Perkenalkan Hypocritical, band metal lokal asal Jakarta yang dibentuk pada awal Agustus 2022 lalu. Kemunculan mereka terinspirasi dari sifat manusia yang dinamis, cenderung berubah-ubah sesuai dengan kondisi, lingkungan sosial, serta bahkan dipengaruhi latar belakang kepercayaan. Pada 4 Agustus 2023 lalu, Hypocritical telah menegaskan eksistensinya lewat lagu rilisan tunggal debut yang bertajuk “Geram”.
Lagu itu sendiri, menurut pihak band, merupakan ekspresi keresahan, kemarahan, rasa muak terhadap penyimpangan, dan kemunafikan yang dilakukan para pemuka agama. Keresahan yang timbul atas ketidakpuasan terhadap tingkah laku tokoh agama yang berlaku munafik dalam menjalani kehidupannya, dan tentunya mencoreng nama baik agama untuk kepentingan pribadi, seperti pelecehan, korupsi, penyesatan, dan lain sebagainya.
Kurang lebih sebulan waktu yang dibutuhkan formasi Agus ‘Awan’ Kurniawan (vokal), Charis Nainggolan (gitar), Mario ‘Mayo’ Mailool (gitar), Mishel Renaldy Mawu (dram) dan Ishac Gabriel (bass) untuk mengeksekusi “Geram” hingga mencapai format yang diinginkan. Karena menurut mereka, pada saat proses rekaman lagu tersebut, mereka mengalami banyak kendala. Antara lain jadwal rekaman yang berubah-ubah, dan dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di kediaman rekan merekaband tangerang, Samuel Christian Sanjaya (SCI Studio) di kawasan BSD, Tangerang serta untuk perekaman dram di Studio 37, Karawaci.
“Di tempat kawan kami, Samuel Christian Sanjaya kebetulan bersedia dijadikan basecamp kami untuk rekaman. Kebetulan juga Sam memproduksi efek gitar dan sejenisnya. Jadi untuk proses rekaman di sana mencangkup untuk vokal, gitar serta bass. Rekaman pertama kami mulai pukul 21.00 malam sampai pukul 02.00 pagi. Setelah itu, seminggu kemudian kami melakukan sesi untuk dram. Proses inilah yang memakan waktu sehingga perilisan lagu ‘Geram’ dimundurkan dari jadwal yang seharusnya sudah ditargetkan. Menurut kami, hal ini wajar karena baru perdana kami melakukan ini semua,” papar pihak band kepada MUSIKERAS, merinci proses produksinya.
Secara garis besar, konsep musik yang dimainkan Hypocritical sedikit banyak menyerap pengaruh dari band-band dunia seperti Miss May I dan Bleed from Within serta pahlawan lokal, Burgerkill, saat menggubah “Geram”. Selain itu, juga ada sentuhan dari Awan dan Charis untuk memperkaya pilihan nada di lagu tersebut. Ada pun Awan, Charis, Mishel dan Mayo kebetulan memang mempunyai latar belakang kepercayaan yang sama, dan sama-sama menimba ilmu musik di dalam satu sekolah tinggi teologi ternama di daerah Tangerang, Banten.
.
.
Sejak terbentuk, para personel Hypocritical butuh waktu hingga kurang lebih satu tahun untuk dapat saling mengerti dan mengenal selera musik satu sama lain. Setidaknya kini mereka mengerti bahwa bermain musik berpaham metal tidak sekadar memainkannya saja, tetapi harus mendapatkan esensi, rasa dan makna yang didapat.
“Konsep lagu ‘Geram’ sendiri bertemakan metalcore, karena lagu ini melewati beberapa fase pergantian tema. Seperti yang awalnya hardcore bermetamorfosis terlihat seperti metalcore. Kami sendiri sebenarnya sedang mencari jati diri dalam pelabelan genre musik metal apa yang ingin dimainkan. (Tapi) terlepas dari stigma itu, kami rasa itu hanya akan membuat kami blunder nantinya. Kami hanya ingin terus memainkan musik yang layak disebut heavy metal, tanpa harus melabelkan band kami sebagai band dengan sub-genre metal tertentu. Intinya kami akan berusaha semaksimal mungkin dan mengikuti perkembangan skena musik metal, baik di Tanah Air maupun di luar.”
Sebagai pengalaman pertama, tentu saja para personel Hypocritical tidak terlepas dari kendala-kendala teknis, serta momen-momen yang menantang secara teknis. Khususnya dalam mencari jalan tengah dari ragam latar belakang musik serta style para personelnya yang berbeda-beda. “Itu sebenarnya hal terbesar yang harus kami latih agar dari keberagaman selera musik tersebut kami bisa memainkan dan menikmati rasa atau nyawa lagu yang kami buat bersama ini. Proses ini memakan waktu cukup lama, kurang lebih satu tahunan baru kami memutuskan untuk rekaman.”
Tantangan lainnya, adalah ketika mereka memerlihatkan secara resmi ilustrasi sampul (artwork) dari lagu “Geram”, dimana memperlihatkan sebuah gereja usang yang hampir hancur, dengan sisa asap yang beterbangan, juga bercak darah dan lain sebagainya. Serta terlihat pula tangan yang sedang menggenggam sebuah pisau. Ilustrasi tersebut mengartikan sebuah keputusasaan terhadap esensi gereja, yang tadinya ada pada manusia, bergeser kepada hal yang sifatnya duniawi, yaitu gedungnya.
“Banyak yang mengkritisi kami tentang hal itu, karena kami berasal dari kampus Kristen yang kebetulan semua personelnya lulusan dari sana. (Tapi) Banyak juga yang tidak masalah dengan artwork tersebut. Jadi kesimpulannya, kami tetap lanjutkan dan siarkan. Kami tidak membenci kepercayaan kami, kami benci oknum yang dilindungi atas nama kasih dan berlindung dalam selimut agama. Kami benci setiap penyimpangan yang ada. Tapi kami sadar, kami terbatas, ketika kami bicara tidak didengar, maka kami akan nyanyikan sebagai salah satu cara meluapkan batin yang sesak!”
“Geram” sendiri menjadi gerbang pembuka menuju perilisan album mini (EP) yang kini tengah dikerjakan oleh Hypocritical. Rencananya diberi judul “Degradasi Intergritas” dan juga bakal memuat amunisi lagu bertajuk “Perpuluhan”, “Kabar Buruk”, “Degradasi Intergritas” serta tentunya, “Geram”. (mdy/MK02)
.
.
Leave a Reply