Terbentuk pada 2015 lalu, band asal Jakarta ini memainkan konsep musik yang mereka sebut Experimental Art Sound. Half Line memasukkan unsur-unsur dari punk, rock, hardcore yang dibaluri notasi-notasi melodius. Seperti yang baru saja mereka ekspresikan di album rekaman penuh bertajuk “Sebelum Masehi”. Karya kolektif ini memuat 11 lagu yang saling berkaitan dan membentuk semestanya (universe) sendiri.
Ada tiga cerita utama yang termuat di “Sebelum Masehi”, yaitu “Trilogy of Pithe”, Trilogy of Sarkofagus”, “Trilogy of Menhir” yang masing-masing diwakili tiga lagu. Sebelumnya, masing-masing ‘trilogy’ diedarkan terpisah dalam format EP. “Trilogy of Pithe” pada 10 September 2023, lalu “Trilogy of Sarkofagus” pada 17 September 2023 dan “Trilogy of Menhir” pada 24 September 2023. Dan pada 1 Oktober 2023, ketiga EP disatukan dalam album penuh “Sebelum Masehi”, plus tambahan dua lagu berjudul “Mawar Merah” dan “Last Prophecy”.
Di album ini, Half Line mencoba membuat semestanya sendiri, yang diadaptasi dari film-film seperti “300”, “the Lord of The Rings” atau dari dunia game seperti Dota. Mengambil latar peperangan jaman kuno, Half Line mencoba memainkan imajinasi pendengar dengan karakter serta emosi yang diciptakan dengan musik yang diperdengarkan.
“Sebelum Masehi” sendiri digarap Fikri Dwi Sasono (vokal), Wahyu Sindu (bass), Muhammad ‘Naldy’ Renaldy (gitar), Trisna Rahmat (gitar) dan Danny Avero (dram) selama sekitar setahun, dengan menerapkan formula kreatif yang tidak beda jauh dibanding saat mereka meracik materi dari album mini (EP) “Life Isn’t Love” (2018).
“Biasanya kami ngejam di studio nyatuin kepala. Kalo dirasa ada notasi-notasi oke kami bookmark, lalu kami ulang lagi. Begitu terus sampai terasa sudah nyaman untuk dimainkan bersama. Baru terakhir Fikri bikin liriknya. Tantangan teknis sih sebenarnya minor ya, karena dibantu juga oleh operator di studio rekaman, dan dari kami juga bisa dibilang teknisnya nggak begitu ribet,” urai pihak Half Line kepada MUSIKERAS.
Dari segi musikal, Half Line mendeskripsikan konsep eksperimen yang diterapkan di album “Sebelum Masehi” lebih terfokus pada proses pencarian ketukan atau tempo yang berbeda dibanding EP mereka sebelumnya. Misalnya kini ada ketukan punk di komposisi “Pithe 2”, atau tempo yang sangat lambat di “Last Prophecy”, trek penutup di album “Sebelum Masehi”.
“Namun sebenarnya bisa dibilang eksperimen yang paling berasa itu dari tema yang kami pakai di album ini ya, dimana kami mencoba membuat universe, lalu membuat karakter-karakter, bermain dengan konsep yang awalnya dibentuk dari beberapa EP yang saling berkesinambungan, tapi pada akhirnya istilah EP kami ubah menjadi Trilogy.”
Dari segi musik, Half Line yang sempat menggunakan nama Heartless dan memainkan musik seperti Bring Me The Horizon di awal karirnya, merajut komposisi lagu-lagu di “Sebelum Masehi” dari berbagai referensi. Di antaranya dari band-band seperti Hotel Books, La Dispute hingga Being as an Ocean.
Secara keseluruhan, Half Line merasa penggarapan “Sebelum Masehi” terbilang lancar tanpa kesulitan atau kendala teknis yang berarti. Karena menurut mereka, musik yang dimainkan sebenarnya sangat aman. Kalau pun ada tantangan, lebih kepada pengerjaan bagian vokal, karena kali ini mereka menerapkan teknik yang sudah jauh berkembang dan lebih rumit dibanding EP “Life Isn’t Love”.
“Jadi bisa dibilang, satu album ini lumayan sulit untuk di vokalnya aja sih, karena ada pendewasaan di sana. Untuk instrumen sih aman-aman aja.”
Jangan lewatkan keseluruhan album “Sebelum Masehi” yang diproduksi via Ororo Records di berbagai platform digital seperti Spotify dan YouTube. (mdy/MK01)
.
.
Leave a Reply