Blythed yang berasal dari kota Bandung, Jawa Barat ini mengakui, memang mengambil inspirasi namanya dari Randy Blythe, vokalis raksasa metal dari AS, Lamb of God.
“Dengan harapan band ini bisa tumbuh menjadi sosok yang sangar seperti halnya melihat yang mulia Randy Blythe ketika perform di atas panggung,” ujar band ini kepada MUSIKERAS, beralasan.
Dari sisi musikal pun, memang Lamb of God menjadi salah satu kiblat formulasinya, disamping band-band seperti Trivium, At the Gates, The Haunted serta pahlawan lokal macam Burgerkill dan Deadsquad. Geberan mereka merupakan hasil eksplorasi berbagai turunan metal seperti metalcore, thrash metal, progressive hingga groove metal.
“Apalagi riffing gitar khas seorang Mark Morton dan Willie Adler (gitaris Lamb of God) menjadi cikal bakalnya riffing di Blythed,” seru Blythed lagi.
Secara musikalitas, ulas pihak band yang dihuni formasi vokalis Muhamad Nur Fajar (Fajar), gitaris Taufik Suandi dan Agitsna Restu Dipradja, bassis Chandra Seta Akbar dan dramer Muhammad Iqbal ini lebih lanjut, mereka menegaskan tidak terkonsentrasi pada satu aliran metal tertentu.
“Kami lebih senang mengeksplorasi sub- genre metal itu sendiri. Selain itu, biarkan pendengar yang menafsirkan musik metal seperti apa yang kami mainkan. Serta ke depannya tidak menutup kemungkinan kami juga mengeksplorasi musik di luar genre metal untuk materi selanjutnya.”
O ya, formula itu sendiri sudah dilampiaskan band ini lewat sebuah EP bertajuk “Traitors”, yang baru saja dilepasliarkan ke publik secara mandiri. Tepatnya sejak 22 Februari 2025 lalu.
Tapi perampungan materi EP itu tidak mudah dan harus melewati perjalanan yang cukup panjang. Karena saat itu, mendadak vokalis pertamanya, Mughni ‘Aul’ Aulia memutuskan untuk hengkang setelah sempat ikut menggarap materi EP “Traitors”. Kepergian Aul sempat membuat Blythed berpikir untuk tidak melanjutkan kegiatan bermusiknya.
Namun takdir berkata lain, masuknya Fajar dan Chandra menjadi nafas dan semangat baru bagi band ini. Kedua musisi tersebut membawa perubahan karakter yang berbeda. Khususnya di departemen vokal.
“Peran latar belakang musikalitas setiap individu sangat berpengaruh di sini. Secara aransemen musik atau bagan lagu bisa dikatakan tidak ada perubahan dari demo yang dibuat sebelumnya, (tapi) perubahan terjadi pada beberapa isian (fill-in) dan penjiwaan (soul) yang menjadi khas atau karakter dari setiap individunya.”

Keseluruhan materi di EP yang memuat lagu “Ragnarok”, “Parasit”, “Lingkaran Setan” dan “Traitors” direkam secara mandiri di kamar Taufik Suandi, selaku gitaris dan produser. Tapi khusus rekaman dram dan vokal dieksekusi di Okta Studio. Hasil mentah rekaman tersebut lalu dipoles di proses mixing oleh Dean Muliawan.
Sementara dari sisi lirik, Blythed mencoba mengeksplorasi tema beragam, seperti pengkhianatan di “Traitors”, mitologi apokaliptik di “Ragnarok”, sosial perlawanan di “Parasit” serta narasi saat depresi di lagu “Lingkaran Setan”.
Lagu yang terakhir disebut, secara teknis atau aransemen lagu, dianggap Blythed paling menantang proses rekamannya. Karena secara musikalitas, lagu tersebut menerapkan sukat atau time signature yang berubah-ubah.
Pada bagian intro, time signature yang digunakan 6/8, lalu memasuki verse dan berubah menjadi 4/4. Selanjutnya pada bagian chorus, ketukan tempo berubah kembali menjadi 6/8 dan chorus bait kedua kembali ke time signature 4/4.
“Alhasil, dalam satu chorus terjadi perubahan time signature. Selain itu, lagu berjudul ‘Lingkaran Setan’ menjadi challenge tersendiri khususnya bagi dramer yang harus membiasakan diri dengan perubahan sukat dan metronom. Perubahan ini tentu banyak terinspirasi dari band-band progresif.”
Sejak terbentuk pada 2021 lalu, band yang sempat mengibarkan nama Maturity ini telah merilis lagu rilisan tunggal berjudul “Fvckdemic” (23 Mei 2022) serta video musik berjudul “Ragnarok (Demo)” (5 November 2024). (mdy/MK01)
Leave a Reply