Bagi generasi yang sedang menginjak usia remaja dan liar di akhir era 80-an dan awal 90-an, hampir pasti mengenal dua lagu fenomenal mereka, yakni “Bento” dan “Bongkar”. Dua komposisi rock ekspresif berlirik ‘nakal’ tersebut termuat di album debut “Swami I” keluaran 1989. Dan berkat kedua lagu yang sarat akan kobaran kritik sosial kontroversial di semburan liriknya itu pula, kepopularan Swami melesat cepat, mendulang kesuksesan komersil di penjualan album dan pertunjukannya.

Adalah para para personel Sirkus Barock, kelompok rock berlatar belakang seni teater asal Yogyakarta yang mendominasi formasi Swami. Mereka adalah Sawung Jabo (gitar akustik/vokal), Naniel Yakin (flute/harmonika/vokal), Nanoe (bass/vokal latar) dan Innisisri (dram/perkusi/vokal latar). Lalu diperkuat dengan melibatkan Iwan Fals, penyanyi pop balada/country yang saat itu berkibar kencang namanya setelah mencetak dua album rock bergizi, yakni “1910” (1988) dan “Mata Dewa” (1989). 

Merekalah yang berkolaborasi di penggodokan album “Swami I”, yang dieksekusi di Gins dan One Feel Studio, Jakarta. Proses rekaman itu didanai oleh pengusaha, musisi dan budayawan Setiawan Djody, yang lantas mengedarkannya via label rekaman miliknya sendiri, PT Airo Swadaya Stupa Records.  

Selain “Bento” dan “Bongkar”, kolaborasi itu juga menghasilkan delapan lagu eksplosif lainnya, di antaranya “Badut”, “Esek Esek Udug Udug”, “Bunga Trotoar”, “Condet” dan “Cinta”. Keseluruhan penulisan lagu didominasi kerja sama Iwan Fals, Sawung Jabo dan Naniel.

Kini, setelah lebih dari tiga dekade berlalu, “Swami I” akhirnya dihadirkan lagi setelah cukup lama menghilang dan menjadi barang langka di pasaran. Mahakarya tersebut – atas inisiasi pihak label Musica Studio’s yang meminta izin kepada pihak Setiawan Djody untuk produksi ulang – akhirnya terlahir kembali. Kali ini dalam format piringan hitam (vinyl) serta digital streaming yang resmi diedarkan sejak 29 November 2021 lalu.

Sumber foto: Hai Klip (repro)

Iwan Fals sendiri mengaku, proyek Swami sebenarnya menjadi semacam ‘pelarian’ baginya, setelah tur 100 kota untuk mempromosikan album “Mata Dewa” digagalkan oleh pihak berwajib kala itu. “Jadi ya, (saya) cari temanlah. Lalu diajak Jabo, dan akhirnya ngobrol-ngobrol bikin Swami,” ujar Iwan, saat berbicara di hajatan konferensi pers “3 Dekade Swami” yang digelar Musica Studio’s secara virtual, Rabu (26/1/2022). 

Selama tiga tahun terlibat di Swami – termasuk menghasilkan album “Swami II” (1991) yang juga dirilis ulang oleh Musica Studio’s dalam format yang sama pada 12 Januari 2022 – memberi Iwan banyak pengalaman berharga. Khususnya dalam kebebasan berekspresi, di bawah bimbingan ‘sang kapten’, Sawung Jabo. Dan hingga hari ini, berbagai permasalahan yang mereka umbar di lirik-liriknya ternyata masih relevan dengan situasi negeri ini.

“(Tapi) Mau bikin lagi (lagu) kayak gitu udah susah, ya itu rejeki Tuhan,” seru Iwan mengakui. 

Sedikit catatan, di album “Swami II”, formasi Swami melebar dengan bergabungnya kibordis God Bless, Jockie Surjoprajogo dan gitaris Elpamas, Totok Tewel. Sebelum merilis “Swami II”, formasi ini – plus penyair dan budayawan WS Rendra – juga sudah terekat kuat di proyek mahagrup Kantata Takwa (1990) yang digagas oleh Setiawan Djody. Jadi, setelah dua album Swami, tentunya kita berharap pihak Musica Studio’s juga merilis ulang album berharga lainnya, yakni “Kantata Takwa” dalam format piringan hitam dan digital streaming. (mudya mustamin)

.