Satu lagi unit musik keras mencoba menggetarkan kembali daya tarik sub-genre post hardcore/emo ke skena nasional. HL yang berasal dari Jakarta ini baru saja memuntahkan karya rekaman debutnya, berupa album mini (EP) bertajuk “Life Isn’t Love”, yang mereka klaim sedikit berbeda dibanding band-band sejenis yang telah atau sedang beredar saat ini.

EP tersebut memuat lima trek, yakni “Mine”, “Musim Penghujan”, “Surrounded”, “3.14” dan “Sabtu Malam” yang sarat eksekusi riff dan not gitar yang relatif depresif dan minor serta karakter vokal yang kasar. Sebagian besar diserap HL dari band-band hardcore emo yang mereka dengarkan, seperti Hotel Books, La Dispute, Pianos Becomes The Teeth, serta band-band lokal macam Modern Guns, A Thousand Punches dan Limerence.

“Untuk aransemennya kami coba dapetin nuansa emo atau post hardcore lewat vokal yang rada kasar, ngomong cepat tapi dengan emosi. Kalau pernah dengar La Dispute atau Hotel Brooks, bisa dibilang vokalnya mencoba mengarah ke situ. Tapi memangs etelah jadi, kami justru merasa sebenarnya banyak riff dan not rocknya juga. Jadi mungkin itu yang bisa dibilang membuat kami beda dibanding band emo lainnya, yang kebanyakan pakai vokal clean, breakdown dan beatdown. Jadi menurut kami, jika dibilang hardcore, kami nggak sekeras itu, tapi juga nggak terlalu emosi banget seperti band emo,” urai pihak HL kepada MUSIKERAS, panjang lebar.

Namun jika harus mencari karakter emo yang kuat di lagu-lagunya, HL menunjuk komposisi “3.14” mungkin bisa jadi contoh yang tepat. Di lagu tersebut, Fikri (vokal), Trisna (gitar), Naldy (gitar), Sindu (bass) dan Danny (dram) mengklaim telah menerapkan not-not bernuansa emo yang kental. “Ada part breakdown juga, plus vokal yang berbeda dibanding empat lagu lainnya. Emang kami juga masih mencari karakter yang pas.”

Materi lagu-lagu di “Life Isn’t Love” – sebuah judul yang merepresentasikan hidup tak selalu tentang cinta, tapi juga bisa berarti kesepian, keikhlasan, perang, kematian, cinta terhadap ciptaan Tuhan, terhadap lingkungan dan pemikiran – digarap HL di Play Records, di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Butuh waktu sekitar satu tahun untuk merampungkan keseluruhan produksinya, termasuk mengatasi kendala keterbatasan gear.

“(Tapi) Proses kreatifnya nggak ribet-ribet amat. Kalau ada salah satu di antara kami punya nada atau not-not yang enak, kami langsung bawa ke studio dan langsung aransemen bareng di situ. Sisanya ya ngisi masing-masing. Kalau ada usulan lain kami diskusiin aja….”

Saat pertama kali terbentuk pada 2017, HL diperkuat oleh Fikri, Danny, Naldy, Sindu dan dramer pertama, Panji. Diawali ketertarikan pada band-band post hardcore seperti Bring Me The Horizon dan sejenisnya, mereka pun membentuk band yang diberi nama Heartless (HL) dan memulai untuk membuat materi tersendiri. Pada pertengahan 2017 terjadi perubahan pada susunan personel. Panji tidak bisa melanjutkan kontribusinya karena masalah internal band, yang akhirnya digantikan oleh gitaris Danny, yang banting setir menjadi dramer. Sementara posisi yang ditinggalkannya diisi oleh gitaris baru, Trisna.

Oh ya, materi EP “Life Isn’t Love” sendiri bisa didapatkan secara gratis. Cukup mengunduhnya (download) di tautan (link) yang tercantum di akun Instagram resmi HL. (aug/MK02)

.