Tepat 25 Desember 2019 lalu, mesin perang metal dari kota Solo ini kembali menghantam lewat single baru bertajuk “Mantra Bentala”. Sebuah hadiah Natal bagi Pasukan Babi Neraka – sebutan untuk para penggemar Down For Life dan metalhead umumnya – yang diletupkan berselang dua tahun sejak perilisan album mini (EP) “Menantang Langit” dalam format piringan hitam via demajors Records.

Dari sudut musikal, kali ini apa yang ditawarkan oleh Down For Life?

“Secara aransemen musik sebenarnya benang merah tetap di karakter musik Down For Life dengan penggembangan pastinya. Kami tidak pernah mau dibatasi oleh genre tertentu. Kami ingin bermain dengan jujur sesuai kapasitas yang kami punyai dan dalam koridor bersenang-senang. Bagi kami… Down For Life ini adalah perjalanan spiritual kami, baik (dari segi) musik, lirik atau pun segala aktivitasnya,” tutur vokalis Stephanus Adjie kepada MUSIKERAS, mencoba menggambarkan.

Bagi Adjie – demikian ia biasa disapa – “Mantra Bentala” serta seluruh materi di album baru yang rencananya bakal dirilis via label Blackandje Records tahun depan adalah sebuah perwujudan proses spiritual. Paling tidak bagi para personelnya. Sebuah pembuktian bagi diri mereka sendiri, bukan untuk orang lain.

“Bahwa kami bisa mengalahkan diri sendiri beserta ego, kemalasan, kepuasan sesaat dan segala hal yang menghambat perjalanan spiritual bermusik dan kehidupan Down For Life. Hampir 20 tahun Down For Life (berkarir) dengan dinamikanya akan tertuang di album baru nanti. Itu akan menjadi album kami yang sangat berat dan keras.”

Sementara itu, dalam proses penggarapannya, Down For Life yang juga dihuni Isa Mahendrajati (gitar), Rio Baskara (gitar), Muhammad Abdul Latief (dram) dan personel tambahan Mattheus Aditirtono (bass) mengeksekusi “Mantra Bentala” dengan cara yang baru pertama kali mereka lakukan. Tidak lagi dijahit dari hasil jamming saat latihan, melainkan langsung dimatangkan saat rekaman.

Menurut tuturan Adjie, proses kreativitas pengaransemen lagu tersebut tidak seperti biasanya. Karena kendala jarak dan waktu, dimana ia sendiri di Jakarta, Isa di Yogyakarta, lalu Rio dan Latief di Solo membuat mereka mau tak mau harus menyiasati konsep penggarapan materi. Kerangka dasar “Mantra Bentala” disiapkan lebih dulu oleh Isa, yang kemudian dibagikan ke seluruh personel. Bahkan lagu tersebut sama sekali belum pernah dimainkan di studio, apalagi di panggung. Setelah seluruh personel bertemu di studio rekaman, barulah lagu tersebut dimatangkan.

“Satu hal baru bagi kami dan ternyata sangat menarik. Rekamannya di Dark Tones Studio milik Blackandje Records di Jakarta Timur, jadi personel yang lain berangkat ke Jakarta. Karena bassis Ahmad ‘Jojo’ Ashar masih berhalangan dengan kesibukannya kami dibantu Mattheus Aditirtono, bassis D’ark Legal Society yang juga membantu saat penampilan di panggung hampir lima bulan terakhir ini. Peralatan di Dark Tones yang sangat memadai juga dukungan maksimal dari Blackandje Records membuat kami bisa eksplorasi sound dengan maksimal di single ‘Mantra Bentala’.” 

Proses penggarapan “Mantra Bentala” sendiri dilakukan pada periode Oktober hingga Desember 2019 dengan dukungan dari Mitra Ananda Rizki dari Blackandje Records sebagai produser eksekutif, serta Stephanus Adjie dan Adria Sarvianto di kursi produser. Sementara untuk mixing dan editing dikerjakan Adria di 31db Studio Tebet, dengan masukan dari Yossy Suherman yang biasa memegang kendali tata suara saat Down For Life manggung. Lalu untuk mastering dipercayakan pada Benito Siahaan di Mogmog Studio Jakarta.

Oh ya, di video lirik “Mantra Bentala” yang telah ditayangkan di kanal YouTube, Down For Life mencoba meneriakkan pesan-pesan mengenai kondisi sosial politik, yang dikemas oleh penulis lirik, Adjie dalam balutan kosakata spiritual khas Down For Life. Kata ‘mantra’ di sini berarti doa, sementara ‘bentala’ dalam bahasa Jawa berarti bumi atau tanah. Dalam ajaran Jawa (Kejawen), ‘bentala’ digambarkan dalam warna hitam yang sering menyimbolkan sifat keserakahan dan keburukaan manusia.

Selain itu, dalam video yang digarap oleh A Aditya Alamsyah a.k.a Pepeng, seorang editor yang banyak mengerjakan film nasional serta Eriks Setiawan Bhulut tersebut, ada beberapa kata atau pesan tersembunyi yang ditulis dengan huruf berwarna kuning. Terdapat kata-kata yang jika dirangkai berbunyi ‘Mengaku Dosa. Memuja Rasa’. “(Kalimat itu) spiritual buat kami,” tandas Adjie tanpa merinci lebih jauh. 

Sejauh ini, Down For Life sudah merekam dua lagu baru yang dipersiapkan untuk album terbaru. Lalu ada beberapa lagu lainnya yang kerangka dasar aransemennya tengah mengalami proses penggodokan. “Bisa dikatakan 80% materi untuk album siap dieksekusi. Semoga semua lancar dan album baru (bisa) dirilis tahun depan,” seru Adjie menjanjikan.

Down For Life dibentuk di Surakarta, Jawa Tengah pada 1999 silam oleh Stephanus Adjie dan sejauh ini telah merilis dua album studio, yakni “Simponi Kebisingan Babi Neraka (2008) dan “Himne Perang Akhir Pekan” (2013). Pada April 2018 lalu, Down For Life merilis dua single dalam format piringan hitam (vinyl) berisi lagu “Liturgi Penyesatan” dan “Kerangka Langit”, yang merupakan nomor daur ulang milik band rock legendaris dari Solo, Kaisar. (mdy/MK01)

.

 

https://youtu.be/EGlWebQV2AA