Di “Neraca Rimba”, GODPLANT Mengusik Keadilan yang Absurd

Di lagu rilisan tunggal terbarunya yang bertajuk “Neraca Rimba”, unit persilangan sludge metal dan hardcore punk asal Jakarta ini meletupkan konsep yang berbeda. Dibanding karya sebelumnya, “Caruk” yang telah dilepas ke rimba digital pada Juni 2022 lalu, kali ini Godplant tidak berusaha terdengar catchy, melainkan lebih fokus menggambarkan kegundahan perasaan dan kekecewaan setelah menerima perlakuan yang dzalim dan semena-mena. 

Itu semua ditunjukkan lewat benturan antar instrumen, dimana geraman gitar beradu sengit dengan variasi gebukan dram yang berubah-ubah, lalu dipertegas dengan cabikan bass yang memberikan suasana serta atmosfir yang gelap pada lagu ini. “Neraca Rimba” menjadi sebuah karya liar nan kompleks, dalam, dan sekaligus apik.

“Untuk konsep musik kali ini, kami ingin mencoba lebih agresif untuk menggambarkan kegundahan dan kemarahan kami. Dengan partitur yang cukup padat namun tetap groovy ala Godplant. Kami cukup banyak terpengaruh dari band-band (dunia) seperti Dystopia, Exhalants, Converge, Eyehategod dalam menulis musiknya,” urai Godplant kepada MUSIKERAS, mengungkap konsepnya.

.

.

“Neraca Rimba” sendiri merupakan sebuah karya yang terasa sangat personal bagi Edo ‘Litong’ Raditya (vokal), Riza ‘Oyoy’ Prawiro (gitar), Bahrul ‘Ulum’ Sulaksono (bass) dan Gilang ‘Gicing’ Firdauzi (dram), para personel Godplant. Itu yang membuatnya cukup berbeda apabila dibandingkan dengan karya-karya mereka sebelumnya. Chaos, disorder dan dissonance menjadi ekspresi liar untuk menggambarkan “Neraca Rimba”. 

Seperti biasa, penuturan lirik yang dilakukan Godplant di “Neraca Rimba” masih tajam menusuk dan tidak tedeng aling-aling. Permainan frasa yang cerdas dan cenderung dikotomis, atau pertentangan antara dua bagian, semakin menggambarkan sebuah realitas bahwa masih banyak orang yang dirugikan dan dikecewakan ketika berhadapan dengan sistem peradilan yang ada. Jelas curahan hati vokalis dalam lagu ini, yang menggambarkan bahwa ia mendapatkan perlakuan berbeda di hadapan sistem yang mengaku tidak berat sebelah ini, dengan apa pun alasannya. 

Tapi secara menyeluruh, “Neraca Rimba” yang dikerjakan di Kamar Bising dan Kandang Studio selama kurang lebih satu bulan, bercerita tentang sebuah paradoks bernama ‘keadilan’. Pencarian kebenaran telah dikaburkan dengan membuat versi kebenarannya sendiri. Masih pantaskah masyarakat mempercayai ketiga institusi legal penegakan hukum, yakni polisi, jaksa dan hakim ketika setiap ketokan palu menjadi vonis hukuman yang memojokkan kaum yang lemah? Masih adakah sisa integritas dari mereka yang menginstruksikan untuk mencari ‘jalan kekeluargaan’ tanpa mengindahkan derita dan sakit yang telah dialami para pelapor? Apakah kata ‘korban’ dapat dengan mudahnya disematkan kepada mereka para predator yang bisa memutar-balikkan keadaan dengan dalih ‘pencemaran nama baik’? Is power equivalent to justice

“Latar belakangnya terinspirasi dari keabsurdan wadah bernama ‘hukum’ di negeri ini. Ketika ada dua jiwa yang berbuat salah tetapi si kaya bisa bebas dengan alasan ‘sopan’ dan si miskin tak berdaya dan harus terjerumus menjalani tuntutan. Keabsurdan yang bernama ‘adil’ itulah yang menjadi inspirasi lagu ini.”

Godplant, terbentuk di Jakarta pada 2013 dan telah merilis album debut berjudul “Turbulensi” pada Maret 2018 via label Lawless Jakarta Records. Kini, “Caruk” dan “Neraca Rimba” dicanangkan menjadi penuntun menuju penggarapan album kedua. Godplant berencana untuk segera masuk studio kembali dan merampungkan album yang diperkirakan akan dilepas pada 2023 mendatang. Sejauh ini tahapannya sudah mencapai sekitar 70%. Di luar itu, juga tercetus rencana untuk menggelar tur. (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts