Akhirnya, “XVII” disahkan. Sabtu lalu, tepatnya 2 November 2019, Dead Vertical dan Blackandje Record merayakan pesta perilisan album tersebut, yang dieksekusi di MissQi Bistro and Lounge, Panglima Polim, Jakarta Selatan. Selain aksi panas trio grindcore asal Jakarta Timur tersebut, acara diawali dengan konferensi pers, dimana pihak band mengupas 17 trek yang termuat di album studio kelima mereka tersebut.
“XVII” sendiri dikonsep dengan tujuan yang lebih jauh dari sekedar musik dan lagu. Hal-hal kekinian yang diangkat dan dikritisi di album “XVII” diharapkan jadi pegangan untuk bersikap dalam era cepatnya umbaran informasi ini. Mudahnya segala hal tertangkap ke dalam otak melalui gawai masing-masing ini bisa jadi akar dari permasalahan pelik jika tidak disikapi dengan bijak. Itulah garis besar “XVII” yang khususnya ditujukan untuk penggemar muda (remaja) agar tidak salah mengambil tindakan.
Malam itu, setelah ritual simbolik potong tumpeng dan santap bersama, perayaan pun dimulai dengan Viscral. Kuintet death metal yang baru saja menjalani tur Eropa di lima tempat berbeda tersebut menghajar ganas para headbanger yang hadir. Kemudian Hellcrust mengguncang dengan keagresifan yang melodius, membuat suasana semakin panas di venue. Lalu dilanjutkan oleh Knuckle Bones dengan alternative rock/metalcore yang sedikit menurunkan tensi acara. Sang pemilik hajat, Dead Vertical lantas menutup pesta malam itu dengan kebrutalan yang menyenangkan. Mereka – Arya “Aryablood” Gilang Laksana (dram), Adi “Boybleh” Wibowo (gitar/vokal) dan Bonny “Deadbonz” Suhendra (bass) – menggerinda lewat album anyar serta nomor-nomor lawas legendarisnya. Crowd surfing dan circle pit yang tercipta terus-menerus menaikkan tensi penonton yang bersimbah peluh.
“XVII” sendiri diluncurkan tepat di usia 17 tahun Dead Vertical, dihitung sejak terbentuk pada November 2001 silam. Kali ini, para personelnya mengaku agak kerepotan saat menjalani proses pencarian karakter sound. “Karena konsep album ‘XVII’ ini jauh berbeda dibanding album sebelumnya. Kami kembali ke roots awal kami bermusik grindcore, (namun) dengan kemasan lebih modern,” cetus Dead Vertical kepada MUSIKERAS, menegaskan.
Lebih jauh, mereka menyebut formula musik album “XVII” lebih mengacu ke konsep album kedua, “Infecting the World” (2008). Ada kesamaan dalam spirit-nya, yaitu bertempo cepat dengan riff yang simpel, intens dengan durasi lagu yang pendek, diiringi sesekali tempo beat atau groovy.
“Perbedaannya, ‘XVII’ menyuguhkan sound yang lebih modern dan penyempurnaan dari album-album sebelumnya. Kalau untuk soal referensi sebagian besar kami masih menganut influence lama kami yaitu Napalm Death, Terrorizer, Slayer dan Nasum. (Inspirasi) Yang baru adalah kami menyelipkan style Crusty Punk seperti Extreme Noise Terror dan Discharged. Kami pun ter-influence oleh sebagian band heavy metal dan glam metal seperti Motorhead dan Warrant untuk mendapatkan spirit rebelitas di lirik-liriknya yang bertemakan problematika remaja di usia 17 tahun.”
Sebelum “XVII”, Dead Vertical yang pernah menjadi band pembuka konser Napalm Death pada 2 September 2007 di Jakarta ini telah merilis “Fenomena Akhir Zaman” (2004), “Infecting The World” (2008), “Perang Neraka Bumi” (2011) dan “Angkasa Misteri” (2016), juga sebuah album mini (EP) “Global Madness” (2006) serta album split “When Love Finds A Fool, Grind Still Rules!” (2007) bersama Proletar dan Gory Inhumane Genocide. (MK03)
.
Leave a Reply