video musik “Bulletproof” bisa ditonton di kanal YouTube via tautan ini. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts